Mohon tunggu...
IndahS
IndahS Mohon Tunggu... Freelancer - pengangguran berkarakter

penyuka sebuah senyuman karena sebuah senyuman kadang hidup terasa hidup

Selanjutnya

Tutup

Puisi Pilihan

Gelas-gelas Teh

18 Januari 2016   19:32 Diperbarui: 18 Januari 2016   19:47 218
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

[caption caption="lewat setiap teguknya ku semogakan kau menjadi bagian kehangatan di dalamnya"][/caption]

"Katamu, dalam gelas-gelas Teh selalu ada harapan di dalamnya. sejak saat itu setiap kali aku menikmati Teh kuselipkan sebuah harapan agar Tuhan memberikanmu kepadaku dengan ikhlas"

 

 

Puncak pas Bogor, suatu pagi

seorang perempuan duduk menghadap hamparan luas daun-daun hijau teh, di hadapannya ada dua cangkir teh yang uapnya menari abstrak tetapi mempesona. aromanya mengudara menggoda untuk segera di teguk bebas melewati bibir indah sang penikmatnya. tapi tidak kali ini dengan perempuan yang pandangannya menerawang. pikirannya bertumpuk-tumpuk. batinnya ingin berteriak.

udara dingin menari bebas menjamah tubuhnya yang hanya di lapisi sebuah dress selutut berwarna putih. entah kulitnya terbuat dari apa, ketika orang-orang disekitarnya membalut tubuh dengan berlapis-lapis kain dia malah asik membuat orang lain menatap aneh pada dirinya. tapi dia tidak sadar, atau mungkin tidak perduli. ada perasaan yang lebih dari itu yang sedang berusaha dia bunuh saat ini. bahkan dingin pun tak mampu membunuhnya.

Uap dari cangkir teh menari indah, membentuk imajinasi bagi siapapun yang memperhatikannya. tapi kali ini siapa peduli. sebuah sore tiga hari yang lalu. di tempat yang sama. seorang perempuan dan disamping kanannya ada seorang lelaki yang sedang melemparkan pandangan yang sama kehijaunya tanaman teh yang perlahan tertutup kabut. entah pemandangan apa yang sedang mereka nikmati. yang pasti ada banyak kata yang hendak disampaikan, tapi masih tertahan kelu di lidah mereka. mungkin pengaruh dingin yang merangsek naik sejak tadi.

dua gelas teh di hadapan mereka tak tersentuh sama sekali, sepertinya lamunan mereka terlalu asik. sesekali si lelaki berdehem pelan, seakan mengatur nada untuk sebuah suara yang hampir meloncat dari kerongkongannya. tapi untuk berulang kali gagal. si perempuan hanya diam jutaan kata yang sudah di persiapkan dari rumah kali ini hanya sebuah ejaan yang tak mampu untuk di presentasikan. dia sedang sibuk mempersiapkan air mata saat ini.

gelas-gelas teh itu tidak lagi mengeluarkan aroma. uap-uapnya pun sudah berganti. dingin. seperti yang sedang di adegankan sepasang perempuan dan lelaki di depan mereka. sesaat kemudian tangan sang pria menggenggam tangan perempuan disampingnya, mengalirkan kehangatan."sesuatu yang datang terlambat terkadang harus di ikhlaskan." dan seketika seperti embun mengembang dari sepasang bola mata mengalir indah melewati pipinya. hangat. dan ini jawaban atas perjuangan yang terlambat juga setiap doa  yang beberapa waktu kemarin sempat dia paksakan.

gelas-gelas teh ini saling bertatapan. ketika biasanya dia menjadi penghantar sebuah kehangatan, sebuah senyum, sebuah kebahagiaan. dan sebuah harapan. mengapa kali ini ini dia menjadi saksi sebuah kehilangan. dan untuk pertama kalinya gelas-gelas teh mengetahui mereka terlambat merubah takdir.

perempuan itu mengganti pandangannya, menatap gelas-gelas teh kali ini dengan senyum penuh kebencian. dalam beberapa detik gelas-gelas itu berubah posisi.

sedang ber mil-mil jauh disana seorang pria dengan suara mantap " saya terima.............."

kemudian yang lain bersahut "SAH!!! SAH!!! SAH!!!"

*dan sekali lagi bulir-bulir bening jatuh mengalir menyatu dengan sisa teh yang tak beraturan, kemudian membeku. gelas-gelas teh mulai mengutuki diri karena tak mampu menghentikan duka di depan mereka.

"bukan salahmu, juga salahku. hanya dia datang tak tepat waktu. sedang ikhlas tak cukup menjadi sahabatku"

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun