[caption id="attachment_394115" align="aligncenter" width="587" caption="ilustrasi: FIFA.com"][/caption]
Tengah pekan kemarin (28/1), Luis Filipe Madeira Caeiro Figo mencuri perhatian media dunia. Pria Portugal dengan nama populer Luis Figo ini mendeklarasikan diri maju jadi kandidat presiden FIFA (induk Federasi Sepak Bola Dunia) pada pemilihan Mei nanti.
Figo berani menantang sang incumbent, Sepp Blatter (78 tahun) yang telah berkuasa di FIFA sejak 1998 silam dan kembali berniat memimpin FIFA untuk kelima kalinya. Batas akhir pendaftaran kandidat presiden FIFA sudah ditutup 29 Januari kemarin.
Dibanding beberapa nama kandidat lainnya, Figo (42 tahun) yang paling akhir mengumumkan diri. Mantan pesepak bola lainnya, eks pujaan fans Tottenham Hotspur, David Ginola, lebih dulu jumpa pers soal pencalonannya pada 16 Januari silam. Namun, reputasi yang lebih hebat semasa menjadi pemain bola karena pernah memperkuat klub-klub top seperti Barcelona, Real Madrid dan Inter Milan, membuat blow up berita pencalonan Figo lebih meriah dibandingkan Ginola yang sempat dikabarkan mundur dari pencalonan tetapi kemudian menyatakan “tidak akan menyerah”.
“Dengan senang hati saya mengumumkan pencalonan saya sebagai kandidat presiden FIFA. Sepak bola telah memberi banyak hal dalam kehidupan saya dan sekarang saya ingin memberi kontribusi untuk sepak bola," tulis Figo dalam akun Twitter nya @ LuisFigo.
Selain sang incumbent Sepp Blatter, Figo dan Ginola juga bersaing dengan kandidat lainnya yakni wakil presiden FIFA, Pangeran Ali bin Al Husein dari Jordania, mantan ofisial FIFA Jerome Champagne dari Prancis, dan ketua asosiasi sepak bola Belanda (KNVB), Michael van Praag.
Dalam sebuah wawancara dengan jurnalis CNN, Figo yang pernah menjadi Pemain Terbaik Eropa 2000 da Pemain terbaik Dunia 2001, berharap bisa mengubah citra otoritas sepak bola tertinggi di dunia tersebut, yang belakangan terpuruk. Figo mengaku sudah melakukan pembicaraan dengan stakeholder sepak bola dunia untuk menyampaikan pencalonannya.
"Saya peduli tentang sepakbolaS. aya tidak menyukai apa yang saya lihat terkait imej FIFA, bukan hanya sekarang tapi dalam beberapa tahun terakhir. Sepakbola pantas mendapat yang jauh lebih baik dari ini. (Harus ada) perubahan di kepemimpinan, transparansi, dan juga solidaritas. Saya pikir ini merupakan waktu yang tepat untuk itu," sambung duta besar klub Inter Milan ini.
Bagaimana peluang Figo? Seperti pada umumnya pemilihan pemimpin, bukan sebuah kekagetan ketika sang incumbent menjadi unggulan. Pun dalam pemilihan presiden FIFA kali ini. Namun, terlepas dari seberapa besar peluang Figo dan juga Ginola berhadapan dengan Sepp Blatter, pencalonan beberapa nama harum di sepak bola tersebut, pantas menjadi perhatian. Figo dan Ginola punya modal yang mungkin tidak dimiliki kandidat (baru) lainnya.
Modal pertama tentunya nama tenar yang tidak kalah tenar, bahkan dari Blatter sekalipun. Modal kedua adalah usia relatif muda ( belum disebut tua) yang identik dengan visi segar. Pemikiran segar itu telah dilakukan Ginola yang meluncurkan kampanye dengan menempatkan diri sebagai "juara bagi para penggemar," plus slogan "Memulai ulang Sepak Bola."
Dan modal berikutnya adalah pengetahuan sepak bola yang mereka miliki selama bertahun-tahun berkarier sebagai pesepak bola. Logikanya, dengan pernah terjun langsung ke kehidupan sepak bola, dengan pernah ‘blusukan’ ke lapangan di beberapa negara, seharusnya membuat mereka lebih bisa memahami masalah riil di sepak bola dunia plus solusi yang bisa diambil.
Michel Platini (presiden UEFA) adalah contoh nyata betapa mantan pesepak bola bisa berperan dalam memajukan organisasi bola yang dipimpinnya. Platini, mantan pesepak bola terbaik Eropa 1983, 1984 dan 1985, mencalonkan diri jadi presiden UEFA (induk sepak bola Eropa) pada Juli 2006. Dalam pemilihan 26 Januari 2007, Platini terpilih. Dia menyisihkan sang incumbent, Lennart Johansson yang telah memimpin UEFA selama 16 tahun.
Dan terbukti, selama memimpin UEFA, Platini mampu memunculkan ide-ide segar. Beberapa ide Platini diantaranya memberikan kesempatan kepada pemain “asli daerah” untuk mendapatkan kesempatan bermain seiring maraknya “impor pemain” di Liga-Liga Eropa. Ide itu terwujud dengan mendukung gagasan 6+5 yakni klub-klub di Liga teratas Eropa, harus memiliki enam pemain home-grown dan lima pemain asing.
Platini juga membuka jalan pemerataan bagi klub-klub negara-negara kecil untuk tampil di babak utama Liga Championd dengan membatasi dominasi klub-klub dari negara-negara kuat Eropa. Caranya dengan mengubah rute fase kualifikasi Liga Champions. Bila sebelumnya,di babak kualifikasi, tim-tim dari Italia, Inggris, Spanyol Jerman, Portugal, Prancis, selalu berhadap-hadapan dengan tim-tim dari negara-negara kecil seperti Islandia atau Latvia, rute nya kini diubah. Tim negara besar bertemu dengan tim negara besar di fase kualifikasi Liga Champions. Dan tim dari negara kecil bertemu dengan tim negara kecil pula. Kebijakan itu memperbesar peluang tim dari negara kecil untuk bisa hadir dan berlaga ke fase grup Liga Champions bersama tim-tim raksasa macam Real Madrid, Barcelona, Bayern Munchen atau Chelsea.
Lalu, bagaimana dengan hingar binger pemilihan Ketua Umum PSSI yang juga akan digelar tahun ini? Adakah nama-nama top mantan pesepak bola nasional dengan reputasi bagus dan dengan ide-ide segar yang tampil mengajukan diri sebagai calon ketua umum PSSI? Adakah mantan pesepak bola top nasional yang tertantang untuk memajukan sepak bola nasional lantas berani tampil menantang sang incumbent dan juga nama-nama kandidat yang sudah ada? Atau malah, prosesi pemilihan Ketua Umum PSSI akan kembali diikuti oleh nama-nama itu saja?
Saya kira untuk pertanyaan yang terakhir itu sudah jelas jawabannya. Saya kira, Anda juga sudah mahfum jawabannya.
Andai saja nanti ada mantan pemain nasional yang berani maju ke arena pemilihan Ketum PSSI, saya sekadar menyarankan agar mengilhami pernyataan dari Luis Figo. Begini pernyataan Figo yang bisa dijadikan ilham itu.
"Terkadang Anda berpikir akan kalah, dan Anda justru menang. Terkadang Anda berpikir akan menang, dan ternyata kalah. Itu merupakan keindahan dari olahraga. Itu juga yang terjadi dalam pencalonan ini". (*)
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H