Dalam seminggu terakhir, pengeras suara di musala kampung di sekitar perumahan yang saya tinggali, seringkali 'meraung' selepas Shubuh. Beberapa kali ada pengumuman kabar duka.
Di kampung, memang seperti itu cara warganya untuk mengabarkan berita duka kepada warga lainnya. Memanfaatkan pelantang suara di musala ataupun masjid.
"Assalamualaikum. Innalillahi....telah meninggal dunia bapak....warga RT...."
Dulu, semasa bocah, saya sudah bisa menerka pengumuman duka itu, bahkan sebelum diumumkan.
Pokoknya, ketika pengeras suara di musala mendadak berbunyi padahal belum masuk waktu adzan sholat, berarti ada orang yang meninggal.
Tetapi memang, seingat saya, dulu intensitas pengumuman kabar duka di musala itu tidak pernah sesering seperti sekarang yang seolah hampir setiap hari.
Tidak hanya pengumuman dari pengeras suara di musala, kabar duka juga berseliweran di ruang percapakan WhatsApp. Dari beberapa grup WA yang saya ikuti, hampir setiap hari ada kabar duka.
Ada kawan atau saudaranya kawan yang kita kenal berpulang. Ada pesohor yang meninggal. Hingga kabar ada banyak orang yang tidak kita kenal, pergi untuk selamanya.
Bila dulu pesan broadscast yang dibagikan di grup-grup WhatsApp umumnya berupa tips, motivasi, ataupun humor lucu, kini malah berisikan kabar duka.
Tapi, itulah potret situasi yang sedang terjadi sekarang. Kabar duka merebak seiring kembali tingginya kasus harian Covid-19 setelah sempat menurun.
Ambil contoh di Jawa Timur, dari 38 kabupaten/kota, mayoritas kini masuk zona merah alias tinggi risiko penularannya. Termasuk di kabupaten yang saya tinggali. Hanya sedikit saja yang zona oranye.