Mohon maaf kalau judul di atas terlalu bombastis. Aku hanya ingin menceritakan anaku, Adis Kusumawati Hakiki. Usianya baru enam tahun 10 September nanti dan sekarang sudah duduk di kelas satu SD Islam. Alhamdulillah dia sudah kuat berpuasa sampai Magrib dari hari pertama sampai hari ke sebelas ini hanya "bocor" sekali. Lalu apa hubungannya dengan nasabah Bank Century? Gak ada hubungannya sama sekali. Aku hanya suka menulis soal-soal politik jadi aku jadikan judul. Eh, tapi ada juga sih, kalau mau dihubung-hubungkan. ;)
Hubunganku dengan Adis amat sangat dekat. Aku sering membawanya kemanapun aku pergi tanpa ibunya ikut bersama kami. Itulah sebabnya aku sangat menanamkan sifat-sifat dan nilai-nilai yang menurutku sangat penting bagi seorang anak. Misalnya ketika diberi sesuatu oleh seseorang dia harus ucapkan terima kasih. Mungkin ucapan itu juga diajarkan orang tua lain kepada anaknya. Ya, tapi ada beberapa yang lain yang para orang tua (terutama para orang tua di sekitarku) tidak mengajarkan kepada anaknya yaitu mental anti judi dan mental ingin untung tanpa mau bekerja.
Di sekitar tempatku anak-anak biasanya suka membeli ciki (makanan ringan yang gurih) di warung-warung tetangga. Mereka membeli bukan karena suka makanan itu tapi karena kalau mereka beruntung mereka akan mendapatkan uang di dalamnya. Jika mereka beruntung mereka bisa mendapatkan uang kertas seribuan yang dilipat sampai kecil di dalam plastik, dan jika sedang mujur ada lima uang kertas seribuan dalam satu bungkus ciki. Nah di sinilah mental judi anak-anak itu tumbuh, karena uang yang mereka dapatkan biasanya bukan dipakai untuk jajan makanan lain atau disimpan tapi belikan beberapa bungkus ciki yang lain dengan harapan dapat uang lagi di dalamnya. Anehnya para orang tua senang kalau anaknya dapat uang karena membeli ciki tersebut. Biasanya komenter mereka, "hebat kamu emang pinter milihnya."
Anak kecil memang biasanya tergantung lingkungannya dan orang-orang di sekitarnya, tak terkecuali Adis anakku. Hampir semua teman-teman sebayanya suka membeli ciki itu. Tapi dia berhenti membeli ciki itu ketika ia tahu ayahnya tak menyukainya. Suatu ketika ketika ia mendapatkan uang di dalam bungkus ciki, ia pulang dan berteriak, "yah, Adis dapet duit di ciki ini" sambil menunjukkan uangnya. Tapi aku tidak menunjukkan ekspresi senang seperti layaknya para orang tua yang lain. Aku tidak marah atau melarangnya, aku hanya menunjukkan ekpresi "dingin" beda ketika ia menunjukkan prestasi yang lain seperti sudah bisa baca, sudah bisa naik sepeda, sudah bisa membantu ibunya. Ketika hendak tidur biasanya kami berbincang banyak, dan disitu aku katakan,"nak, kalau kamu mau dapet duit, kamu harus kerja atau jualan..."
Aku menanamkan nasihat itu berulang-ulang, "kalau mau dapet untung kamu harus jual sesuatu dan kalau kamu mau dapet duit kamu harus kerja." Sepertinya ia tahu keinginan ayahnya. Sedari dulu aku sangat ingin merubah mindset bangsa ini tapi apa dayaku aku bukan siapa-siapa dan dianggap melawan arus. Lihatlah orang berlomba-lomba ingin mendapatkan uang dengan ikut kuis-kuis di televisi. Sementara yang lain ingin menanamkan uang dan memakan bunganya. Semakin tingi sebuah bank menawarkan bunga semakin "nafsu" para nasabah menyimpan uangnya. Padahal dua hal tadi dilarang agama : memakan riba dan berjudi atau ikut undian berhadiah yang sifatnya untung-untungan.
Sekarang ia tahu kalau ayahnya tidak suka kuis. Mungkin bagi yang lain ingin ikut-ikutan mengadu keberuntungan tapi bagikku itu adalah penyesatan. Ketika nonton acara-acara menjelang makan sahur, setiap kali ada kuisnya maka aku ganti chanel. Kini ia sendiri yang mengganti saluran ketika ada kuis, dia ikut membenci apa yang aku benci dan mudah-mudahan berlanjut hingga dewasaa kelak. Jika ia sudah remaja kelak aku ingin mengajarkan bagaimana bekerja keras dan bekerja cerdas. Aku juga ingin membuang perasaan gengsi kalau ia harus berjualan sesuatu. Ia pernah berkata, " yah, ntar kalau Adis sudah gede, adis pengin jualan ayam." Mungkin karena ia suka sekali makan ayam goreng. Ibunya mentertawainya tapi aku memberi apresiasi yang sangat tinggi pada cita-citanya.
Oh ya supaya nyambung aku ingin berbicara soal nasabah Bank Century. Selama ini publik menyalahkan pemerintah karena me-bailout Bank Century dan menyalahkan pemilik atau manajemen Bank Century yang licik. Padahal nasabah juga salah menurutku. Mengapa mereka tidak menyimpan uangnya di bank yang reputasinya baik dan banyak nasabahnya. Ya, karena mereka tergiur dengan iming-iming bunga yang besar. Mereka ingin meletekkan uangnya di sana dengan jumlah yang besar, kemudaian uncang-uncang kaki.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H