Indonesia berduka pagi ini.
[caption id="attachment_304285" align="alignright" width="223" caption="ilustrasi - matanews.com"][/caption] Masih belum lekang dari ingatan kita, banjir bandang meluluh lantakan sebuah distrik di wilayah timur Indonesia bernama Wasior. Puluhan orang tewas. Bala bantuan datang agak sedikit terlambat mengingat lokasi yang agak sulit dijangkau.
Hari senin (25/10/2010) lalu, negeri ini kembali dikejutkan dengan sebuah tragedi. Gempa berkekuatan 7.2 SR mengguncang bagian barat Indonesia, tepatnya di kepulauan mentawai Sumatera Barat. Gempa yang terjadi senin malam ini diberitakan berpotensi tsunami. Sempat ada pencabutan warning tsunami, tapi apa daya tsunami pun terjadi.
Pada hari yang sama, bagian sentral Indonesia yaitu Jakarta, dikepung banjir. Kemacetan pun merajalela. Saya memantau melalui media internet menggunakan fasilitas tweetdeck, yahoo messenger, facebook, banyak kawan saya yang terpaksa berjalan kaki atau turun di tengah jalan karena kemacetan yang luar biasa parah. Rata-rata rekan saya yang berada di Jakarta baru tiba di rumah di atas jam 23.00 malam. Waktu dimana saya sedang berselimut memantau mereka.
Semalam (26/10/2010) saya menurunkan reportase tentang kondisi terbaru di Mentawai. 112 orang dinyatakan tewas dan ratusan lainnya masih belum ditemukan. Akses menuju mentawai lumpuh. Informasi menjadi simpang siur. Banyak orang masih menunggu kabar terbaru tentang gempa tsunami mentawai.
Pada hari yang sama, Jogjakarta menjadi berita. Gunung Merapi memuntahkan awan panas yang bersuhu hingga 600 derajat celcius. Ribuan orang di beberapa wilayah lereng merapi dievakuasi. Endah Raharjo yang bermukim tak jauh dari merapi mereportasekan bahwa daerah yang parah terkena itu adalah radius 5 km dari gunung teraktif di Indonesia tersebut. Ini adalah salah satu bentuk penyeimbang seorang warga jogja atas berita yang bertubi-tubi tentang kondisi Jogja. Saya kira Mbak Endah membuat reportase tersebut agar kekhawatiran kami tidak terlalu menjadi paranoid.
Pagi ini (27/10/2010), saya kembali memantau pemberitaan tersebut melalui media televisi dan juga internet. Pemberitaan merapi jauh lebih santer ketimbang mentawai. 15 orang relawan dikabarkan menjadi korban ketika melakukan pencarian kuncen gunung merapi, Mbah Marijan. (berita terakhir yang saya dengar malah 24 orang)
Ironisnya, pada saat yang hampir bersamaan pula, seorang menteri, melalui media twitter, malah asyik ber-mention bahwa apa yang terjadi pada negeri ini adalah azab dari Tuhan yang maha Esa. Si menteri asyik berkutat dengan dalil-dalil agama. Sungguh, sebagai penganut agama yang sama dengan si menteri, saya merasa malu. Tidak ada empati sama sekali dari si menteri. Hal tersebut mengundang banyak reaksi. Dan syukurlah, akhirnya si menteri tersadar bahwa tugas dia bukanlah menurunkan dalil. Wadalilu ala dzalika. Dalil-dalil atas kejadian yang terjadi di negeri ini.
Kondisi ironis lainnya, tentang pemimpin tertinggi negeri ini yang sedang berkunjung ke luar negeri. Juga para wakil rakyat yang melancong ke negeri Yunani. Sungguh membuat muak rakyat di negeri sendiri.
Sungguh, Indonesia tengah berduka saat ini. Duka cita atas tragedi yang menimpa bertubi-tubi. Duka cita atas pejabat tinggi yang sudah kehilangan empati. Duka cita atas pemimpin bangsa ini yang kurang tanggap dan lamban dalam menangani permasalahan negeri. Dan duka cita atas rakyat yang diwakili para bedebah yang sibuk mengurus diri sendiri.
Mari bersama-sama menundukkan kepala dan berdoa, semoga ini bukan azab seperti kilah si menteri. Semoga ini adalah Uji untuk menaikan derajat negeri. Semoga segala tragedi membawa hikmah tersendiri di kemudian hari.
Sedikit empati untuk bangsa ini. Karena belum bisa berbuat nyata bagi mereka. (HS)
Kakimanangel, 27102010
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H