Dan memang, dulu di bangku kuliah, di mata kuliah komunikasi massa, ada yang namanya Teori Spiral Keheningan.
Bila tidak salah ingat, teori ini menyatakan bahwa terbentuknya pendapat umum dalam masyarakat ditentukan oleh proses saling mempengaruhi antara komunikasi massa, komunikasi antar pribadi, dan presepsi masing-masing individu, serta hubungannya dengan pendapat orang lain dalam masyarakat.
Dalam hal ini, media massa memang punya dampak besar terhadap opini publik. Berita-berita di media massa ikut memengaruhi publik dalam membentuk opini.
Apakah berita Covid-19 memang perlu disetop?
Berita seputar Covid-19 pada dasarnya sama dengan kabar duka. Keduanya punya dua sisi. Sisi baik dan sisi buruk.
Sisi buruknya memang ya itu tadi. Bisa menyebabkan kecemasan berlebih bagi pembacanya. Utamanya bagi mereka yang tidak punya 'pertahanan kuat' ketika mendapati kabar itu.
Namun, informasi duka juga memiliki sisi bagus di masa pandemi seperti ini.
Dengan mengetahui banyaknya orang yang terpapar bahkan meninggal akibat Covid, selain berempati, kita juga menjadi lebih patuh pada protokol kesehatan. Kita juga tidak lagi sembarangan ke luar rumah. Tidak lagi nongkrong di cafe yang biasanya bertemu dengan banyak orang.
Berita seputar Covid yang diulas media juga punya dua sisi. Memang, maraknya pemberitaan seputar Covid-19 bisa memicu adanya kecemasan massal.
Masyarakat jadi panik dan gelisah setiap kali melihat berita soal Covid-19. Bahkan, bukan tidak mungkin kita jadi tersugestimersa bergejala setelah membaca berita mengenai gejala-gejala Covid-19.
Namun, perlu dipahami bahwa jurnalis ketika membuat berita di media, bukan untuk membuat masyarakat resah. Termasuk dalam membuat berita seputar Covid-19 ini.