Hampir dua pekan berlalu sejak Pulau Lombok diguncang gempa. Peristiwa alam yang datang tanpa permisi itu meninggalkan kesan yang begitu dalam untuk warga Lombok. Bagaimana tidak, gempa yang dirasakan tidak sekali melainkan berkali-kali.
Gempa mulai mengguncang pulau Lombok bagian Utara pada hari Minggu malam (5/8). Kekuatannya cukup besar hingga 7 SR. Isu terjadi tsunami pun sempat beredar melalui grup WhatsApp dalam pesan suara 30 detikan.  Terdengar suasana mencekam dengan narasi  suara yang bergetar, pesannya singkat "Siapapun tolong kami".
Meski isu tsunami tidak terjadi, kerusakan yang terjadi di pulau yang sering menjadi tujuan wisata itu cukup parah. Selain bangunan yang luluh lantak, warga Lombok juga menerima teror. Gempa susulan terus mengguncang Lombok, total ada 600-an gempa yang membuat tidur warga yang mengungsi di tenda darurat selalu dicekam rasa ketakutan, mereka kelaparan dan kedinginan.
Ditengah kekalutan warga Lombok dan seiring bantuan makanan, obat-obatan, pakaian dan berbagai kebutuhan lain berdatangan, ada kisah yang cukup menarik. Dari penuturan rekan kerja saya yang kebetulan kelahiran Lombok dan ditugaskan meliput ke daerah Pemenang-Lombok, ia bertemu dengan pribadi yang kuat. Kuat bagaimana? Begini kuatnya.
Juliadi adalah petugas SPBU setempat. Meski dirundung musibah karena rumahnya rata dengan tanah , Juliadi masih bersyukur karena seluruh keluarganya selamat. Satu hal yang membuat teman saya bergetar (bukan karena gempa) Juliadi tetap berdiri tegap menjalankan tugasnya sebagai operator SPBU. Alasannya simpel, ia ingin meringankan warga pengungsi dengan mengantarkan sedikitnya 60 liter Pertamax dan Pertalite untuk penerangan setiap hari.
Juliadi tidak mau memikirkan bagaimana nanti ia kembali membangun rumahnya, atau bagaimana nasib harta bendanya. Baginya yang terpenting adalah keselamatan keluarganya, ya keluarga intinya lalu keluarga setanah kelahirannya. Alasan yang hampir tidak bisa diterima oleh siapapun, terlebih bagi orang yang baru saja kehilangan tempat tinggal dan harta bendanya. Pantaskah jika teman saya menyebutnya Superman? Kalau saya setuju dengan pendapat teman saya, ya dia Superman.
Sampai teman saya kembali ke Jakarta pun, ia masih melihat Juliadi si operator SPBU sibuk mengantarkan bahan bakar ketenda-tenda pengungsian. "Jangan berhenti menjadi pahlawan saudaraku" ucap temanku sebelum beranjak meninggalkan Lombok. Saat itu bantuan sudah mulai sampai ke daerah-daerah terdampak gempa.
Saatnya melanjutkan kerjaan, jam makan siang sudah usai ...
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H