Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Anda Pemarah atau Penyabar? Jawabannya Ada di Jalanan

8 Februari 2017   10:31 Diperbarui: 8 Februari 2017   10:43 623
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Apakah Anda tipikal orang yang piawai mengendalikan emosi dalam artian tidak mudah marah? Ataukah, sebaliknya, Anda justru jenis orang yang ‘mudah terbakar’ atau yang kini populer dengan sebutan sumbu pendek? Anda tidak perlu datang ke psikiater untuk mengetahui jawaban pertanyaan ini. Jalanan bisa menjadi jawaban. Anda bisa merasakan sendiri bagaimana kelakukan Anda ketika berada di jalanan yang tengah macet parah.

Ya, Anda yang setiap hari nya menghabiskan waktu berjam-jam untuk “mengukur jalan” dalam perjalanan menuju tempat kerja dan kembali ke rumah, tentunya sudah hafal betapa jalanan bisa menjadi tempat yang mengerikan. Jalanan bisa dengan mudah membuat orang terbakar emosi, mengumpat kasar, marah, bahkan berujung pada ‘debat kusir terbuka’.

Jalanan yang dipenuhi orang-orang dengan latar belakang sosial ekonomi dan pendidikan berbeda, juga beda tujuan, beda menu sarapan dan banyak perbedaan lainnya, memang rentan terjadi kekisruhan. Hanya karena benturan kendaraan yang tidak disengaja, seseorang yang sudah kesal karena terburu-buru, apalagi bayangan terlambat datang ke kantor, bisa sangat marah.

Kejadian seperti itu yang saya temui dalam perjalanan menuju tempat kerja pagi tadi. Malahn dua kali. Yang pertama, TKP nya persis di seberang saya. Ketika seorang pengendara motor matic tiba-tiba turun dari motor nya dan menyumpah serapah pengendara motor di belakangya. Penyebabnya sepele. Si bapak itu tidak terima karena motor nya ‘dicium’ motor di belakangnya. Padahal, anak muda yang dimarahi itu kaget karena si bapak mengerem mendadak. Tapi, karena pikiran sudah panas, terjadilah adu mulut di jalanan. Saya kurang tahu bagaimana akhir ceritanya karena saya kurang berminat mengikuti plot cerita seperti itu.

Lalu yang kedua, saya tidak melihat langsung awalnya. Mendadak, di seberang saya, pengendara motor berusaha mengejar pengendara mobil mahal keluaran terbaru. Lantas, pengendara motor itu berteriak-teriak sambil nggedor pintu mobil itu. Dan, aksi gedor pintu itu pun dibalas bunyi klakson mobil mahal itu. Saya juga kurang berminat mengetahui akhirnya. Tapi yang jelas, si pengendara motor langsung melaju kencang. Mungkin sudah puas bisa melampiaskan emosi nya.

Kapan hari malah lucu. Ketika pulang kerja, ada pengendara motor berboncengan membawa sangkar burung (plus burung di dalam nya). Karena macet, motor bapak pembawa burung itu tersenggol pengendara di belakangnya yang merupakan sepasang anak muda. Spontan, si bapak turun dari motor nya lantas berujar ke anak muda itu: “jangan ngawur kamu, kalau burungnya lepas apa kamu mau ganti”. Saya yang berada persis di sampingnya, mendengar jelas ujaran bapak itu. Sembari melihat si anak muda itu hanya berucap singkat “bapak ngerem mendadak”.  

Ya, jalanan memang bisa menjadi tempat mengerikan. Di jalanan, orang yang biasanya penyabar, karena khawatir telat ngantor atau desakan kepentingan lainnya, bisa menjadi pemarah hanya karena hal-hal sepele. Butuh rasa legowo tingkat tinggi untuk menjaga kepala tetap dingin dan sabar menghadapi insiden di jalanan. Semisal bila pas macet parah, ya mau bagaimana lagi karena jumlah jalannya tetap tapi jumlah kendaraan terus bertambah. Daripada dibuat marah lebih baik dinikmati saja. Toh yang penting sampai. Kecuali bila marah lalu macetnya langsung kelar. Nah itu boleh dicoba.

Kalau khawatir terlambat tiba di tempat kerja karena macet, kita hanya perlu berpikir “besok berarti berangkat nya lebih pagi” agar tidak kena macet. Sejatinya, menjadi pemarah dan penyabar di jalanan ini pilihan. Dan itu tidak ada kaitannya dengan beda pendidikan atau status sosial. Sebab, di jalanan, status itu kadang tidak berbekas, tertutupi oleh emosi yang meninggi. Jadi, Anda pilih menjadi penyabar atau pemarah? Salam

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun