Tapi memang, rasanya absurd ketika ada pertandingan final sebuah turnamen digelar dua kali secara home away. Niatnya mungkin biar tim finalis sama-sama merasakan jadi tuan rumah. Tentunya jumlah penontonnya banyak.
Namun, kesakralan final tentu serasa berkurang.
Entah, dulu pihak penyelenggara Piala AFF terinspirasi dari mana. Sebab, turnamen di level atas seperti Piala Dunia dan Piala Asia tidak memberlakukan itu. Begitu juga Piala Eropa ataupun Copa America.
Tim Garuda termotivasi kemenangan atas Malaysia
Selain bisa lebih fokus menatap semifinal, motivasi pemain-pemain Indonesia juga sedang tinggi-tingginya. Kemenangan atas Malaysia terjadi di National Stadium.
Tentu, dengan kembali tampil di stadion yang mulai dibuka pada 30 Juni 2014 tersebut, Asnawi cs akan turun bermain dengan masih membawa aura kemenangan melawan Malaysia.
Selain itu, dari empat pertandingan di fase Grup B yang telah dijalani, terlihat bila permainan Tim Garuda lebih oke ketika bermain di National Stadium yang berkapasitas 55 ribu tempat duduk.
Faktanya, permainan Indonesia saat melawan Malaysia yang menjadi satu-satunya pertandingan Grup B yang dimainkan di National Stadium, terlihat sangat enak dilihat.
Umpan-umpan anak asuh Shin Tae-yong nampak bisa mengalir lancar. Pergerakan Irfan Jaya cs juga lebih mobile. Bisa jadi itu karena didukung kualitas rumput dan permukaan bagus lapangan di stadion.
Bandingkan dengan ketika Indonesia menghadapi Kamboja, Laos, dan juga Vietnam yang pertandingannya digelar di Bishan Stadium. Selain tak punya tribun semegah National Stadium karena hanya berkapasitas 6254 tempat duduk, kualitas lapangan dan support penerangannya tidak se-oke seperti di National Stadium.
Lalu, apa sisi minusnya?