Mohon tunggu...
Hadi Ningrat
Hadi Ningrat Mohon Tunggu... Administrasi - Heritage, Psikologi, sosial, Budaya

Urip mung mampir ngumbe (karo mangan)

Selanjutnya

Tutup

Cerpen

Aku Tak Salah Memilihmu

8 Maret 2014   16:24 Diperbarui: 24 Juni 2015   01:08 100
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Cerpen. Sumber ilustrasi: Unsplash

Yanto, mahasiswa yang baru saja lulus dari kuliahnya. Usianya kini memasuki 25 tahun, sambil menunggu panggilan kerja di perusahaan yang dia lamar dia nyambi kerja di percetakan dekat kampus. Posisinya yang sebagai marketing tidak membuatnya kesulitan, karena memang sewaktu jaman kuliah dulu dia memiliki beberapa relasi baik itu swasta maupun instansi pemerintahan. Gajinya tidak besar, tapi cukup untuk menghidupi kehidupan sehari-hari. Bahkan yanto beberapa kali sudah gonta-ganti hp. Pertanda ekonomi sudah mulai membaik. Entah karena memang sudah tak sanggup menahan hasrat ataukah ikut-ikutan temanya, yanto tiba-tiba memiliki keinginan untuk menikah. Menikah dengan gadis pujaan hatinya yang sedari dulu dia sukai namun belum pernah ia utarakan isi hatinya. Kebanyakan teman-temannya yang nikah tidaklah berangkat dalam kondisi mapan, kebanyakan masih merintis dan beberapa masih ada yang masuk level mencoba dalam berusaha. Dari situ yanto merasa terpacu dan tertantang, dalam hatinya sering kali berdengung kalimat motivasi “kalo mereka saja bisa, mengapa saya tidak?”.

Tanpa berpikir panjang lebar, yanto menyusun strategi bagaimana caranya bisa menikahi laras, gadis pujaannya. Melalui perantaranya mirna, yanto menitipkan pesan bahwa ia suka pada laras dan berniat untuk menikahinya. Sebenarnya yanto sendiri ragu, mengingat laras datang dari keluarga terpandang sedang dirinya hanya anak seorang petani. Ayah laras yang seorang lawyer, adalah tokoh terpandang di komplek perumahannya, sedangkan ibunya adalah pengurus partai tingkat kota yang juga cakap dan dikenal oleh kalangan luas. Yanto sadar, bahwa ada ketimpangan yang teramat sangat antara dirinya dan laras. Tapi yanto tetep nekat mencobanya. “Kita tidak akan pernah tau sebelum kita mencoba”, Begitu nasehat dosennya yang selalu ia ingat-ingat.

Di luar dugaan, ternyata laras merespon pesan yanto yang disampaikan melalui temannya, mirna. Diam-diam selama ini laras juga menaruh hati pada yanto. Sebenarnya laras sangat berharap dulu bisa satu departemen bersama yanto ketika mereka sama-sama aktif di lembaga eksekutif mahasiswa, laras tidak berani protes dan hanya bisa diam takut dibilang ada maunya. Padahal memang laras waktu itu sangat ingin sekali satu departemen dengan yanto, tapi rasa malunya yang besar yang membuatnya tidak berani berbicara banyak menolak keputusan musyawarah lembaga eksekutif mahasiswa di kampusnya itu.

Mendengar laras merespon pesannya, yanto senang bukan kepalang. Meskipun yanto tau, perjuangannya masih sangat panjang. Ia belum bertemu orang tuanya dan meminta restu orang tua laras. Bisa saja larasnya mau tapi orang tuanya menolak. Tapi pikiran-pikiran seperti itu keburu ditangkas oleh yanto. Bagi yanto yang terpenting saat ini adalah berusaha dan berusaha. Yanto kemudian mengajak laras ketemuan untuk berbicara lebih lanjut. Laras bersedia bertemu asalkan tidak empat mata, yanto harus mengajak teman sebagaimana laras yang juga didampingi temannya. Hal ini dilakukan laras untuk menghindari fitnah. Akhirnya pertemuan itupun terjadi, ini pertama kalinya mereka bertemu setelah dua tahunan mereka disibukan dengan aktivitas pribadi pasca selesai dari organisasi kampus. Dengan malu-malu bercampur gugup, yanto membuka percakapan

“assalamualaikum laras...”

“waalaikumsalam mas yanto...”

“kabar baik laras...?”

“alhamdulillah mas, mas yanto sendiri bagaimana?”

“alhamdulillah baik, sibuk apa sekarang?”

“sibuk koas mas, mas yanto sendiri sibuk apa? Katanya sekarang kerja di percetakan kampus ya?”

“loh laras kok tau?”

“iya kemaren pas ketemu tanti dia cerita, katanya mas yanto di percetakan kampus”

Setelah sesi basa-basi itu selesai, yanto kembali mengumpulkan kekuatan, menyusun kata-kata yang tepat untuk disampaikan ke laras. Waktu itu kondisi emosional yanto memang sedang tidak stabil. Perasaan senang bercampur gugup campur aduk jadi satu. Ah kasmaran memang selalu bisa mengubah segalanya.

“laras... sebenernya sudah lama aku memendam rasa ini, dan baru hari ini bisa aku utarakan padamu. laras... aku punya kecenderungan padamu, aku berniat menikahimu”

Hati laras bagai diguyur salju, seolah tak percaya perkataan itu muncul dari mulut laki-laki yang ia dambakan selama ini.

“iya...” laras menjawab singkat.

“iya...? maksudnya?”

“aku juga demikian mas...”

“tapi apa kamu yakin mau menikah denganku? Aku Cuma karyawan percetakan, sedangkan kamu adalah calon dokter, belum lagi orang tuamu adalah tokoh terpandang?”

“lantas, apa yang mas takutkan?”

“apa kamu tidak malu, apa kamu tidak takut akan hidup kekurangan bila menikah denganku?”

“mas yanto sudah lupa, bukannya dulu ketika masih di kampus mas sering mengatakan bahwa di hadapan Allah semua manusia sama, yang membedakan adalah kadar keimanannya dan Allah maha kaya, dia akan mencukupi segala kebutuhan hambanya. Kalau memang mas yanto yakin dengan keputusan mas yanto dan yakin dengan pilihan ini, datanglah ke rumah temui ayah dan ibuku”

Antara tertantang dan merasa diberi kesempatan, ia datang ke rumah laras. Kali ini ia tak didampingi seorang temanpun. Karena ia merasa ini perbincangan yang sifatnya privasi.

“jadi maksud kedatangan saya kesini yang pertama adalah silaturahmi ke rumah bapak dan ibu, kemudian yang kedua saya hendak menyampaikan sebuah maksud. Sebelumnya saya mohon maaf bila mungkin lancang kepada bapak dan ibu, pak bu saya jauh-jauh datang kesini bermaksud meminta izin kepada bapak ibu untuk menikahi putri bapak ibu, laras”. Yanto bisa mengucapkan dengan lancar karena memang dia sebelumnya sudah berlatih dan menghafal kalimat ini selama beberapa malam.

“maaf sebelumnya adik ini masih kuliah apa sudah kerja?”

“alhamdulillah sudah kerja pak”

“oh kerja dimana? Perusahaan apa?”

“saya Cuma karyawan di percetakan pak”

“oh karyawan percetakan...”

“iya pak...”

“dik, sebelumnya bapak sama ibu minta maaf, bukannya kami membuatmu surut tapi dik orang berkeluarga itu butuh materi. Kesehatan, pendidikan, sosial semuanya butuh materi, apa dik yanto sudah yakin dengan keputusan adik?”

“saya tau pak, insya allah kalo niat kita baik pasti allah akan kasih jalan. Semua pasti ada jalan keluarnya pak. Saya akan melakukan apapun demi kebahagiaan laras” kalau kalimat ini di luar teks yang dia hafal, kalimat ini spontan keluar dari mulut yanto.

“baiklah dik, sepertinya dik yanto sudah sangat yakin dengan keputusan dik yanto, kami sebagai orang tua hanya diberi amanah tuhan untuk memilihkan calon terbaik untuk anak kami, selanjutnya semua kami kembalikan ke laras. laras bagaimana nak?”

laras tidak bicara dan hanya tersenyum, pipinya kemerah-merahan menahan malu, hatinya berbunga-bunga, perasaanya haru bercampur bahagia, ia senang orang tuanya merestui hubungannya dengan lelaki yang ia dambakan.

***

Tak terasa sudah tiga tahun mereka berkeluarga, kini keluarga kecil yanto dan laras lengkap dengan hadirnya sosok mungil yang mereka beri nama ‘Furqon Abdul Fatah’ hasil buah hati mereka. Pada tahun-tahun pertama mereka tidak menemukan masalah berarti, kalaupun ada itu hanyalah masalah-masalah kecil yang bisa diselesaikan tanpa perlu ribut-ribut. Hingga pada suatu ketika furqon sakit-sakitan dan terpaksa di rawat di rumah sakit. Furqon kecil menderita asma akut dan membutuhkan biaya perawatan yang banyak. Beberapa barang-barang berharga yang ada di kontrakan terpaksa dijual untuk menutupi biaya perawatan furqon, hingga tabunganpun terkuras sedikit demi sedikit. hari-hari laras sebagai seorang dokter honorer di rumah sakit swasta belakangan disibukan oleh aktifitas mengurus furqon kecil, sehingga otomatis penghasilan dari laras berkurang bahkan tidak ada, sedang yanto pendapatannya tidak mengalami banyak perubahan setelah menikah dengan laras, masih segitu-gitu aja. Mereka bingung harus berbuat apa, kontrakan belum dibayar, air pam, listrik juga masih nunggak sementara kebutuhan sehari-hari juga harus dipenuhi dan yang paling mendesak furqon kecil harus segera diobati. Selama ini baik furqon maupun laras memang tidak pernah melibatkan orang tua ketika mereka menemui masalah finansial. sesulit apapun kondisinya, mereka berusaha untuk mandiri dan tidak ingin membebani orang lain. namun kali ini berbeda, mereka benar-benar terdesak. Ekonomi rumahtangga kocar-kacir tidak karuan. Pertengkaran-pertengkaran kecil mulai mewarnai biduk rumahtangga mereka. Tak jarang yanto dan laras adu mulut saling menyalahkan keadaan. Sebagai kepala rumahtangga yanto benar-benar bingung harus berbuat apa, ingin sekali dia berhutang tapi pada siapa? Hingga pada suatu ketika ayah laras menawari bantuan kepada mereka.

“kamu tau, kondisi keuangan kita sedang berantakan. Kalo aku jadi kamu, aku pasti terima bantuan dari ayahmu itu. Sudah lah jangan munafik, kita sedang butuh uang” hardik yanto setengah menyalahkan keputusan laras yang menolak bantuan dari ayahnya.

Laras pun menangis, tiga tahun mereka berumahtangga, baru kali ini yanto memarahi dirinya yang bahkan hal itu tidak pernah dilakukan oleh ayahnya sekalipun, sambil terisak laras berbicara “aku tau kita sedang terdesak butuh uang. aku menolak bantuan ayah bukan karena aku munafik, aku hanya ingin membuktikan pada mereka bahwa aku tak salah memilihmu sebagai suami, aku yakin kita bisa menghadapi ini semua mas”

Yanto terburu-buru memeluk istri yang ia cintai itu “maafkan aku sayang...”

Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI

Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun