Mohon tunggu...
Hadi Samsul
Hadi Samsul Mohon Tunggu... Administrasi - Civil servant

HS Bandung Kompasianer “heubeul” , angkatan 2008

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Boy-boyan

9 Juli 2013   15:15 Diperbarui: 24 Juni 2015   10:47 1629
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Siapapun yang pernah mengalami masa kanak-kanak di tahun 80-an atau 90-an pasti tumbuh dengan aneka jenis permainan tradisional. Tidak terkecuali saya. Masa kanak-kanak saya di awal tahun 90-an rasanya terlalu indah untuk dilupakan begitu saja. Seperti anak-anak lainnya di jaman itu, saya juga kenal dan akrab dengan aneka jenis permainan tradisional yang beragam.

Biasanya setiap habis mandi sore, atau sekitar  waktu ashar hingga menjelang maghrib, saya pasti akan keluar rumah untuk berkumpul bersama anak-anak lain di kampung saya.

Jika cuaca sedang tidak bersahabat, maka kami akan berkumpul di teras rumah salah seorang teman. Biasanya teras yang agak luas supaya bisa menampung banyak anak-anak. Biasanya permainan yang dimainkan tidak jauh-jauh dari bermain tepok kartu atau main kutik. kutik itu semacam ngadu karet gelang gitu lah. siapa yang paling banyak bisa menepok kartu hingga terbalik, atau siapa yang bisa mengumpulkan karet gelang paling banyak, itu yang jadi juaranya. Kadang-kadang, si kartu atau karet gelangnya akan dijual lagi oleh si juaranya ke anak-anak yang kalah. Jadi si juara bisa dapat uang juga.

Itu kalau cuacanya sedang hujan. Tapi jika cuaca sedang cerah ceria, maka kami akan bermain di salah satu tempat yang agak luas. Entah di lapangan, halaman rumah yang agak luas, atau bahkan di jalan (Maklum waktu itu kendaraan yang berseliweran belum sesering sekarang. Jalanan masih lengang dan aman buat dipakai main). Permainan yang kami mainkan biasanya permainan tim atau permainan individu yang melibatkan banyak orang. Permainan tim yang saya pernah mainkan, seingat saya, adalah gatrik, gobak sodor (di kampung saya dinamakan galah), bancul, dan juga boy-boyan. Kami akan sangat berkeringat jika bermain permainan-permainan tersebut. maklum, permainan ini terbilang lumayan seru. Apalagi boy-boyan,  semua yang ikut main harus lari-larian supaya tidak terkena lemparan bola.

Dalam tulisan ini, saya ingin sedikit mengenang permainan boy-boyan. Permainan tradisional yang melibatkan 5 – 10 orang anak dalam satu tim ini cukup meriah dan juga murah. Hanya menggunakan potongan genteng sebanyak tujuh buah yang disusun vertikal membentuk menara sebagai sasaran tembak sebuah bola yang dimainkan. Bola yang dipakaipun sederhana. Jika tidak ada bola kasti/bola tenis, biasanya kami akan membuat sendiri bolanya dari kumpulan kertas yang yang dibungkus kantong kresek dan diikat dengan karet.

[caption id="attachment_273750" align="aligncenter" width="611" caption="Begini bola yang kami gunakan ketika tidak ada bola tenis/bola kasti. bola yang terbuat dari kertas dan dibungkus kresek serta diikat dengan karet gelang. biasanya supaya lebih berat, kami menyimpan kerikil kecil di pusat bola agar dapat dilempar agak jauh. (HS.2013)"][/caption]

Sebelum permainan dimulai, kami akan menghitung jumlah peserta permainan. Jika jumlahnya genap, maka akan dibagi menjadi dua sama besar. Tapi jika ganjil, maka salah satu tim harus mengalah dengan jumlah yang kurang satu orang. Terkecuali  jika ada tim yang tidak mau mengalah maka akan ada anggota ada salah satu anak yang berusaha untuk mencari peserta tambahan supaya jumlahnya genap. Cara pembagiannya pun unik. Semua peserta diajak untuk hom-pim-pa terlebih dahulu. Yang telapak tangan menghadap ke atas, akan bergabung bersama-sama. Begitupun yang telapak tangannya telungkup ketika hompimpa, akan menjadi tim lawannya.

Permainan dimulai. Salah satu tim menjadi tim penyerang, dan yang kalah suit akan menjadi tim penjaga. Anak-anak dari tim penyerang akan bergantian melemparkan bola ke arah susunan genteng supaya roboh. Ketika susunan genteng tersebut berhasil ditembak dan roboh berserakan, maka anggota tim penyerang akan berlarian menjauhi anak-anak dari tim jaga. Inilah bagian yang paling meriah. Biasanya kami yang menjadi tim jaga akan berteriak-teriak untuk mengover bola supaya sedapat mungkin berhasil  menembakan bola ke arah anggota badan tim penyerang. Sedangkan tim penyerang akan berusaha sebaliknya, yaitu menjauhi kami tim penjaga supaya bisa menghindari tembakan, dan berusaha untuk menyusun tujuh genteng tersebut menjadi susunan utuh kembali. Jika tidak ada yang terkena lemparan bola oleh tim jaga, dan susunan genteng berhasil kembali disusun tegak, maka permainan berakhir dengan skor 1-0 untuk tim penyerang. Selanjutnya permainan akan diulang seperti itu hingga masing-masing dari kami kelelahan.

Permainan baru akan berakhir ketika matahari sudah mulai tenggelam. Itu artinya kami sudah harus segera menyudahi acara main sore dan bersiap-siap untuk pergi mengaji. Jika salah satu tim belum mampu mengejar skor, biasanya akan terjadi persetujuan untuk melakukan permainan boy-boyan lagi di keesokan harinya.

Permainan boy-boyan ini memang sederhana. Tapi dibalik kesederhanaan itu kami diajarkan tentang bagaimana cara bekerja sama dalam satu tim, yaitu berusaha untuk melindungi kawan supaya tidak terkena tembakan bola lawan. Kami meneriaki kawan untuk menghindar manakala lawan mendekat. Disamping itu, kami juga diajari tentang konsentrasi. Konsentrasi ketika menembakan bola supaya tepat mengenai genteng dan bisa merubuhkannya.

Pelajaran lain yang saya dapat dari permainan boy-boyan ini adalah kami belajar tentang ketepatan dan kecepatan ketika harus menghindari tembakan bola lawan dan menyusun kembali genteng yang berserakan. Selain itu kami juga diajari bagaimana cara bersosialisasi dengan anak-anak sebaya lainnya karena biasanya ketika bermain boy-boyan yang melibatkan banyak orang ini kami dituntut untuk kenal dengan setiap anggota tim supaya tidak salah menembak lawan. Dan satu lagi, kreatifitas kami menjadi terasah karena kami dituntut untuk mampu berkreasi membuat bola yang bisa dilemparkan namun tidak menyakiti lawan main kami.

Sungguh beruntung sekali rasanya, meskipun belum mengenal gadget-gadget canggih yang berisi game-game keren seperti saat ini, namun kami sangat bahagia dengan adanya permainan-permainan macam boy-boyan, gatrik, dan sebagainya.  Dari permainan-permainan sederhana itu, secara tidak langsung, kami sudah diajari bermacam-macam hal  yang mungkin tidak dapat ditemukan pada game-game anak-anak masa kini.

oOo

Sudah lama sekali saya tidak menulis di kompasiana. Tulisan ini saya tayangkan untuk menyemarakan lomba blog Indonesia travel yang disponsori oleh kemenparekraf, dengan harapan semoga anak-anak masa kini memperoleh literature tentang permainan-permainan tradisional yang hampir (atau bahkan mungkin) punah tergerus jaman.(HS)

Bdg10072013.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun