Pada tahun 1953, struktur DNA pada makhluk hidup ditemukan. Penemuan ini bak menemukan kunci master dalam game escape room: membuka jalan bagi ilmu pengetahuan untuk memahami asal-usul spesies. Orang-orang penting di balik penemuan ini adalah James Watson, Francis Crick, dan Rosalind Franklin. Tapi, tenang saja, kali ini saya tidak akan membahas DNA sampai bikin kepala berasap. Mari mundur sedikit, ke tahun 1943---sebelum DNA ditemukan.
Di tahun itu, Francis Crick masih sibuk bekerja sebagai insinyur di pabrik ranjau angkatan laut di Portsmouth, sementara James Watson baru mulai kuliah di University of Chicago, bercita-cita menjadi pakar burung alias ornitolog. Rosalind Franklin? Ia sedang berjibaku dengan penelitian struktur batubara untuk pemerintah Inggris, mungkin sambil berpikir, "DNA? Apaan tuh?"
Sementara itu, di Auschwitz, ilmuwan Nazi Josef Mengele sedang sibuk melakukan eksperimen keji. Dengan ambisi eugenikanya, ia mencoba memahami hereditas lewat cara-cara yang jauh dari etika---seperti menyiksa orang kembar dan kegilaan sejenisnya. Ironisnya, semua "penelitiannya" berakhir seperti laptop yang lupa di-backup: tak berguna sama sekali untuk masa depan ilmu pengetahuan.
Fast forward ke seminar pendidikan yang saya ikuti sekitar 3 tahun lalu, seorang pembicara berargumen bahwa 65% dari anak-anak usia SD hari ini akan bekerja di bidang yang saat ini belum ada. Profesi seperti content creator, online marketer, atau... influencer yang kerjaannya cuma "halo guys, selamat datang di channel saya!" Profesi-prosesi ini bahkan tidak terbayangkan 15-20 tahun lalu saat saya masih menempuh pendidikan formal. Dulu, jika ditanya cita-cita anak SD, jawabannya pasti dokter, insinyur, tentara, atau pilot. Coba tanyakan anak SD sekarang, jawabannya bisa jadi youtuber, gamer, atau content creator, profesi-profesi yang 5 tahun lalu bikin saya mikir, "emang bisa ada duitnya?"
Melihat ini, saya jadi berpikir: bagaimana kita sebagai orang tua dapat mempersiapkan anak-anak untuk menghadapi masa depan yang bahkan belum bisa kita bayangkan? Apakah kita harus memaksa mereka jadi "pakar burung" seperti James Watson dulu? Atau membiarkan mereka mencoba segala hal seperti Francis Crick?
Masa depan, ternyata, bukan tentang memprediksi atau menciptakan seperti kata opa Abraham Lincoln. Kita hanya perlu mempersiapkan mental, nilai, dan sikap yang baik pada anak-anak. Mengajari mereka keberanian untuk memilih dan kemampuan beradaptasi dalam menghadapi dunia yang terus berubah.
Karena masa depan itu bukan soal "siapa tahu," tapi soal "siapa berani." Dan keberanian itu, sering kali, dimulai dari rumah. Dari bagaimana kita mendampingi mereka hari ini, memberi ruang untuk bertanya, mencoba, dan gagal---tanpa takut dihakimi.
Follow Instagram @kompasianacom juga Tiktok @kompasiana biar nggak ketinggalan event seru komunitas dan tips dapat cuan dari Kompasiana
Baca juga cerita inspiratif langsung dari smartphone kamu dengan bergabung di WhatsApp Channel Kompasiana di SINI