Sebagai orangtua, saya memang sempat khawatir bila mereka sulit beradaptasi dengan lingkungan sekolah barunya. Cemas bila mereka sulit bersosialisasi dengan teman-teman barunya. Terlebih, tidak satupun teman kelas yang dikenalnya. Sebenarnya ada sepupunya, tapi beda kelas dan jam masuknya juga berbeda.
Namun, saya sadar, mereka semakin bertumbuh besar. Saya harus percaya kepada mereka. Tidak perlu terlalu cemas.
Biarlah mereka belajar berinteraksi dengan teman-teman barunya. Terlebih, selama belajar daring di masa pandemi, mereka sangat minim berinteraksi langsung di luar rumah.
Pola asuh orangtua memengaruhi cara anak bersosialisasi
Itu menjadi tantangan tersendiri bagi mereka di sekolah barunya. Terlebih, sepintas pengamatan saya, tidak semua teman-teman barunya bersikap terbuka.
Ada yang pendiam. Ada yang hanya asyik berbincang dengan teman lamanya tanpa ada keinginan untuk menyapa orang baru di lingkungannya. Karenanya, saya terus memotivasi mereka agar tetap semangat.
Dan, ketika mereka berujar sudah punya teman dan merasa nyaman di sekolah barunya, itu seperti kabar yang menyegarkan. Seperti segarnya bermain bola di tengah guyuran hujan saat masih bocah dulu.
Dan memang, dalam hal kemampuan bergaul dan bersosialisasi dengan teman-teman di lingkungan baru, ada beberapa tipikal anak yang biasa kita temui.
Ada anak yang bertipe pemalu, penakut, dan pemberani. Hingga anak-anak yang sangat mudah bergaul dan akrab dengan lingkungan barunya.
Kenapa bisa begitu?
Saya jadi teringat ketika dulu mewawancara seorang family therapist untuk sebuah majalah. Menurutnya, kemampuan anak dalam bersosialisasi dengan lingkungannya tidak lepas dari pola pengasuhan anak-anak di rumah.