Tentu saja, kabar duka yang hampir setiap hari muncul itu bisa memengaruhi kesehatan mental. Ketika mengetahuinya, kita bisa menjadi lebih cemas. Bawaannya sedih.
Kita juga bisa menjadi takut berlebihan. Takut bila harus bertemu orang lain. Takut bila kebagian jadwal bekerja di kantor. Atau untuk ke luar rumah sekadar belanja sayur juga cemas. Dibayangi ketakutan bila tertular dan sebagainya.
Padahal, ketakutan dan kecemsan yang berlebihan juga bisa berdampak buruk. Bukan tidak mungkin itu bisa menurunkan tingkat kekebalan tubuh kita.
Menyoal kampanye "Setop Berita Covid-19"
Kabar lonjakan kasus Covid-19 yang terjadi di beberapa daerah juga membuat wajah portal-portal media massa, utamanya media daring, kembali dipenuhi tentang berita Covid-19. Seperti pertengahan tahun lalu.
Ada banyak media daring yang mengabarkan jumlah kematian yang tinggi, keterbatasan kuota rumah sakit, utamanya pelaksanaan Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat sejak tanggal 5 hingga 20 Juli mendatang.
Lagi-lagi berita semacam itu bisa memunculkan kecemasan bagi yang membacanya. Bisa bikin uring-uringan. Terlebih bila mereka merasa mengalami atau terdampak langsung.
Berkaitan dengan hal itu, pada tengah pekan lalu sempat muncul kampanye 'Setop Berita Covid-19' di beragam platform media sosial.
Kampanye ini digaungkan agar media tidak hanya menayangkan berita seputar Covid-19 di tengah meningkatnya kecemasan warga. Malah kalau bisa berita tentang Covid-19 ini disetop.
Secara tidak langsung, kampanye ini mengajak para pemilik media untuk tidak lagi menjadikan berita Covid-19 sebagai 'jualan utama'. Toh, masih banyak informasi menarik dan penting lainnya yang bisa diberitakan.
Kampanye ini mendapat dukungan dari sejumlah warganet. Mereka menganggap pemberitaan terkait Covid-19 yang masif malah akan membuat masyarakat panik dan ketakutan. Ujung-ujungnya bisa menurunkan imunitas masyarakat.