Membandingkan pemain Indonesia dengan pemain dunia, mungkin dianggap berlebihan oleh sebagian orang. Tapi, melihat Ricky Kambuaya bermain, saya merasa menyaksikan aura Ricky Kaka di lapangan.
Ada beberapa kesamaan antara Kambuaya dengan pemain Brasil yang merasakan masa keemasan semasa membela AC Milan itu. Keduanya mendadak mencuat di level tertinggi.
Kambuaya adalah gambaran pemain yang menggapai 'sukses dari nol'. Dia tidak ujug-ujug main di klub besar.
Dia bahkan pernah main di Liga 3. Jebolan klub Pro Duta ini pernah main di PS Mojokerto Putra di musim 2017-18. Lantas pindah ke PSS Sleman sebelum hijrah ke Persebaya mulai tahun 2020 lalu.
Ricky Kaka pun begitu. Memang, dia ngetop di Brasil bersama klub Sao Paulo. Namun, ketika ditransfer ke AC Milan, banyak pihak meragukan kemampuannya. Utamanya karena posturnya yang dianggap ringkih, kurang berotot seperti halnya pemain Brasil.
Yang terjadi, Kaka yang diragukan, tampil meledak di Milan. Meraih gelar Scudetto Serie A, Liga Champions, dan menjadi pemain terbaik dunia di tahun 2007.
Sampeyan (Anda) yang melihat Kaka di masa primenya di Milan, bakal takjub. Baginya, bermain bola serasa sederhana. Baginya, seperti mudah saja berlari melewati lawan lantas mencetak gol lewat tendangan jarak jauh.
Nah, gol Kambuaya tadi malam, mirip dengan proses gol Kaka ketika menjebol gawang klub Skotlandia, Glasgow Celtic, di pertandingan leg II babak 16 besar Liga Champions 2007.
Kala itu, di San Siro, di masa tambahan waktu karena kedua tim bermain 0-0 dalam dua leg, di tengah kebuntuan, Kaka lepas.
Dia menggiring bola dari tengah, melewati bek-bek Celtic, lantas mencetak gol. Bola meluncur di sela kaki kiper Celtic. Di tahun itu, Milan jadi juara Liga Champions usai mengalahkan Liverpool 2-1 di final.
Ada kesamaan lain antara Kambuaya dan Kaka. Bila menengok gaya selebrasi Kambuaya usai mencetak gol, itu merupakan foto copy dari selebrasi Kaka yang mendunia.