Mohon tunggu...
Hadisha Shafa Anasya
Hadisha Shafa Anasya Mohon Tunggu... Mahasiswa - Mahasiswa Politeknik Statistika STIS

Saya adalah seorang mahasiswa Politeknik Statistika STIS yang memiliki ketertarikan besar pada keindahan alam, terutama pantai dan momen matahari terbenam. Bagi saya, suasana pantai dan kehangatan sunset mencerminkan kedamaian dan inspirasi, sejalan dengan semangat saya dalam mengejar ilmu dan menciptakan harmoni dalam kehidupan sehari-hari.

Selanjutnya

Tutup

Healthy

NTB di Puncak Konsumsi Rokok: Tantangan Bagi Kesehatan Masyarakat

11 Januari 2025   17:42 Diperbarui: 11 Januari 2025   17:48 36
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Kesehatan. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Schantalao

Oleh: Arya Samuel Mandy, Hadisha Shafa Anasya, Rezky Maharani (Mahasiswa/i Politeknik Statistika STIS)

Menurut Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 109 Tahun 2012, rokok merupakan salah satu produk tembakau yang dimaksudkan untuk dibakar dan dihisap dan/atau dihirup asapnya, termasuk rokok kretek, rokok putih, cerutu atau bentuk lainnya yang dihasilkan dari tanaman nicotiana tabacum, nicotiana rustica, dan spesies lainnya atau sintetisnya yang asapnya mengandung nikotin dan tar, dengan atau tanpa bahan tambahan.

Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan 30,04 persen pemuda di Nusa Tenggara Barat (NTB) adalah perokok. Publikasi tentang Statistik Pemuda Indonesia 2024 menyebutkan bahwa rata-rata jumlah batang rokok yang dihisap oleh pemuda di Nusa Tenggara Barat sebesar 11-12 batang per hari. Apabila ditinjau menurut provinsi, NTB merupakan provinsi dengan persentase pemuda merokok tertinggi se-Indonesia.

Merokok sering dianggap sebagai komponen budaya dan gaya hidup masyarakat di NTB. Merokok, terutama di kalangan pria, dianggap sebagai simbol kebersamaan dalam beberapa tradisi lokal dan diterima dalam interaksi sosial sehari-hari. Dalam acara-acara adat atau pertemuan komunitas, merokok juga dianggap sebagai bentuk solidaritas yang berdampak pada persepsi masyarakat bahwa kebiasaan ini wajar. 

Selain itu, mudahnya mendapatkan produk tembakau murah telah mendorong peningkatan populasi perokok di wilayah tersebut. Harga rokok yang murah, dengan rata-rata Rp15.000 per bungkus, memudahkan kalangan remaja dan masyarakat berpenghasilan rendah untuk membeli. Selama iklan rokok tersedia di berbagai media, seperti baliho dan sponsor acara olahraga, persepsi masyarakat, terutama anak-anak, tentang merokok juga dipengaruhi. Iklan rokok yang masih bebas di berbagai media, seperti baliho dan sponsor acara olahraga, turut mempengaruhi persepsi masyarakat, terutama anak muda, tentang merokok.

Dampak kesehatan akibat merokok sangat merugikan, baik bagi perokok itu sendiri maupun orang di sekitarnya. Menurut Kementerian Kesehatan, berbagai masalah pernapasan akibat merokok, seperti bronkitis kronis, emfisema, serta Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK). Terpapar secara terus-menerus dengan asap rokok akan merusak jaringan jaringan paru-paru serta terganggunya kemampuan fungsi paru-paru. 

Tidak hanya berdampak pada kesehatan, merokok juga dapat berdampak terhadap sosial. Lingkungan sekitar dapat mempengaruhi remaja bahkan anak-anak untuk mencoba merokok di usia belia. Tidak hanya perokok aktif, orang-orang yang berada di lingkungan sekitar perokok aktif juga dapat terkena dampak langsung asap rokok tersebut. Perokok pasif akan menerima dampak negatif, seperti risiko terkena kanker, penyakit jantung, serta gangguan pernapasan lainnya. Selain itu, individu yang merokok akan mengenyampingkan kebutuhan penting seperti pendidikan anak, makanan berkualitas untuk keluarga, serta kebutuhan penting lainnya sehingga akan meningkatkan kemiskinan. 

Oleh karena itu penting bagi pemerintah dalam menerapkan kebijakan yang lebih ketat terkait promosi serta penjualan produk tembakau. Upaya pencegahan seperti kampanye anti rokok dan bahaya yang ditimbulkan akibat merokok harus ditingkatkan untuk menyadarkan masyarakat. Kesadaran masyarakat tentang bahaya merokok masih rendah, sehingga diperlukan cara yang efisien untuk mengurangi angka perokok di Indonesia serta melindungi generasi penerus banga dari dampak buruk rokok.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Healthy Selengkapnya
Lihat Healthy Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun