Mohon tunggu...
Hadi Rahadian
Hadi Rahadian Mohon Tunggu... -

Sang Pembelajar

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Ketika Nonton, Apa yang Didapat

15 Desember 2012   14:07 Diperbarui: 24 Juni 2015   19:35 212
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Televisi sebagai media komunikasi yang memiliki efek massal berfungsi sebagai penerima siaran gambar bergerak beserta suara, baik itu yang monokrom (hitam-putih) maupun berwarna. Juga sebagai kebutuhan primer manusia modern untuk mendapatkan berbagai informasi.

Televisi sebagai media massa tentu mempunyai aturan main sendiri dalam menjalankan fungsinya yang diatur dalam UU No.32 Tahun 2002 tentang Penyiaran. Ada 4 fungsi media massa dalam UU tersebut, yakni; media informasi, pendidikan, hiburan yang sehat, dan kontrol sosial. Faktanya, tayangan-tayangan yang dibuat itu hanyalah sekadar kebutuhan bisnis produksi rumahan saja.

Dalam ilmu komunikasi, dikenal teori peluru (bullet theory) yang di perkenalkan oleh Harold Lasswell era perang dunia 1 tahun 1940. Tujuannya sebagai bentuk teknik-teknik melakukan propaganda pada saat itu. Dalam pengertiannya sendiri, teori peluru ialah teori komunikasi di mana setiap anggota massa memberikan respon yang sama pada stimuli yang datang dari media massa. Sebab teori ini mengasumsikan massa yang tidak berdaya usai ditembaki oleh stimuli dari media massa sendiri.

Teori peluru kini masih dianut masyarakat Indonesia yang mayoritas masih mau disuntik oleh media massa yang tidak semuanya menampilkan informasi yang mendidik. Alhasil, masyarakat hanya bungkam menelan mentah-mentah akan sajian TV yang belum seutuhnya menjadi panutan. Hanya orang-orang yang sadar betul akan efek positif dan negatif televisi yang bisa mengontrol diri mereka memilah tayangan yang berkualitas.

Berbagai tayangan tersaji di televisi. Salah satunya tayangan sinema elektronik atau sinetron. Tampilan sinetron syarat akan simbol-simbol. Dalam sinetron ditampilkan berbagai macam simbol. Simbol tersebut salah satunya terlukis dalam penggunaan bahasa sebagai percakapan di antara pemain sinetron. Jika dahulu menggunakan kaidah Bahasa Indonesia sesuai kaidah EYD, kini pengaruh bahasa gaul berdifusi melalui tayangan televisi berpengaruh pada nilai moral berkomunikasi. Penggunaan bahasa dengan kata-kata gaul seperti “gue”, “lu”,“beib”, “kamseupay”, “ewww”, “kowawa”, “matemacinta”, “menurut ngana”, “romeobilang”, “unyu”, “ciyeee”, “be-be”, “be-be-em”, “kepo”, “cimit-cimitku”.Sehingga, bagi orang awam akan aneh dan wagu ketika mendengar istilah tersebut.

Selain itu, penayangan sinetron pun melaui media (televisi) agar semua khalayak dapat menikmatinya, khalayak berperan sebagai komunikan, karena khalayak yang menerima pesan melaui sinetron yang ditayangkan, sehingga di sinilah letak posisi media sebagai alat interaksi sosial. Sinetron yang diproduksi dan ditayangkan oleh stasiun televisi umumnya memiliki fungsi untuk memberikan hiburan bagi khalayaknya.

Namun disayangkan, tayangan-tanyangan serial drama yang banyak ditonton oleh remaja putri ini tidak mendidik. Hal ini ditunjukkan dengan adanya adegan penindasan dan penggambaran kehidupan yang tidak pantas. Seperti, etika berperilaku terhadap orang tua yang tidak sopan, di tambah lagi banyak adegan bullying yang dilakukanoleh para pelajar. Hal itu memberikan contoh yang tidak baik pada pelajar dan masyarakat.

Sinetron ini juga mengambarkan kehidupan kaum sosialita yang sombong. Sombong dengan berada di kalangan tingkat atas, konglomerat, dan termasyur. Tanpa pernah peduli dengan kaum duafa. Kesenjangan sosial jelas ditampakan sebagai bahan tontonan.

Miris memang, jika negara dengan jumlah umat muslim mencapai 85% ini yang tersebar di Nusantara disuguhkan oleh siaran televisi seperti sinetron yang masih abal-abal sebagaimana terlihat pada saat ini.

Bagi para orang tua hendaknya lebih menuntun buah hatinya untuk memilih siaran TV yang baik, edukatif, juga bernilai moral. Ayo, menjadi pemirsa yang selektif dalam memilih tontonan. Dan tanyalah saat akan memilih tontonan. Ketika nonton, apa yang didapat. []

Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun