Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Inovasi Pilihan

Hari Buku Nasional, Setop "Budaya" Minta Buku Baru Gratisan

17 Mei 2020   13:26 Diperbarui: 17 Mei 2020   13:29 93
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Hari Buku Nasional 17 Mei 2020, bisa menjadi momentum untuk lebih menghargai buku. Salah satu cara dengan berhenti meminta buku baru gratisan ke penulis buku/Foto: Legal Era Indonesia

Pendek kata, cerita berproses menulis buku dari awal hingga jadi, itu panjang ceritanya. Mungkin seperti cerita drama Korea yang kisahnya bersambung dari episode ke episode lainnya.

Saya pun pernah melalui proses panjang penulisan buku itu. Ketika menulis buku "self publishing" yang ditulis sendiri, dicetak sendiri, dijual sendiri. Untungnya tidak dibeli sendiri hehe.

Pernah juga merasakan mengirimkan naskah buku ke penerbit daring yang lantas bukunya dicetak dan dijual. Hasil penjualannya lantas dibagi antara penerbit dan saya selaku penulis.

Termasuk bila menulis buku sebagai "penulis hantu (ghost writer). Semisal menuliskan profil diri maupun profil usaha seseorang. Itu juga butuh beberapa kali proses wawancara. Lalu men-transkripnya ek dalam tulisan. Kemudian dirangkai menjadi tulisan. Diedit. Hingga disetujui untuk dicetak.

Pendek kata, menulis buku itu butuh usaha lebih dibandingkan membaca. Capek pikiran. Juga lelah badan. Bahkan, bila terlalu memforsir keinginan menuntaskan menulis buku, bisa berdampak pada kesehatan.  

Setop meminta buku gratisan ke penulis buku

Nah, merujuk semua uraian tentang perjuangan menulis buku, saya seringkali gregetan melihat respons dari beberapa orang ketika ada seorang kawan yang menulis buku, lantas bukunya selesai dan dipajang di media sosial.

"Selamat ya atas terbitnya bukunya. Boleh dong kirim satu buku ke rumah," begitu tulisan komentar di laman komentar

Ya, pernah merasakan beratnya berproses menulis buku, saya bisa berempati dengan mereka yang menulis buku. Rasanya gregetan bila membaca kalimat seperti itu. Meskipun kalimat itu bukan ditujukan untuk saya.

Dan memang, ada beberapa orang yang malah terang-terangan meminta buku secara gratisan. Tidak cukup gratisan, malah ditambahi permintaan plus tanda tangan penulisnya.

Kalau memang sudah berteman baik, apa salahnya meminta gratisan? Justru, bila merasa berteman baik, dia akan menjadi orang terdepan yang menghargai karya temannya. Bahkan ikut mempromosikan buku tersebut ke kawan-kawan lainnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Inovasi Selengkapnya
Lihat Inovasi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun