Mohon tunggu...
Hadi Jakariya
Hadi Jakariya Mohon Tunggu... Jurnalis - Freelancer

Just voicing ideas

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Tahun Baru 2025, Kenapa Saya Memilih Nggak Merayakannya?

2 Januari 2025   07:44 Diperbarui: 2 Januari 2025   07:44 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi merayakan tahun baru. Sumber: freepik

Tahun baru, buat sebagian orang, itu kayak acara wajib. Harus ada perayaan, harus heboh, harus spesial. Tapi tahun ini, saya milih nggak ikut-ikutan euforia itu. Bukan berarti saya anti pesta atau nggak suka suasana ramai, tapi lebih ke alasan personal yang, kalau dipikir-pikir, cukup masuk akal buat saya.

Pertama, ya soal overrated. Tahun baru cuma perubahan angka di kalender, kan? Dari 31 Desember jadi 1 Januari. Tapi entah kenapa, setiap tahun, orang-orang selalu bikin acara besar-besaran, seolah-olah hidup bakal berubah drastis cuma karena angka di akhir tahun ganti. Kenyataannya? Hidup ya tetep gitu-gitu aja. Kalau kamu malas di 2024, ya 2025 bakal sama aja. Jadi buat apa merayakan sesuatu yang secara esensi nggak terlalu signifikan?

Alasan kedua, yang menurut saya cukup penting, adalah soal self-reflection. Saya sadar kalau di tengah segala hingar-bingar kembang api, countdown, dan pesta pora, nggak banyak orang yang benar-benar meluangkan waktu buat mikir, "Apa yang udah aku capai tahun ini?" atau "Apa yang harus aku perbaiki tahun depan?" Tahun baru buat saya seharusnya lebih dari sekedar pesta. Ini momen buat berhenti sebentar, ngambil napas, dan evaluasi diri. Jadi, daripada buang-buang energi di luar, saya lebih suka duduk tenang di rumah, mungkin sambil nulis jurnal atau baca buku.

Ketiga, soal lingkungan. Saya nggak mau sok green warrior, tapi coba deh, berfikir berapa banyak sampah plastik yang dihasilkan dari pesta tahun baru? Berapa banyak polusi udara dari kembang api? Semua demi kesenangan yang cuma bertahan beberapa menit.

Kalau dipikir-pikir, ada banyak cara lain yang lebih ramah lingkungan buat menikmati tahun baru. Tapi ya, orang-orang lebih suka sesuatu yang instan, nggak peduli dampaknya.

Terakhir, soal kebahagiaan yang nggak harus selalu dirayakan bareng orang banyak. Buat saya, tahun baru itu lebih ke soal "aku dan waktu aku". Saya nggak merasa perlu ikutan kumpul-kumpul cuma biar nggak FOMO (Fear of Missing Out). Kalau memang kebahagiaan saya itu simpel, nonton film favorit, makan makanan enak, atau sekadar tidur lebih awal, ya, kenapa nggak? Kita nggak harus selalu ngikutin apa yang "normal" di mata masyarakat, kan?

Jadi, tahun ini, saya milih nggak merayakan tahun baru. Bukan karena saya benci perayaan atau nggak suka seru-seruan, tapi lebih ke soal prioritas dan kesadaran diri.

Buat saya, tahun baru nggak harus dirayakan dengan kembang api atau pesta meriah. Kadang, merayakan hidup itu cukup dengan hal-hal kecil yang bikin kita merasa damai dan bersyukur.

Jadi, kalau kamu kebetulan ngerasa sama kayak saya, nggak apa-apa kok. Nggak ada aturan kalau kamu harus merayakan tahun baru. Dan kalaupun kamu tetap mau merayakan, ya, nikmatin aja. Yang penting, kita tahu kenapa kita melakukannya, dan nggak cuma ikut-ikutan.

Selamat datang, 2025! Mari kita jalani dengan penuh makna, dengan cara kita masing-masing.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun