Mohon tunggu...
IndahS
IndahS Mohon Tunggu... Freelancer - pengangguran berkarakter

penyuka sebuah senyuman karena sebuah senyuman kadang hidup terasa hidup

Selanjutnya

Tutup

Cerpen Artikel Utama

Jangan Menunda Secangkir Kopi, Bisa Sial

12 Januari 2016   22:56 Diperbarui: 12 Januari 2016   23:35 113
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"ada yang tidak boleh di tunda, pertama merindu yang kedua melewatkan secangkir kopi"

Ada secangkir kopi di tanganku sore ini dan rindu-rindu yang belum sempat terbalaskan dalam sebuah pelukan hangat. entah sudah berapa kali kopi menjadi pelarian dikala sepi, saat tak seorangpun mampu memahami setiap getir yang selalu senang singgah tanpa pernah di undang.

juga entah berapa kali pula si kopi menjadi sahabat yang menenangkan dikala kegagalan demi kegagalan selalu setia menjadi hadiah sebuah kerja keras. dan dia selalu penghibur yang mengajarkan untuk tertawa disaat-saat seharusnya aku menangis tersedu-sedu, tertawa untuk menertawakan diri sendiri.

kopiku pula yang selalu menjadi alasanku untuk menunda melakukan bunuh diri ketika hidup terlalu memuakkan. suatu hari rasanya perlu di berikan penghargaan luar biasa baginya karena beberapa kali telah menyelamatkan nyawa orang bodoh yang tetap hidup untuk menunggu mati tanpa mengerti hidup untuk apa.

kopi pula yang menjadi saksi yang tak mampu atau selalu lupa untuk di hadirkan di ruang sidang atas semua kejadian-kejadian besar di republik ini. coba bayangkan ada berapa upaya revolusi yang di lakukan orang-orang kiri yang di dalam lingkarannya selalu ada gelas-gelas kopi. atau diskusi-diskusi para kaum intelek yang berakhir pada sebuah demo esok harinya. kasus perampokan, kasus pembunuhan, kasus pembegalan, kasus korupsi, kasus penculikan dan sebagainya silahkan saja di reka-reka bebas. mereka terjadi karena secangkir kopi bahkan lebih.

dan pasti selalu saja ada jiwa-jiwa yang masih terjaga semalaman suntuk sedang orang-orang lain sedang terlelap atas nama keamanan. atau orang-orang yang semalam suntuk berhadapan dengan secarik kertas untuk sebuah pemahaman baru tentang kemajuan peradaban. yang selalu tidak absen adalah hati hati yang frustasi akan sebuah impian yang selalu berusaha tetap terjaga karena ketakutan akan sebuah kata sesederhana besok. mereka ada karena secangkir kopi bahkan lebih

ada sejuta imajinasi menari-nari di sudut-sudut kepalaku, mereka berlakon begitu indah sambil memperhatikan kehidupan masyarakat sibuk ibukota. bersama kopi aku mengolok-olok ke-kaku-an mereka menjalani hidup dan berakhir dengan mengolok diriku sendiri yang sama tidak kalah menyedihkan dengan mereka.

kadang aku berpikir apa yang sedang di rasakan Tuhan ketika menciptakan kopi. sedang jatuh cintakah?, sedang sedihkah?, sedang rindukah?, sedang bercanda kah? ataukah sedang iseng?. kenapa dia berwarna hitam pekat, rasa pahit yang di tawarkan selalu membawa lagi dan lagi untuk dinikmati kembali. dan kenikmatan terbaiknya da di dasar cangkir yang pada akhirnya tak bisa ku reguk masuk kedalam kerongkonganku tapi harus di ikhlaskan mengaliri saluran-saluran cuci, entah apa rasanya mereka yang dilalui endapan kopiku, nikmatkah? mungkin tuhan sedang mengajarkan berbagi.

mungkin itu akan menjadi pertanyaan yang akan kusimpan dan tidak boleh ku lupa untuk di tanyakan ketika aku bertemu dengan Tuhanku sebelum Dia duluan bertanya tentang hidup yang sempat di titipkan padaku.

suatu hari ibuku bilang "kalo ingin kopi, segera seduh jangan di tunda untuk secangkir kopi. bisa sial"

dan aku tertawa terbahak dan ibuku pun melakukan hal yang sama "kopi keramat nak." sambungnya lagi

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Cerpen Selengkapnya
Lihat Cerpen Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun