Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan Artikel Utama

Menengok Perjuangan Anak-anak Desa demi Bisa Belajar Daring

20 Juli 2020   09:50 Diperbarui: 20 Juli 2020   21:31 658
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Ilustrasi belajar daring (KOMPAS.com/RENI SUSANTI)

Anak gadis yang baru naik ke kelas 6 SD ini sempat nebeng "wifi gratis" dari warung kopi (warkop) yang letaknya berseberangan dengan rumahnya. Awalnya sukses. Dia bisa ikut belajar daring dengan memanfaatkan bantuan fasilitas internet dari warkop tersebut.

Namun, cara itu tidak selalu berjalan lancar. Sebab, si pemilik warung kopi seringkali mengubah password wifi di warkop miliknya. Pernah ketika jam belajar daring hendak dimulai, ternyata akses wifinya tidak bisa. Dia pun terkadang harus berpura-pura membeli camilan atau teh hangat di warung kopi demi untuk menanyakan password internetnya.

Memang, si penjaga warung kopi memberitahu passwordnya. Itu membuatnya senang. Tetapi ya lantas diganti lagi (passwordnya). Sehingga, belajar daring dari rumah dengan memanfaatkan wifi warung kopi itupun terganggu. Tidak lancar.

Beruntung, ibunya lantas mendapatkan rezeki lebih. Oleh ibunya, dia lantas dibelikan 'paketan internet' selama sebulan untuk dipakai belajar daring. Harga paketan internetnya pun lumayan. Tapi, demi anak, apa sih yang tidak dilakukan seorang ibu.

Ya, belajar secara daring, mungkin mudah bagi mereka yang memiliki fasilitas internet dan juga peralatan komunikasi seperti gawai maupun laptop. Namun, ceritanya berbeda bagi masyarakat di desa yang penuh keterbatasan. Utamanya bagi masyarakat di desa sehari-hari yang harus berjuang memenuhi kebutuhan keluarganya di masa pandemi ini.

Yang sering terjadi, urusan pendidikan anak ini terkadang harus berbenturan dengan masalah ekonomi yang dihadapi orang tuanya. Sebab, gawai harus dibawa orangtua. Sementara anak butuh untuk belajar. Dan, tidak semua anak seperti Hanif yang bisa ikut orang tuanya lantas belajar daring. Jadinya, pendidikan anak jadi terhambat.

Tentu saja, orangtua akan berjuang sebisanya agar anak-anaknya bisa mengenyam pendidikan. Namun, dengan kesulitan yang mereka rasakan imbas pandemi, pemerintah perlu melakukan intervensi. Dalam artian, ada upaya solutif dari pemerintah untuk mengatasi masalah ini.

Termasuk juga para guru yang tentunya lebih melek teknologi dan mayoritas lebih mudah mendapatkan 'akses' jaringan wifi. Para guru bisa mencari formula pengajaran daring yang tidak memberatkan para orangtua dan murid. Utamanya bagi mereka yang kesulitan mendapatkan akses jaringan internet.

Semisal para guru bisa mendatangi rumah murid yang kesulitan mendapatkan jaringan internet. Bisa dilakukan secara berkelompok, semisal empat atau lima orang wali murid. Bisa juga dengan variasi metode pembelajaran yang tidak sekadar lewat aplikasi percakapan itu, tetapi juga melalui pemberian tugas yang bisa dikerjakan murid dari rumah.

Sebab, ada juga tugas yang diberikan guru malah membuat orang tuanya pergi ke luar rumah demi mendapatkan bahan-bahan pelengkap tugas ataupun untuk mencetak (nge-print) tugas di tempat fotocopy dan percetakan.

Tantangan belajar daring bagi orangtua

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun