Mohon tunggu...
Mister Hadi
Mister Hadi Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bagi Anda yang tinggal di Bogor/Depok dan sekitarnya dan ingin belajar privat Bahasa Inggris dengan saya, hubungi : 08561802478 (call/WA)

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Mitik...

12 November 2011   18:07 Diperbarui: 25 Juni 2015   23:44 150
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Pernah dengar kata itu? Yang jelas kata itu bukan berasal dari kata "itik" atau " pitik" (ayam dalam bahasa Jawa). Kata "mitik"  adalah kata di komunitas saya untuk menggambarkan seseorang yang terlalu perhitungan atau terlalu komersial. Mungkin Anda pernah mengenal seseorang yang punya sifat mitik, atau mengalami kejadian yang seperti yang pernah saya alami.

Inilah beberapa contoh kejadian itu.

Dulu waktu masih sekolah saya les di sebuh bimbingan belajar. Sebagian anak-anak yang les di situ adalah anak komplek perumahan di dekat bimbel itu. Pada masa itu belum ada hape, mungkin ada tapi hanya beberapa orang kaya saja yang punya, dan itupun orang tua. Wartelpun masih sangat sedikit. Nah kadang beberapa anak yang les selesai les lebih cepat dan ingin menghubungi orang tua atau saudaranya untuk dijemput. Bagaimana caranya? Tentu saja pakai telepon. Dan telepon yang mereka gunakan adalah telepon di bimbel tersebut. Tapi itu tidak gratis karena pihak bimbel menyediakan telepon koin yang tentu saja lebih mahal dari tarif yang di wartel. Bedanya 3 X lipat. Padahal gak semua anak nelepon kenapa gak digratisin saja. Atau bisa saja pegawai bimbel itu menelpon pihak orang tua kalau anaknya minta dijemput. Hmm.. bener-bener mitik nih bimbel.


Kurang lebih sebulan yang lalu saya diundang teman makan-makan di sebuah saung (rumah makan lesehan khas Sunda) di Sawangan Depok. Di area parkir tertulis : "Parkir hanya untuk tamu saung anu...". Selesai makan-makan saya pulang dan mulai me-nyetarter motor saya. Begitu motor saya bergerak maju seorang pegawai saung itu memanggil saya dari belakang. Saya tau dia pegawai atau karyawan saung itu karena mereka mengenakan seragam. Saya berhenti sejenak dan bertanya ada apa. Dia jawab, "bayar parkir mas..". Hah? Saya heran, lalu apa fungsi plang "parkir hanya untuk tamu saung"..? Lalu saya bayar dua ribu dan melesat sambil geleng-geleng kepala.


Kalau Anda tinggal di Kabupaten Bogor pasti pernah pergi ke pasar kaget di perkantoran Pemda Kabupaten Bogor di Cibinong. Pasar kaget ini hanya ada pada hari Minggu pagi. Pengunjung sebagian besar sengaja ingin belanja murah tapi sebagian lagi hanya ingin berolahraga hari Minggu pagi. Nah, yang habis berolahraga biasanya mengisi perutnya dengan sarapan di pinggir-pinggir jalan. Di sana banyak penjual makanan seperti bubur ayam, lontong sayur, ketoprak,  soto ayam, sate padang dan lain-lain. Suatu ketika saya mampir untuk makan nasi dan soto ayam. Selesai makan saya "menagih" minuman. Tapi ternyata pedagang itu tidak menyediakan minuman gratis. Padahal di daerah Bogor air itu gak beli. Tinggal ambil dari sumur dan dimasak, syukur-syukur kalau dikasih teh. Kan enak abis makan soto minumnya teh anget. Saya tambah sebel ternyata di meja lapaknya juga tidak ada tisu. Terpaksa saya harus beli aqua dan tisu di lapak lainnya.


Jika Anda suka bepergian dan kebetulan ingin Sholat di stasiun atau terminal siapkanlah uang minimal tiga ribu rupiah. Kenapa? karena pengelola Mushola di stasiun dan terminal benar-benar komersial. Saya sering Sholat magrib di Stasiun Depok lama ketika kereta yang menuju Bogor hanya sampai stasiun Depok. Di stasiun itu selesai ngambil wudhu harus bayar seribu terus nitip sendal/sepatu harus bayar seribu. Bayangkan penumpang yang sholat pada saat itu puluhan orang. Di terminal bekasi banyak mushola yang terpisah dengan toilet umum walaupun berdekatan. Tujuannya agar orang yang mau sholat ketika pergi ke toilet bayar, ngambil wudhu bayar, trus mereka juga harus menitipkan sepatu mereka dengan tarif yang sama. Saya pernah sholat tanpa menitipkan sepatu tapi begitu selesai sepatu saya sudah ada di rak penitipan dan ada kupon nomernya. Terpaksa saya bayar juga. Kita tau air gak gratis tapi jangan segitunya dong. Bagaimana jika orang yang mau sholat benar-benar gak punya uang?

Nah itulah pengalaman saya. Anda bisa menambahkan pengalaman Anda. Saya yakin banyak orang yang sekarang jadi sangat komersialis atau mitik...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun