Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Atlet Badminton Suriname Positif, Ginting dkk Jalani Prokes Superketat Jelang Olimpiade

16 Juli 2021   11:29 Diperbarui: 16 Juli 2021   20:21 258
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tim bulutangkis Indonesia yang akan tampil di Olimpiade 2020 saat berangkat ke Tokyo, Jepang beberapa waktu lalu/Foto: badmintonindonesia.org

Para atlet Indonesia yang akan tampil di Olimpiade Tokyo 2020 tidak hanya harus berjuang meraih medali untuk negara. Mereka juga harus menjaga kesehatan selama berada di Tokyo.

Bagi pebulutangkis Indonesia yang pernah tampil di Olimpiade sebelumnya seperti Hendra Setiawan, Mohammad Ahsan, Greysia Polii dan Praveen Jordan, musuh mereka kini ada dua. Tidak hanya lawan yang mereka hadapi di lapangan, tetapi juga ancaman virus.

Pasalnya, gelaran Olimpiade yang sempat ditunda setahun ini masih berada dalam bayang-bayang ancaman Covid-19. Laksana hantu, virus ini tidak kasat mata. Tapi menyeramkan seperti yang ada di film.

Terlebih, data yang dilansir oleh Reuters kemarin, Tokyo saat ini masih memberlakukan keadaan darurat hingga setelah Olimpiade berakhir pada 8 Agustus.

Dikutip dari Kontan, ibu kota Jepang ini mencatat 1.149 kasus Covid-19 baru pada hari Rabu (14/7) lalu. Itu jumlah terbesar dalam hampir enam bulan.

Karenanya, tidak semua publik di negeri Sakura mendukung gelaran Olimpiade. Sebagian masyarakatnya cemas bila event multi olahraga terbesar di dunia ini akan memicu gelombang infeksi.

Memang, selama Olimpiade, penonton tidak akan dizinkan masuk ke tempat-tempat olahraga. Penerapan protokol kesehatan ketat untuk semua kontingen Olimpiade.

Toh, namanya kekhawatiran tidak serta merta hilang. Apalagi, ada ribuan atlet dari seluruh dunia yang akan berada di lapangan dan gelanggang olahraga di Tokyo.

Sebagai contoh, gelaran All England pada Maret 2021 lalu, dihantui Covid-19 yang berujung didiskualifikasinya pemain-pemain Indonesia. Kala itu, rombongan pemain Indonesia dituding berada satu pesawat dengan seorang penumpang yang diketahui positif.

Pemain badminton Suriname gagal tampil karena positif Covid-19

Nah, bayang-bayang kejadian pahit di turnamen All England tersebut belum hilang.

Apalagi, pada Kamis (15/7) kemarin, kejadian pemain bulutangkis dinyatakan positif Covid-19, terjadi lagi.

Dilansir dari Badmintalk_com, pemain bulutangkis Suriname, Sren Opti (24 tahun) yang bakal tampil di Olimpiade Tokyo diketahui positif Covid-19. Ketika hasil tes menunjuk positif, dia pun harus mundur dari Olimpiade 2020.

Suren Opti, pemain kelahiran 16 Mei 1997 menjadi satu-satunya wakil Suriname di bulutangkis. Di babak grup, dia berada di grup H, satu grup dengan pemain top Tiongkok, Shi Yuqi.

Bisa dibayangkan bagaimana kecewanya dia.

Setelah bertahun-tahun berlatih mempersiapkan diri dan menjaga kondisi untuk tampil di Olimpiade, tetapi mimpi itu langsung sirna ketika sudah ada di depan mata. Covid-19 membuyarkan mimpinya.

Hingga kemarin, belum ada kabar dari BWF selaku Federasi Bulutangkis Dunia apakah akan ada pergantian pemain ataukah Suren Opti  dianggap walkover.

Apa yang dialami oleh Suren Opti itu jelas menjadi momok bagi siapa saja. Semoga tidak ada pemain lain yang juga merasakan situasi seperti itu.

Tragedi pemain Indonesia di All England 2021

Pebulutangkis Indonesia pernah merasakannya ketika tampil di All England 2021 lalu.

Rasanya, itu menjadi pengalaman terburuk dalam karier bulutangkis mereka. Bahkan, kecewanya mungkin melebihi pahitnya kekalahan di final.

Bayangkan, imbas karena berada satu pesawat dengan seorang penumpang yang positif, pemain Indoensa diusir dari turnamen.

Ada tiga pemain Indonesia yang sudah tampil dan meraih kemenangan tapi lalu didiskualifikasi. Yakni pasangan ganda putra Hendra Setiawan/Mohamad Ahsan dan Kevin Sanjaya/Marcus Gideon juga tunggal putra Jonatan Christie.

Sementara pemain lain yang masih melakukan pemanasan dan bersiap bertanding seperti Anthony Sinisuka Ginting dan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto, diusir dari arena.

Kala itu, tim Indonesia sempat melakkan protes karena tiga pemain India yang dikabarkan positif, lantas 24 jam kemudian boleh tampil karena hasil tes mandirinya negatif. Padahal, seluruh pemain Indonesia sebelumnya sudah dites dan hasilnay negatif.

Usai diusir dari arena, parahnya lagi, atlet-atlet bulutangkis Indoensia harus berjalan kaki menuju hotel. Tidak ada bus dari tim penyelenggara.

Bahkan, sesampai di hotel, Kevin Sanjaya dan kawan-kawan juga tidak diperbolehkan menaiki lift. Harus menaiki tangga. Lantas, mereka diharuskan melakukan isolasi di hotel selama 10 hari.

Bayangkan bagaimana rasanya, di negara orang, tidak boleh bertanding, tapi malah dipaksa menjalani isolasi di hotel saja.

Tim Indonesia belajar dari kasus di All England

Pengalaman buruk di All England pada bulan Maret itu tentu saja membekas. Belum hilang dari ingatan.

Bahkan, selama berminggu-minggu, warganet Indonesia melampiaskan kekesalannya di akun Instagram BWF. Mereka menuding BWF tidak adil terhadap pemain-pemain Indonesia.

Namun, yang terpenting dari kasus di All England itu sejatinya bagaimana tim Indonesia bisa mengambil pelajaran.

Dan memang, PP PBSI sudah belajar dari itu agar tidak berulang di Olimpiade. Tim Indonesia berangkat ke Jepang jauh-jauh hari.

Tim bulutangkis Indonesia sudah berangkat menuju Jepang pada 8 Juli lalu atau dua pekan sebelum Olimpiade dimulai. Tim terbang dari bandara internasional Soekarno Hatta pukul 23:15 WIB menuju Tokyo. Mereka tiba di sana pada Jumat (9/7) pagi.

Dilansir dari Badminton Indonesia, setibanya di Bandara Haneda Tokyo, sana, tim yang beranggotakan 25 orang (pemain dan ofisial tim) langsung menjalani serangkaian pemeriksaan.

Dari mulai pemeriksaan protokol kesehatan hingga imigrasi. Termasuk tes deteksi Covid-19 melalui metode saliva atau ludah.

Bagi tim Indonesia, itu pengalaman pertama melakukan tes saliva sebagai deteksi virus Covid-19. Selama ini, mereka selalu menggunakan metode swab dengan "colok" hidung dan tenggorokan.

Manajer tim Eddy Prayitno menyebut dari hasil tes saliva, semua negatif. Tim Indonesia disebutnya juga dalam keadaan sehat, happy, dan penuh semangat. "Hasilnya semua negatif," ucap Eddy.

Setelah itu, tim bulutangkis Indonesia menuju Kumamoto untuk menjalani training camp selama 10 hari. Sebelumnya, mereka harus menjalani karantina mandiri selama empat hari sebagai bagian dari peraturan protokol kesehatan yang berlaku di Jepang.

Selama berada di masa karantina, tim Indonesia belum diperbolehkan menjalani latihan terbuka. Mereka hanya berlatih ringan di kamar. Sebab, tidak boleh ada kontak.

Termasuk tes saliva yang digelar setiap hari, dilakukan di kamar masing-masing.

Iwan Hermawan, Kasubid Pengembangan Sports Science yang juga pelatih fisik tim bulutangkis Indonesia menyebut, demi menjaga kondisi, para atlet melakukan latihan stretching di kamar masing-masing untuk memulihkan otot-otot dan memperlancar peredaran darah.

Termasuk juga latihan conditioning dengan gerakan-gerakan senam dengan metode tabata untuk menjaga konsisi daya tahan otot dan cardiovascular mereka.

"Semua latihan saya share di grup yang ada dalam bentuk video instruksional karena kami tidak diperbolehkan kontak dengan yang lain selama menunggu hasil swab kedua," ungkap Iwan seperti dikutip dari badmintonindonesia.org.

Tim bulutangkis Indonesia menjalani training camp di Prefektur Kumamoto selama 10 hari. Lantas, kembali ke Tokyo untuk masuk ke perkampungan atlet dan bersiap tampil di Olimpiade.

Dari gambaran tersebut, bisa dibayangkan bagaimana beratnya perjuangan atlet-atlet bulutangkis Indonesia untuk bisa tampil di Olimpiade.

Sekadar untuk bisa tampil berlatih di lapangan, mereka harus menjalani serangkaian prokes super ketat yang tentu saja itu menguji kesabaran mereka.

Tetapi memang, pandemi telah membuat gelaran olahraga menjadi berbeda. Tidak lag sama. Event olahraga kini menjadi lebih ketat. Utamanya bagi para atletnya. Terlebih dengan situasi yang terjadi di Tokyo.

Toh, seketat apapun, yang penting pemain-pemain tetap sehat dan selamat. Sebab, kesehatan itu kini yang utama. Sehat dulu baru berpikir mengejar prestasi di lapangan.

Sebab, bila pemain dinyatatakan tidak sehat semisal terpapar Covid-19, tentu mereka tidak akan bisa tampil di Olimpiade. Seperti yang dialami pebulutangkis Surinema itu.

Semoga pebulutangkis-pebulutangis Indonesia selalu dalam kondisi sehat bugar dan tampil maksimal di Olimpiade demi menjaga tradisi meraih medali emas. Salam sehat.

Referensi :

https://internasional.kontan.co.id/news/pandemi-para-juara-olimpiade-tokyo-harus-mengalungkan-sendiri-medalinya

 https://badmintonindonesia.org/app/information/newsDetail.aspx?/9553.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun