Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Artikel Utama

Hai Kucing, Semoga Kau Tidak Ikut Dirasuki Kebencian

10 Juli 2017   10:23 Diperbarui: 11 Juli 2017   20:59 744
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber ilustrasi: our-happy-cat.com

Tidak biasanya, kepulangan saya selepas bekerja disambut heboh anak-anak. Tapi kemarin siang berbeda. Baru membuka pintu pagar, kedua anak saya langsung berlarian sembari melaporkan kabar penting:

"Ayah, kucing kecilnya mati. Tadi digigit kucing besarnya tetangga," ujar Sang Kakak. "Tadi salahnya adek karena habis main di luar nggak nutup pagar, jadinya kucing besarnya masuk," imbuh Si Bungsu dengan ekspresi sedih.

Mendengar laporan itu, mata saya langsung tertuju pada tubuh kucing kecil yang mematung. Diam tak bergerak. Di badan kucing itu tampak ada bekas luka. Tampak berseliweran semut-semut yang seperti tidak tahu caranya berduka cita. Jadilah siang yang panas yang harusnya menjadi waktu paling nyaman untuk merebahkan diri di atas kasur, malah berubah jadi prosesi pemakaman. Menggali kubur untuk Si Kucing.

Sungguh kasihan kucing putih mungil yang lahir pas bulan Ramadan lalu itu. Kucing imut yang oleh anak-anak dikasih nama "Roy" itu hanya berumur pendek. Meninggalkan emaknya yang terlihat shock dengan tatapan mata merana.

Sejak kecil, saya terbiasa memelihara kucing di rumah. Dan itu rupanya menurun kepada dua anak saya. Setiap melihat kucing, mereka seperti gemas menggendongnya. Kalau tidak dilarang mamanya, mungkin mereka sudah tidur sama kucing.

Saking sayangnya pada kucing, pernah kejadian pas Maret lalu, petang sepulang kerja, anak sulung saya yang berusia lima tahun, menangis sesenggukan. Ia tak mau berhenti menangis. Penyebabnya, kucingnya yang dua hari sakit tanpa tahu penyebabnya (tahu-tahu pulang ke rumah terpincang-pincang dan suka menyendiri di pojokan kamar mandi), terbujur kaki. Mati. Bahkan, dia masih sesenggukan sembari membantu saya menguburkan kucingnya.

Namun, kejadian sore kemarin lebih tragis. Berdasar olah keterangan versi mereka, kucing kecil yang belum genap sebulan dan biasanya merapat manja di kakinya anak-anak setiap pagi, mendadak diserang kucing tetangga yang badannya jauh lebih besar. Kucing itu tiba-tiba masuk ke halaman rumah. "Diserang kucing garong, ayah," lapor Si Bungsu.

Bagi saya, itu fakta mengherankan. Dulu, kala saya masih bocah dan gemar nonton film kartun Thundercats, Elang Perak (Silver Hawk) ataupun Kura-Kura Ninja yang cuma tayang di TVRI, tidak pernah ada kabar anak kucing mati karena dianiaya kucing besar. Yang ada, kucing gedhe gegeran karena rebutan wilayah ataupun pasangan dengan kucing seumuran.

Entahlah, mungkin si kucing garong itu tengah diliputi kemarahan. Mungkin dia tengah dirasuki kebencian. Mungkin pula kucing-kucing sekarang tengah tertular manusia yang karena kebanyakan baca berita-berita hoaks di media sosial sehingga mudah dirasuki kebencian pada sesama. Lantas, kehilangan kesantunan bahwa yang tua harus mengayomi yang muda dan yang muda kudu menghormati yang tua. Duh, entahlah.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun