Menengok fakta itu, bila mengibaratkan Liga Champions musim ini seperti film, maka tim-tim Italia hanya menjadi pemain figuran.
Sesuai makna figuran di KBBI, tim-tim Italia ibarat memainkan peran yan tidak berarti dalam film/sandiwara. Mereka hanya muncul sekian menit saja.Â
Memang, tidak sekali ini, Italia tak punya wakil di perempat final. Sejak format Liga Champions diterapkan sejak musim 1992/92 (menggantikan European Cup), ini keenam kalinya, perempat final tanpa wakil Italia. Situasi serupa sebelumnya terjadi di musim 2000-01, 2001-02, 2008-09, 2013-14 dan 2015-16.
Ini sekaligus menjadi pertanda, betapa Liga Serie A Italia kini semakin tertinggal dari Liga Premier League Inggris. Bahkan juga tertinggal dari Bundesliga Jerman. Tertinggal dalam konteks konsistensi penampilan tim mereka di Liga Champions.
Kita tahu, Inggris memiliki wakil tiga tim di perempat final. Dini hari tadi, Chelsea menyusul Liverpool dan Manchester City usai mengalahkan Atletico Madrid 2-0.
Sementara Jerman memiliki dua wakil. Yakni Bayern Munchen dan Borussia Dortmund. Tiga wakil lainnya dibagi Spanyol, Prancis, dan Portugal yang masing-masing memiliki satu wakil, yakni Real Madrid, Paris Saint Germain (PSG), dan FC Porto.
Tim-tim Italia kalah kualitas dan minim pengalaman di laga besar
Apa yang sebenarnya salah dengan tim-tim Italia sehingga jeblok di Liga Champions musim ini?
Padahal, di tiga musim terakhir, Serie A kedatangan Cristiano Ronaldo. Pemain top yang sudah lima kali memenangi trofi Liga Champions ini diharapkan bisa membawa Juve juara.
Yang terjadi, prestasi terbaik Juve bersama Ronaldo di Liga Champions sejauh ini hanyalah menjadi perempat finalis di musim 2018/19. Sementara di dua musim berikutnya, terhenti di babak 16 besar. Termasuk musim ini.
Tapi, menurut saya berlebihan bila menganggap Ronaldo yang kini sudah berusia 36 tahun, seolah bisa sendirian membawa Juve juara Eropa.