Begitu sampai di rumah seperti biasa tadinya saya mau mengirimkan tulisan di kompasiana. Ide sudah terpikir sedari tadi ketika bengong di kereta komuter. Sebelum saya log-in, seperti biasa saya melihat judul postingan teman-teman kompasioner. Kemudian melihat tulisan HT, dan tulisan terekomendasi paling atas berjudul : NADINE ALEXANDRA GAGAL DI MISS UNIVERSE 2011 yang dikirim oleh kompasioner bernama Samandayu.
Saya sendiri tidak menyaksikan acara itu karena akhir-akhir ini "puasa" nonton TV. Dijelaskan dalam tulisan itu bahwa Nadine gagal menempati posisi top 16, padahal dia aktif dalam acara-acara yang diselenggarakan oleh panita Miss Universe tersebut dan fasih berbahasa Inggris walau kurang fasih berbahasa Indonesia. Dari tulisan ini saya dapat mengambil kesimpulan bahwa perwakilan Indonesia ini sangat serius dalam keikutsertaan ke kontes tersebut. Maksud saya pihak Indonesia yang mengirimkan dia berharap dengan kefasihan Bahasa Inggrisnya akan dapat dijadikan "nilai tambah" untuk dinilai para juri. Sebab kita sering gagal dalam wawancara karena kwalitas Bahasa Inggris peserta kita yang pas-pasan. Nadine Chandrawinata pernah gagal dalam wawancara ketika menyebutkan Indonesia is a big city (harusnya country).
Kemudian saya lihat komentar-komentar di tulisan ini yang bejibun, dan saya meradang dengan salah satu komentar dari Radix Wp : "Tdk ada alasan bagi Indonesia utk tdk ikut ajang Miss Universe, sementara lbh dari seratus negara di dunia mengikutinya." Aduuhh, maksudnya apa "tidak ada alasan"? Ya banyak alasannya donk : Kita gak pernah menang sehebat apapun wakil yang kita kirim. Kita sudah mengikuti apapun maunya panitia. Kita rajin mengirim wakil kita dalam keikutsertaan kontes itu setiap tahun. Kalau kita kalah padahal sudah mempersiapkan sebaik mungkin bukankah itu pelecahan terhadap wakil kita? Harusnya panitia kontes itu menjelaskan kenapa wakil kita itu sampai 16 besarpun tidak.
Akhirnya komentar-komentar tersebut menjurus ke SARA karena bawa-bawa agama segala. Padahal kalau kita mau jujur kita hanya objek dari permainan globalisasi dunia. Yayasan putri Indonesia sebagi sponsor tunggal pengiriman wakil kita ke ajang Miss Universe telah dibodohi dan ditipu oleh panita kontes itu. Kalau cerdas, harusnya mereka mempertanyakan mengapa wakil kami tidak masuk 16 besar? Apa kekurangan kami? Masalah fisik? Bukankah kontes ini bukan fisik semata yang dinilai? Ibu Moeryati Sodibyo dari Mustika ratu, pliss dech pertimbangkan lagi buat ngirim wakil kita ke kontes itu.
Namun orang Indonesia selalu ada alasan untuk menyikapi kekalahan: ini adalah kemenangan yang tertunda (kalo kalah mulu gimana jeng?)Â kemenangan bukan segala-galanya yang penting kita bisa mempromosikan wisata kita (emang kalo ga ikut kontes ini ga bisa promosiin?) Walau kalah kita mendapat banyak teman di kontes ini (emang kalo ga ikut kontes ga punya banyak teman?) Sebagai duta bangsa dia dapat ikut berperan membantu anak-anak cacat (aduuhh anak-anak cacat dibawa-bawa).
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H