Awal November kemarin, klub Premier League Inggris, Aston Villa yang tengah butuh pelatih, datang meminangnya. Dia tidak menolaknya. Ia mengiyakan pinangan itu.
Gerrard paham, Premier League Inggris adalah kompetisi yang berbeda dari Premier League Skotlandia. Levelnya beda. Tentu saja, tawaran itu menjadi kesempatan baginya untuk naik kelas sebagai pelatih.
Memang, Gerrard jelas bermimpi kelak bisa melatih Liverpool, klub yang identik dengan dirinya. Namanya juga kerapkali disebut sebagai penerus Jurgen Klopp saat pelatih sukses asal Jerman itu selesai.
Toh, Aston Villa bisa menjadi pijakan bagus baginya. Sebab, untuk bisa melatih Liverpool tentu harus punya curriculum vitae yang bagus. Tak sekadar status mantan kapten.
Andai musim ini Gerrard bisa sukses bersama Aston Villa, minimal bisa membawa klub itu ada papan tengah klasemen Premier League, itu jelas akan menjadi branding bagus bagi karier kepelatihannya.
Tantangan Xavi tidak mudah
Namun, meski bermodalkan nama besar semasa menjadi pemain, bukan berarti mereka mendapat keistimewaan. Sebab, dunia pelatih di era kekinian, jauh lebih kejam dari pemain.
Tengok nasib yang pernah dialami Frank Lampard saat melatih Chelsea. Di awal musim 2020/21 lalu, legenda dan top skor sepanjang masa Chelsea ini dipecat karena dinilai tak mampu mengangkat perform tim yang membesarkan namanya.
Xavi dan Gerrard pun akan merasakan begitu. Mereka harus membuktikan bahwa mereka memang pelatih oke. Sebab, bila tidak, bukan tidak mungkin akan muncul tanda pagar #Xaviout atau #Gerrardout. Nasib mereka bisa seperti Lampard.
Menariknya, baik Xavi maupun Gerrard sama-sama mendapatkan tantangan yang tidak mudah dalam melakoni peran barunya. Utamanya Xavi.
Simak fakta berikut.