Ingat istilah monoloyalitas? Ya, bagi mereka yang pernah hidup di era orde baru pasti tahu istilah ini. Itu adalah 'kewajiban' bagi para birokrat (PNS), pegawai BUMN dan keluarga ABRI untuk memilih Golkar pada tiap pemilu. Jika kita adalah PNS maka otomatis kita adalah Golkar. Maka jangan heran kalau di kantor-kantor pemerintah hasil pemilu pada saat itu Golkar dipastikan menang 100%. Bagaimana jika kita tidak memilih Golkar? Hmm, siap-siaplah Anda untuk dimutasi atau mengalami posisi yang sulit dalam karir Anda sebagai birokrat. Oh ya walaupun ada istilah LUBER (Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia) namun jika kita tidak memilih Golkar akan ketahuan dan akan berakibat pada fatal pada karir kita.
Penulis sendiri ketika itu bekerja magang pada sebuah bank pemerintah di Jakarta Pusat tahun 1993. Kalau tidak salah bulan Juni 1993 adalah pemilu di jaman Orba dengan kemengan Golkar yang gemilang. Namun kemenangan itu sebenarnya jauh dari prinsip-prinsip demokratis karena menggunakan ancaman dan iming-iming. Mereka yang tidak memilih Golkar akan diancam dengan karir yang stagnan, mutasi ke tempat 'kering' atau dirumahkan dini. Sementara iming-iming berupa amplop selalu diberikan pada para PNS dan keluarganya pada saat menjelang pemilu, tepatnya pada saat kampanye. Penulis ingat ketika itu ada acara makan-makan yang diselingi dengan simulasi cara mencoblos Golkar. Ada batang pohon pisang ditutupi oleh baliho ketiga partai peserta pemilu, lalu pak direktur menggunakan bambu runcing menancapkan ke poster bergambar beringin (yang tengah), setelah tertancap semua peserta bertepuk tangan sambil berteriak : hidup Golkar. Setelah acara itu selesai masing-masing mendapat 'amplop' yang lumayan tebal.
Dalam masa reformasi PNS lebih bebas karena asas netralitasnya. Begitu juga karena di masa reformasi Pemilu adalah hari libur atau hari yang diliburkan sehingga intervensi atasan atau instansinya tidak akan sekuat pada jaman orba. Namun selalu ada celah bagi para politikus dalam memobilisasi para PNS dalam pemilu. Dalam pemilukada banyak tokoh incumbent yang menggunakan cara-cara orde baru dalam mendapatkan dukungan, mengancam dan mengiming-imingi.
Sekarang banyak pengusaha yang terjun menjadi politikus dan pengurus partai. Sebutlah nama seperti Aburizal Bakrie, Surya Paloh, dan yang terbaru Hary Tanoesoedibjo. Adalah tidak mungkin apabila Ical tidak memberikan semacam 'wejangan' kepada para karyawan di perusahaan Bakrie Group untuk tidak memilih golkar dan dirinya jika di maju dipencapresan nanti. Begitu juga Surya Paloh pasti telah memberikan arahan kepada para karyawan Media Group apa yang harus dilakukan di pemilu nanti. Yang terakhir adalah raja media yang menangani MNC Group dan sekarang mulai merambah bisnis keuangan, seperti MNC Finance dan lain-lain, pasti 'mewajibkan' semua karyawannya untuk mendukung apa yang dia dukung sekarang.
Maka monoloyalitas di jaman orba akan muncul lagi di pemilu 2014 nanti. Kalau Anda sekarang sebagai reporter, wartawan, kru, sopir, cleaning service di TV One, ANTV atau VIVANEWS.COMÂ maka bisa ditebak apa pilihan Anda nanti. Begitu juga jika Anda bekerja di Metro TV, Media Indonesia, RCTI, MNC TV, Global TV, koran Sindo maka tidak ada pilihan lain buat Anda selain loyal kepada garis yang ditetapkan oleh manajemen perusahaan. Anda merasa tidak bebas? Jadilah freelancer seperti saya...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H