Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Seperti Air dan Jantung, Pasar Rakyat Juga Perlu Dimaknai Setiap Tahun

27 Januari 2017   14:44 Diperbarui: 27 Januari 2017   14:52 167
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Suasana Pasar Ikan di Lamongan, Jawa Timur/dokumen pribadi

Air, sungai, jantung dan buku.

Keempat nama tersebut tentunya sudah sangat akrab dengan kita. Namun, mungkin ada yang belum tahu bila keempat hal yang saya sebutkan itu, masing-masing ternyata punya “hari jadi”. Setiap tahun, ada momen peringatan untuk mengingat kembali makna air, sungai, buku, dan jantung. Melalui momen peringatan itu, diharapkan muncul kesadaran akan pentingnya merawat, melestarikan hingga membiasakan gaya hidup sehat.

Nah, mengacu pada substansi momen peringatan hari air, hari sungai sedunia, hari buku dan jantung itu, sudah seharusnya pasar rakyat juga memiliki “hari khusus” untuk diperingati secara nasional pada setiap tahun.

Bukankah fungsi pasar rakyat juga tidak kalah dashyat ketimbang fungsi air dan sungai sebagai sumber kehidupan, buku yang mendekatkan dan mengakrabkan sesama pembacanya, juga jantung yang mengalirkan nutrisi ke seluruh tubuh?

Memang, masih ada yang melihat pasar rakyat sekadar tempat transaksi ekonomi semata. Hanya melihat yang kasat mata saja. Malahan, ada yang menuduh pasar rakyat belum bisa move on dengan realitas kekinian karena masih saja mempertahankan wajah aslinya yang diidentikkan becek, semrawut, bahkan bau. Namun, menurut saya, anggapan itu muncul karena mereka belum mengenal pasar rakyat secara utuh. Seperti kata pepatah, karena tak kenal maka tak sayang. Kita perlu kenal dengan pasar rakyat.

Berkenalan dengan Pasar Rakyat

Dan, untuk bisa berkenalan lebih dekat dengan pasar rakyat, ternyata tidak bisa sekadar datang melihat pasar sekali atau dua kali, lalu ngobrol dengan pedagang, mem-foto momen, lantas pulang. Tidak bisa begitu. Untuk mengenal pasar rakyat, ternyata harus melalui pendekatan yang intens. Bahkan, terkadang perlu ada ‘mak comblang’ yang bisa mengenalkan kita dengan pasar rakyat.

Mak comblang yang saya maksud adalah mereka yang benar-benar memahami bahwa pasar rakyat itu “punya perasaan”, merasakan pasar rakyat itu seolah hidup dan menghidupi, mengalirkan aliran rezeki, serta merekatkan kedekatan orang yang beraktivitas di dalam nya sehingga tercipta sebuah harmoni. Orang seperti ini benar-benar ada lho. Mereka yang benar-benar jatuh cinta pada pasar rakyat itulah yang bisa mengenalkan dan menularkan kecintaan kepada pasar rakyat.

Akhir tahun 2016 lalu, saya bertemu dan berbincang dengan pria bernama Anton Gautama di Balai Kota Surabaya. Usia nya 40 tahun an. Di awal bertemu, dari cara berpakaian nya yang necis, mudah menyimpulkan dia orang mapan. Dan, setelah ngobrol-ngobrol beberapa menit, benarlah dia seorang pengusaha yang jatuh cinta pada fotografi, dan....pasar rakyat. Kecintaannya pada fotografi dan pasar rakyat, ia wujudkan dalam buku foto tentang Pasar Pabean berjudul “Photography Pabean Passage” yang lantas ia hibahkan ke Pemkot Surabaya sebagai salah satu bukti sejarah Surabaya.

Saya terkagum-kagum mendengar ceritanya perihal proses kreatif mengabadikan segala momen di Pasar Pabean. Hampir setiap hari, selama setahun lebih, dia menyempatkan waktu untuk mendatangi salah satu pasar tertua di Surabaya itu sedari pagi hingga malam, juga di kala panas atau hujan. Biasanya, dia ‘check in’ di warung kopi sembari membaur dan mengobrol dengan banyak orang, mengamati momen yang terjadi, lantas membidiknya dengan kamera.

Di Pasar Pabean, dia mengaku bisa melihat langsung semangat dan kekuatan kebhinekaan yang tergambar dari pedagang dan pengunjung pasar dari berbagai suku yang bisa berbaur akur. Di Pasar Pabean, dia bisa melihat ada banyak kearifan lokal yang muncul lewat cara berpakaian hingga interaksi antara pedagang dan pembeli.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun