Mohon tunggu...
Hadi Jatmiko
Hadi Jatmiko Mohon Tunggu... lainnya -

hanya Orang Biasa yang ingin menjadi Luar Biasa

Selanjutnya

Tutup

Nature

Hujan Di Sumsel: Datang Dijemput, Sudah Datang Di Tendang

28 Oktober 2011   10:47 Diperbarui: 26 Juni 2015   00:23 233
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hobi. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Rawpixel

Masih ingat kejadian musim asap yang menyelimuti Sumsel pada saat kemarau beberapa minggu kemarin, dampak dari Pembakaran Hutan dan lahan oleh perusahaan HTI dan Sawit? Untuk menginggatnya kalian dapat baca disini.

Musim Asap telah membuat pemerintah Sumatera selatan bagai cacing kepanasan karena jika ini terus berlangsung,SEA GAMES yang Cuma berlangsung 10 hari itu, akan terganggu. Untuk itu diputuskan agar di buatlah hujan buatan yang dananya menggunakan uang Rakyat sebesar 10 Milyar. Sedangkan perusahaan pembakar tidak sedikitpun tersentuh oleh Hukum. *hanyaadadiindonesia

Kini Asap tak lagi menyelimuti Sumsel, hujan yang terjadi secara alami (not Buatan) di Bumi Sriwijaya telah membawanya pergi ke ujung sumatera. Yang tersisa hanya tinggal Penyakit ISPA yang diderita oleh 7.000 orang, di dominasi oleh masyarakat kelas menengah kebawa, tanpa sedikitpun tanggung jawab pemerintah dan perusahaan pencipta musim asap tersebut untuk memulihkan kesehatan mereka.

Datangnya hujan yang pada beberapa Minggu lalu sangat diharapkan sampai dengan harus di “jemput” secara paksa. Sekarang telah dianggap petaka bagi Propinsi Sumsel Khususnya Kota Palembang yang pada tanggal 11 Nopember nanti akan menjadi tuan rumah Sea Games.

Wajar jika Pemerintah menganggap kedatangan musim hujan merupakan sebuah petaka, apalagi dengan kondisi menjelang SEA GAMES, karena menurut Data yang di rilis oleh WALHI Sumsel, Propinsi sumatera selatanmerupakan daerah yang selalu mencatatkan dirinya sebagai salah satu Propinsi di Indonesia yang menjadi langganan Banjir.

Selama dua tahun terakhir 2009 – 2010 bencana ekologi banjir di sumsel mengalami peningkatan, di tahun 2009 bencana banjir hanya terjadi 48 kali sedangkan pada tahun 2010 meningkat menjadi 102 kali.

Banjir yang terjadi disebabkan oleh kerusakan Lingkungan di wilayah ULU (DAS MUSI) dari total luas 6,7 juta Hektar yang kini kondisinya masih baik, hanya sekitar 800.000 Ha. Sisanya, telah berubah menjadi wilayah Industri Pertambangan, Perkebunan Kelapa sawit, Hutan tanaman Industri dan Ilegal Logging.

Bencana banjir inipun diperparah oleh kerusakan lingkungan di wilayah Ilir khususnya di Palembang. Menjelang Sea Games banyak terjadi peralihan fungsi kawasan seperti RTH dan rawa rawa yang selama ini berfungsi sebagai daerah tangkapan Air, telah berubah (dirusak) fungsi Menjadi gedung gedung tinggi Seperti Hotel, Café, Mall dan venues Olah raga. Khusus dalam hal perusakan rawa, hal yang paling besar terjadi saat ini adalah di timbunnya Puluhan Hektar rawa di jakabaring menjadi Venues Venues Sea Games artinya ketika hujan menguyur Palembang khususnya di jakabaring (komplek SEA GAMES)air yang turun akan merebut wilayahnya kembali ( banjir) .

Ketakutan Pemerintah akan datangnya Hujan dan banjir saat SEA GAMES, membuat Pemerintah Sumatera Selatan gelap mata dan tidak mensyukuri berkah yang di berikan tuhan didalam setiap hujan yang turun, seperti yang Allah Ta’ala berfirman (yang artinya), “Dan Kami turunkan dari langit air yang penuh keberkahan lalu Kami tumbuhkan dengan air itu pohon-pohon dan biji-biji tanaman yang diketam.” (QS. Qaaf: 9).

Sehingga Pada dua hari yang lalu (26/10) Gubernur sumsel, Alex Noerdin menginstruksikan kepada pihak Badan Penangulangan Bencana Daerah (BPPD) Sumsel untuk meminta Pihak Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), yang kemarin bertugas mendatangkan Hujan di Sumsel. sekarang diminta untuk mengusir HUJAN, harapannya agar penyelenggaraan SEA GAMES nanti dapat berjalan dengan sukses tanpa halangan dan permasalahan.

Tindakan mengusir hujan karena takut Banjir menyerang saat SEA GAMES berlangsung, adalah tindakan yang tidak akan menyelesaikan akar dari persoalan karena sesungguhnya Hujan adalah berkah sedangkan banjir adalah sebuah dampak dari rusaknya Lingkungan Hidup yang sebenarnya disebabkan oleh kebijakan pemerintah sumsel sendiri yang tidak pernah pro terhadap Lingkungan Hidup. Hal ini dapat disamakan dengan pepatah “ Buruk Rupa Cermin di Belah”.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Nature Selengkapnya
Lihat Nature Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun