Sebelumnya, saya harus wira-wiri. Dari rumah sakit kembali ke rumah, lantas kembali ke rumah sakit. Saya harus menyiapkan beberapa 'kebutuhan' istri mendampingi si bungsu 'pindah tidur' di kamar rumah sakit. Termasuk bekal untuk sahurnya. Â
Selama ke rumah sakit untuk beberapa jam, saya pun meninggalkan si kakak yang baru kelas 3 SD dan sedang berpuasa, sendirian di rumah. Sembari berpesan, bila ada tamu, jangan dibukakan pintu. Kembali ke rumah menjelang Ashar, lantas balik ke rumah sakit setelah berbuka.
Malam hari menjadi momen paling sulit. Ketika berpamitan dengan istri dan melihat si bungsu yang terlelap dengan 'belalai infus' melekat di tangannya. Ayah mana yang tidak terpukul melihat anaknya tertidur di atas bed di kamar rumah sakit.
Sekembali di rumah, berdua dengan si kakak, mendampinginya tidur. Ketika dia sudah terlelap, di tengah badan dan pikiran lelah seharian, masih ada 'pekerjaan rumah' yang harus diselesaikan. Ada beberapa pekerjaan menulis. Termasuk menulis untuk program Samber THR Kompasiana.
Sempat khawatir tidak bisa bangun sahur tepat waktu karena baru tertidur menjelang tengah malam. Syukur, bisa terbangun sekitar pukul 3 untuk menyiapkan makan minum sahur si kakak. Sahur seadanya sembari video call dengan istri. Bertanya kabar si bocah.
Tentu saja, berpuasa berjauhan dengan anak dan istri dan kepikiran anak sakit seperti itu, tidak enak. Apalagi, ke rumah sakit dalam situasi seperti sekarang, tidak mudah dikunjungi. Protokolnya ketat. Tidak boleh besuk pasien. Di rumah sakit tersebut, masuknya malah harus satu pintu yang dijaga petugas.
Malam ketika mengantarkan keperluan untuk istri, saya sempat tidak diperbolehkan masuk. Penjaganya sempat meminta istri yang keluar mengambil barangnya. Setelah saya beri penjelasan, dia memberi izin dan mengikuti saya ke kamar pasien. Baru setelah melihat situasi bahwa yang sakit anak kecil, dia memperbolehkan untuk masuk.
Alhamdulillah, situasi sulit seperti itu hanya berlangsung beberapa hari. Setelah dua hari menginap, lantas kembali melakukan cek darah, esoknya dokter menyampaikan si bungsu sudah diperbolehkan pulang.
Selasa (5/5) sore tadi, genap sepekan sejak awal masuk menginap di rumah sakit, setelah kondisinya terus membaik, si bungsu bisa menuntaskan puasa hingga maghrib. Itu untuk kali pertama pada Ramadan kali ini, dia bisa puasa penuh.
Tentu saja tidak mudah untuk meyakinkannya bahwa dia kuat berpuasa. Harus pandai mengatur waktu kapan dia tidur siang dan memberinya kesempatan bermain gawai. Untuk ulasan ini, bisa dilihat di tulisan saya sebelumnya di Kompasiana Samber THR https://www.kompasiana.com/hadi.santoso/5eafd206097f3651ed4f17a2/ngabuburit-kreatif-agar-anak-anak-kuat-bertemu-maghrib .Â
Ketika adzan Maghrib bersahutan, demi mendengar dia berteriak "Ma, sudah adzan" dan melihat dia semangat  berbuka puasa bersama si kakak, bila mengingat kejadian minggu lalu, rasanya seperti mbrebes mili meski tidak keluar air mata. Â