Dua kali meraih trofi Liga Champions. Tiga kali berurutan meraih trofi Liga Spanyol dan trofi Bundesliga Jerman. Menjadi satu-satu nya pelatih yang meraih lima trofi dalam satu musim kompetisi. Dan, selama delapan tahun, telah meraih 21 trofi sejak berkarier sebagai pelatih profesional mulai tahun 2008.
Tidak perlu waktu lama untuk menyimpulkan bahwa pelatih dengan gambaran narasi di atas adalah seorang pelatih berprestasi, jempolan, hebat, top dan entah apa lagi sebutannya. Itu bukti tertulis dari kualitas pelatih itu yang tidak bisa diperdebatkan. Artinya, sang pelatih yang saya sebutkan di atas itu sejatinya tidak perlu membuktikan lagi kepada publik perihal kualitasnya.
Namun, bagi pelatih hebat yang saya maksud itu, dirinya merasa masih perlu untuk membuktikan sesuatu. Anda pastinya tahu siapa dia. Yak benar. Josep “Pep Guardiola i Sala. Bagi Guradiola, kepindahan nya ke Inggris untuk melatih Manchester City adalah demi pembuktian. Membuktikan apa?
Pindah ke Premier League membuat Guardiola punya motivasi baru yang sebelumnya belum pernah ia rasakan. Guardiola merasa, berkompetisi di Premier League seakan membuatnya keluar dari zona nyaman yang selama bertahun-tahun dia rasakan. Bisa saja dia memilih bertahan di Bayern Munchen yang disebutnya sebagai opsi nyaman. Tetapi, dia merasa ada tantangan baru yang sangat menarik untuk diambil. Dan itulah yang dia lakukan.
“Tetap melatih Bayern Munchen tentunya menjadi opsi nyaman bagi saya. Tapi, saya ingin menantang diri saya sendiri. Karena itulah saya di sini. Saya ingin membuktikan diri saya,” ujar Guardiola.

Dan memang, ketika dirinya melatih Barcelona selama empat tahun (2008-2012), Guardiola seakan tak punya lawan sepadan di Liga Spanyol, utamanya di tiga musim pertamanya. Hanya Real Madrid saja yang kerap jadi rival. Sementara Atletico Madrid belum terbangun dari tidur panjanganya. Apalagi, La Liga memang kompetisi yang acapkali dikonotasikan sebagai two horse races.
Setelah “bertapa” selama satu tahun, Guardiola lantas mencoba tantangan baru di Jerman. Dia melatih Bayern Munchen mulai musim 2013/14. Namun, setelah tiga tahun di sana dan bisa selalu juara liga, apalagi dengan margin poin yang cukup jauh dari tim-tim pesaing, rupanya membuat Guardiola dilanda kejenuhan. Karena memang, Bundesliga Jerman juga tidak jauh beda dengan Liga Spanyol. Malah, ketika dia datang, rival abadi Bayern, Borussia Dortmund, justru tengah menurun. Maka, dia pun memutuskan berhenti dan mencoba tantangan baru.

Ya, Premier League memang bak “panggung” yang tepat untuk bagi Guardiola untuk mengirimkan pesan bahwa dirinya memang salah satu pelatih terhebat yang pernah ada di sepak bola. Guardiola seolah berkata, sebelum menjajal Premier League dan bisa menaklukkannya, karier nya belum lengkap.
Karena memang, Liga Inggris sangat berbeda dengan Liga Spanyol maupun Liga Jerman. Memang, sejak 2012 lalu, tidak pernah ada tim Inggris yang bisa tampil di final Liga Champions. Prestasi klub-klub Inggris di level Eropa, masih kalah dengan tim-tim dari Spanyol. Tetapi, untuk kompetisi, Liga Inggris masih yang terketat. Sedikitnya ada empat hingga lima tim yang setiap musim berpeluang merebut gelar.