Jadon Malik Sancho. Nama ini populer dalam beberapa hari terakhir. Meski sebelumnya, nama pesepak bola asal Inggris berusia 20 tahun ini memang sudah populer. Namun, dalam beberapa pekan terakhir, namanya semakin melejit.
Akhir pekan kemarin, Sancho mencuri perhatian publik lewat selebrasi gol yang didedikasikannya untuk mendiang George Floyd.
Dia menuliskan pesan "Justice for George Floyd" di kaos pelapisnya sebagai bentuk solidaritas sekaligus protes atas tewasnya pria kulit hitam yang kematiannya membuat seantero Amerika Serikat (AS) membara.
"Kita harus bersatu & memperjuangkan keadilan. Kita lebih kuat bersama! #JusticeForGeorgeFloyd," tulis Sancho di akun Twitternya.
Kita tahu, George Floyd merupakan warga kulit hitam yang tewas usai lehernya ditekan oleh lutut polisi Minneapolis, Amerika Serikat, Senin (25/5/2020). Insiden itu menimbulkan gelombang protes dan pecah kerusuhan di AS sana.
Namun, bukan George Floyd yang menjadi 'lakon' dalam tulisan ini. Juga bukan tentang rencana DFB (Federasi Sepak Jerman) yang akan melakukan penyelidikan selebrasi bernuansa politis itu dan bisa saja pemainnya mendapatkan sanksi.
Saya lebih tertarik menyoroti kisah Sancho. Kita tahu, selebrasi tersebut dilakukan pemain muda asal Inggris ini usai membawa timnya, Borussia Dortmund menang 6-1 atas tuan rumah Paderborn (31/5).
Sancho membuat tiga gol di pertandingan itu. Mencetak tiga gol dalam satu pertandingan tersebut, menjadi pengalaman pertama bagi pemain kelahiran 25 Maret 2000 ini di laga formal.
Sancho sempat jadi korban perundungan karena badannya melar
Padahal, dua pekan sebelumnya, Sancho sempat jadi korban perundungan. Ketika kompetisi Bundesliga musim 2019/20 kembali dimulai setelah sempat "mati suri" dua bulan akibat pandemi virus, Sancho sempat jadi olok-olokan di media.
Penyebabnya, ketika para pemain Dortmund berlatih sekembali dari masa karantina, foto penampilan Sancho yang paling disorot. Pasalnya, badannya terlihat melar. Lebih gendut setelah masa karantina.
Beberapa akun Instagram di Indonesia yang mengulas bola, juga ikut memasang foto Sancho berbadan lebar itu. Tentu saja, foto itu direspons tengil hingga jahat oleh warganet. Sancho di-bully oleh warganet, tepatnya pecinta bola di Indonesia.
Dia dirundung (diganggu, diusik menurut makna Kamus Besar Bahasa Indonesia/KBBI) secara verbal oleh warganet karena kondisi fisiknya itu. Dia dianggap 'gagal' menjaga kondisi fisik seharusnya sebagai pesepakbola.
Karena memang, dalam pandangan orang kebanyakan, mana boleh, pemain sepak bola profesional tampil dengan penampakan badan seperti itu.Â
Media dan publik cenderung menganggap atlet sepak bola yang badannya melar sebagai aib. Terlepas mungkin sering "gabut" selama masa karantina dua bulan, dia seharusnya bisa menjaga kondisi.
Apalagi, Sancho selama ini dianggap sebagai salah satu rising star di sepak bola era kekinian. Di usia yang masih 20 tahun, namanya jadi rebutan beberapa klub besar.
Beberapa klub top Eropa seperti Liverpool, Manchester United, Manchester City, hingga Paris Saint Germain, dikabarkan tertarik merekrutnya di akhir musim ini.
Dan memang, Sancho menerima "hukuman" dari penampakan kondisi fisiknya selepas masa karantina itu. Ketika Dortmund bermain melawan Schalke sebagai penanda Bundesliga kembali bergulir pada 16 Mei lalu, Sancho yang merupakan pemain inti, tidak dimainkan oleh pelatih Dortmund, Lucien Favre.
Pelatih asal Swiss itu baru memainkan Sancho di 10 menit akhir. Ketika Dortmund sudah unggul 4-0. Pekan berikutnya, ketika Dortmund melawan Wolfsburg, Sancho tetap mengawali laga dari bangku cadangan.
Meski, kali ini dia mendapatkan menit bermain lebih banyak. Dia baru dimainkan di menit ke-65. Dan, 13 menit berada di lapangan, Sancho membuat umpan berujung gol (assist) untuk Achraf Hakimi yang membuat Dortmund unggul 2-0 dan menjadi skor akhir di laga itu.
Lalu, ketika Dortmund menghadapi musuh bebuyutannya, Bayern Munchen (26/5), Sancho dimainkan di awal babak kedua.
Sayangnya, Dortmund yang sudah tertinggal 0-1, tidak mampu mencetak gol dan akhirnya kalah. Mereka pun kehilangan peluang mendekati Bayern dalam upaya perburuan gelar Bundesliga Jerman.
Cara keren Sancho menjawab "bully-an"
Namun, pendukung Dortmund yang masih belum boleh datang ke stadion, memiliki kabar bagus. Kondisi dan penampilan Sancho terus membaik seperti sebelum Bundesliga dihentikan.
Puncaknya, Sancho tampil keren saat Dortmund mengalahkan Paderborn 6-1 pada (31/5) akhir pekan kemarin. Dimainkan sebagai starter di belakang striker dalam formasi 3-4-2-1, Sancho membuat tiga gol.
Ya, tahu-tahu, Sancho yang dua pekan lalu di-bully habis-habisan oleh warganet, badannya sudah kembali 'normal' seperti atlet pada umumnya. Tidak ada lagi penampakan perut yang melar.
Tentu saja, kita yang tinggal melihat Sancho bermain di lapangan, mungkin baru tersadar ternyata badannya sudah kembali atletis lagi. Namun, tanpa perlu berpikir panjang, kita pasti paham bahwa Sancho pastinya telah berlatih keras demi mengembalikan bentuk tubuhnya.
Ya, sejak penampakan badannya yang melar di media sosial pada dua pekan lalu, Sancho pastinya lebih banyak menghabiskan waktu di gym untuk berlatih fisik.
Selain untuk melemaskan kembali kaki-kakinya di lapangan, dia juga berusaha 'membakar lemak' di badannya agar bisa kembali 'ringan' berlari. Karena memang, kecepatan lari dan olah bola, menjadi 'senjata utamanya' sehingga menjadi rising star seperti sekarang.
Apa pelajaran dari Sancho?
Sebagai publik figure yang menjadi sorotan banyak orang, Sancho tahu bagaimana caranya menangani perundungan, bahwa bully-an tidak perlu direspons berlebihan. Semisal membalas nyinyiran warganet dengan cara kasar. Apalagi bersikap drama playing victim.
Sebagai pesepak bola yang 'tempat kerjanya' di lapangan, Sancho tahu cara terbaik dalam membalas perundungan. Yakni dengan tampil bagus di tempat kerjanya setelah bekerja keras agar kondisi fisiknya memungkinkan untuk tampil bagus.
Itulah yang terjadi. Dia membalas perundungan dengan torehan tiga gol ke gawang lawan. Dia membungkam para tukang bully di media sosial dengan memperlihatkan bentuk badannya yang kembali seperti "roti sobek".
Malah, para pembully-nya dan para haters yang boleh jadi mayoritas hanya tukang rebahan, mungkin dari awal membully hingga kini, tetap saja menjadi kaum rebahan.
Ya, seperti Sancho yang sejatinya juga pekerja seperti kebanyakan orang yang bekerja di kantoran maupun perusahaan, balaslah perundungan dengan cara yang tepat. Dengan penampilan bagus dan karya nyata di tempat kerja.
Salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H