Mohon tunggu...
Mister Hadi
Mister Hadi Mohon Tunggu... wiraswasta -

Bagi Anda yang tinggal di Bogor/Depok dan sekitarnya dan ingin belajar privat Bahasa Inggris dengan saya, hubungi : 08561802478 (call/WA)

Selanjutnya

Tutup

Inovasi

Brand Lebih "Sakral" dari Presiden (Tanya Kenapa?)

30 Oktober 2011   03:25 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:18 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Media. Sumber ilustrasi: PIXABAY/Free-photos

Di KOMPASIANA terutama di kolom politik presiden (SBY) sering dijadikan bulan-bulanan dengan kata-kata yang cukup vulgar, baik dari judul ataupun isi. Seperti, SBY pembohong besar, SBY banci, SBY genit, SBY rampok dan lain-lain. Saya tidak tahu apakah admin membolehkan tulisan-tulisan yang sangat vulgar seperti kata "rampok" untuk kepala negara. Apakah kita boleh mencaci maki presiden yang dipilih oleh mayoritas rakyat dan dilindungi undang-undang seenaknya di kolom ini? Setahu saya ada hal-hal yang dilindungi undang-undang dari penistaan, seperti lambang negara, bendera negara, lagu kebangsaan, dan kepala negara.  Lambang, bendara dan lagu  kebangsaan adalah benda mati dan statis dan kemungkinan dilecehkan relatif kecil, tapi presiden itu  hidup dan  dinamis sehingga kemungkinan dilecehkan sangat besar. Tapi pasti ada undang-undang yang mengatur supaya tidak seenaknya orang mencaci maki kepala negara di forum yang dibaca orang banyak.

Anehnya ketika ada yang mencaci kepala negara tidak ada komentar yang mengingatkan bahwa itu tidak etis. Saya setuju bahwa mengkritik di negara demokrasi adalah sebuah keniscayaan tapi tentu ada etikanya, ada rambu-rambunya. Apalagi kita orang timur yang mempunyai banyak cara untuk menunjukkan ketidaksukaan kita kepada seseorang atau sesuatu. Kebanyakan para komentator malah ikut-ikutan menambahkan caci maki dibawahnya. Ini berbeda jika ada kompasianer yang menuliskan caci maki kepada sebuah brand, pasti ada komentator yang merespon dengan kata-kata : "Hati-hati pak/bu, Anda bisa dijerat dengan pasal pencemaran nama baik dan dipenjara."

Pernah saya membuat tulisan agar para penggemar burger berhati-hati karena ada laporan yang mengatakan bahwa daging sapi yang dipotong itu tidak sesuai syariat. 90% komentator merespon dengan keras dan menyuruh saya hati-hati dengan tulisan itu. Padahal saya tidak menambahkan opini dan menyebutkan restoran burger tertentu.Begitu juga ketika ada kompasianer yang menuliskan keluhanya tentang modem provider tertentu (kali ini dengan menyebutkan brand-nya) sebagai rampok, beberapa komentator menyuruhnya hati-hati karena nanti bisa dituntut. Memang setelah kasus Prita Mulyasari yang curhat tentang layanan rumah sakit OMNI melalui maillist kepada teman-temannya dan berujung penjara, banyak orang trauma menuliskan komplainnya di forum online.

Sekarang orang cenderung berhati-hati menuliskan komplain tentang brand tertentu karena takut dituntut dan dipenjara. Ada yang mengakalinya dengan karakter *  untuk menggantikan beberapa huruf terakhir dari brand tertentu. Semua orang takut masuk penjara. Kalau menghina presiden? Ah itu biasa...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun