Be a well educated woman. If yu educate a man, you only educated a person. If you educated a woman, you educate a generation...
21 April datang. Hari Kartini. Apa yang terbayang dalam benak Anda ketika Hari Kartini, datang menyapa.
Anda mungkin jadi ibu yang super sibuk, berkeliling mencari tempat penyewaan baju/kostum bagi putra-putri nya, lantas mendandani mereka sejak pagi demi bisa merayakan “kartini-an” di sekolah mereka. Anda mungkin sibuk menyiapkan “baju kebanggaan” sejak beberapa hari lalu demi keharusan merayakan kartini-an di kantor masing-masing.
Memaknai Hari Kartini tentunya bukan hanya urusan baju untuk kartini-an. Ada kontemplasi. Ada Perenungan. Hari Kartini bisa menjadi cermin bagi perempuan untuk berikhtiar menjadi wanita yang terdidik. Wanita yang punya semangat untuk maju. Wanita yang tidak hanya sukses dalam karier, tetapi juga sukses dalam rumah tangga, sukses dalam mendidik anak. Seperti kalimat yang saya tuliskan di awal tulisan ini.
Lalu, adakah porsi bagi laki-laki dalam memaknai Hari Kartini? Apakah perayaan Hari Kartini merupakan ekslusivitas gender bagi para perempuan? Ternyata tidak. Laki-laki, utamanya para suami dan para calon ayah, juga bisa mengambil pelajaran penting dalam memaknai peringatan Hari Kartini.
Pelajaran penting itu saya dapatkan dari hasil ngobrol-ngobrol (untuk tidak menyebut wawancara) dengan dokter spesialis obstetri genekologi (ahli kebidanan dan penyakit kandungan) RSUD dr Soetomo, DR Hermanto Surabaya pada awal pekan kemarin. Dokter senior ini mengatakan, Kartini diperkirakan meninggal karena komplikasi persalinan.
Karenanya, bersama beberapa elemen, dia menginisiasi gelaran acara renungan perempuan di malam peringatan Hari Kartini, untuk menggugah kesadaran masyarakat bahwa kematian akibat persalinan sebenarnya bisa dicegah.
“Ibu Kartini meninggal beberapa hari setelah melahirkan. Di kalangan dokter, Ibu Kartini meninggal akibat komplikasi persalinan (mungkin perdarahan, mungkin preeklampsi),” kata pak dokter berusia 60 tahun ini
Memang, tidak ada/belum ada catatan sejarah yang jelas menjelaskan tentang penyebab pasti meninggalya RA Kartini. Tetapi, Kartini meninggal usai melahirkan anak pertamanya yang bernama Raden Mas Soesalit Djojoadhiningrat. Menurut data, Kartini meninggal pada 17 September 1904, empat hari setelah kelahiran anak pertamanya pada 13 September 1904. Inilah benang merahnya. Bahwa Kartini meninggal setelah melahirkan anaknya. Dan itu menyiratkan bahwa sampai akhir hayatnya, pun Kartini masih berjuang, setidaknya untuk anaknya sendiri.
Apa itu preeklampsia? Adalah tekanan darah tinggi yang terjadi pada ibu hamil dan kelebihan kadar protein dalam urine. Tekanan darah ibu hamil dengan preeklampsia biasanya berada di atas 130/90 mmHg. Sedangkan tekanan darah normal manusia sekitar 120/80 mmHg. Ibu hamil bisa dikatakan menderita preeklampsia jika kehamilan ya sudah mencapai usia lebih dari 20 minggu. Eklamsi merupakan “pembunuh terbanyak” bagi ibu hamil.
Data di RSUD dr Soetomo Surabaya, dalam tiga tahun terakhir, ada 180 kasus kehamilan yang berujung sang ibu meninggal. Bila dirata-rata, dalam setahun ada 60 ibu meninggal. Bila dibagi dalam 52 minggu, setiap satu pekan ada satu ibu meninggal. Penyebabnya, kebanyakan ketika dirujuk, si ibu sudah dalam kondisi gawat. Terlambat kontrol.