Mohon tunggu...
Muhamad Hadi Kusumah
Muhamad Hadi Kusumah Mohon Tunggu... -

FRONT Aktivis Rawamangun

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Sikap Ambivalen Jokowi dalam menyikapi tindak Anarki

10 Oktober 2014   18:33 Diperbarui: 17 Juni 2015   21:35 235
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

ambivalen dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) bermkana bercabang dua yang saling bertentangan. Sikap ambivalen juga erat kaitannya dengan lema ambigu, ambiguitas atau ambivalensi dalam KBBI yang memiliki arti bermakna ganda, ketidakjelasan sikap dan bermakna ganda. Sikap ini membuka peluang terbukanya tafsiran makna yang berbeda bagi para pendengar atau pembaca yang memungkinkan berujung pada cara pengambilan kesimpulan yang berbeda. Sedangkan Anarki dalam KBBI bermakna suatu kondisi tidak adanya ketertiban atau suatu hal kekacauan

Sikap ambivalen sangat umum kita temukan pada bidang politik yang sarat akan kepentingan dan gincu-gincu pencitraan pemanis popularitas seorang tokoh atau politisi. Sebagian politisi terbiasa tertangkap basah memilki beda perangai, sikap dan pernyataan dalam menanggapi suatu persoalan yang substansinya sama. Hal ini dapat menunjukkan karakter diri politisi tersbut terbelah dan minim prinsip serta objektifitas. Salah satu tokoh yang sering tertangkap bersikap demikian adalah Joko Widodo yang akrab disapa JOKOWI, calon Presiden RI no urut 2 yang pada tanggal 20 Oktober 2014 mendatang akan dilantik menjadi presiden RI.

Salah satu sikap yang cukup mencolok adalah pernyataan sikapnya terhadap aksi anarki, Dalam suatu konfrensi pers Jokowi ketika menanggapi peristiwa aksi vandal oleh sebagian relawan JOKOWI dan kader PDIP terhadap kantor berita salah satu media elektronik Juli 2014 yang lalu, beliau berkata

"Tapi kan medianya ikut bantu manas-manasin. Salah sendiri manas-manasin. Makanya jangan ikut manas-manasin. Jangan sekali-kali salahkan relawan," kata Jokowi saat konferensi pers di Bandung, seperti dikutip dari Merdeka, Kamis (3/7).

Pada peristiwa tersebut sebagian relawan melakukan kerusakan dan menyoret-nyoret dinding kantor berita tersebut dengan tulisan” PDIP bukan PKI” serta melakukan penyegelan paksa terhadap kantor berita tersebut.

Jokowi juga menambahkan bahwa dirinya tidak memiliki kontrol penuh atas tindakan relawan tersebut, meskipun dalam setiap pemberitaan media Jokowi selalu mengatakan agar semua relawan bersikap santun dan sopan.

Lain dulu lainsekarang, Jokowi seolah lupa dengan pernyataan sebelumnya dan memiliki penilaian berbeda terhadap dua tindakan yang mampu tergolong dalam kegiatan anarki. Jokowi ditemukan memiliki perbedaan sikap ketika menanggapi Aksi salah satu Ormas Islam yaitu Front Pembela Islam (FPI) yang mengadakan aksi menolak Basuki Tjahya Purnama (AHOK) sebagai pemimpin DKI. Jum’at 3 oktober 2014 lalu FPI melakukan Aksi damai menolak Kepemimpinan AHOK di DKI yang dianggap sering menistakan dan melecehkan ketentuan-ketentuan hukum Islam, aksi tersebut berujung rusuh dengan ditandai lemparan batu dan pengrusakan kendaraan oleh massa aksi. Berbagai pihak menanggapi hal ini dengan pendapatnya masing-masing. Salah satunya adalah Jokowi yang sempat diminta pendapat terkait aksi anarki. Headline salah satu media dunia maya berjudul “Jokowi: Ormas yang Anarkis Kita Gebuk”

jokowi mengeluarkan pernyataan bahwa harus ada tindakan tegas terhadap ormas manapun yang melakukan aksi anarki. Seperti kutipan wawancara pada kamis 9 oktober 2014 di Balai Kota Jalan Merdeka Selatan, Jakarta Pusat. “kalau Tindakan Anarkis, jelas, gebuk, pemegakan hokum” tutur Jokowi seperti dikutip dari Detik, kamis (9/10).

Hal menjadi sorotan publik terkait sikap yang berbeda untuk suatu substansi yang sama. Pubik semakin sinis menilai bahwa ada pribadi yang terbelah dan ada sikap yang tak berimbang. Apakah status pegawai Partai yang disandang Jokowi harus melulu membela partai atau relawan meski tindakannya melanggar Hukum? Apakah bagi unsur lain selain kelompoknya jika menyatakan kritik atau bahkan protes dengan tindakan anarki baru ditindak tegas?

Sudah semestinya Jokowi mulai bebenah diri untuk menuju pribadi yang utuh, berdaulat dan berprinsip. Karena sikap ambivalen dan ambigunya akan membahayakan dirinya danbahkan berdampak multitafsir yang mudah menyulut masa bersumbu “pendek” untuk mudah melakukan tindak anarki. Bagi keutuhan NKRI, sikap ambivalen dan sikap membebek seorang pemimpin sangat tidak menguntungkan. Jika memang claimnya adalah pemimpin rakyat dan berasal dari rakyat, sudah saatnya Jokowi menanggalkan dan meningalkan stigma pegawai partai yang melekat pada dirinya, jika tidak demikian selamanya Ia akan dihukumi oleh sejarah dan masyrakat sebagai peminpin yang tak bervisi dan kepribadian terbelah.

Pemimpin berdaulat, Negara berdaulat, maka kesejahteraan rakyat adalah keniscayaan.

Muhamad Hadi Kusumah

Front Aktivis Rawamangun

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun