Apa tugas seorang pelatih dalam klub sepak bola?
Apakah sekadar merancang strategi terbaik untuk diterapkan dalam permainan sehingga timnya meraih kemenangan? Apakah sebatas memilih pemain-pemain yang tepat untuk bermain di posisi yang tepat? Ataukah piawai 'mematai-matai' pemain-pemain lawan dengan mengetahui kebiasaan mereka lantas mencari 'penawar' untuk keuntungan timnya?
Bila tugas pelatih hanya seperti itu, saya berkeyakinan, sebuah tim tidak akan bisa meraih sukses dalam jangka waktu yang panjang. Boleh jadi suksesnya hanya akan sementara. Mengapa?
Sebab, pelatih tim sepak bola tidak melatih sekawanan robot yang sekadar menuruti perintah bos pemegang remote kendali. Pelatih tersebut juga tidak menghadapi lawan sekumpulan mesin yang hanya terbuat dari onderdil logam, mur dan baut.
Sejatinya, tugas seorang pelatih di klub sepak bola, jauh lebih berat dari semua definisi tugas pelatih yang telah saya sebutkan pada paragraf di atas. Itu hanya sebagian tugas saja.
Tugas mereka tidak hanya sebatas merancang strategi untuk memenangi pertandingan. Tidak pula hanya untuk hadir di sesi jumpa pers sebelum dan sesudah pertandingan.
Kenapa?
Karena pelatih sepak bola itu melatih sekumpulan anak manusia. Pemain-pemain yang punya hati. Berperasaan. Lawan yang dihadapi pun demikian.Â
Sebagai manusia yang punya hati, dinamika perasaan pemain sangat mungkin terjadi. Bisa sangat berbeda dan berubah-ubah dari pertandingan satu ke pertandingan lainnya. Terlebih, bukan hanya satu pemain. Tapi 11 pemain plus pemain-pemain lainnya.
Pemain-pemain itu bisa sangat termotivasi untuk tampil bagus. Namun, di lain waktu, mereka bisa juga mengalami krisis percaya diri ketika mengalami kegagalan. Mereka bisa bermain sangat tenang. Kalem selayaknya seorang pakar ketika beraktivitas di bidang yang ditekuninya.
Namun, mereka juga bisa menjadi seorang yang sangat emosional di lapangan ketika sisi manusia mereka diganggu. Semisal ketika warna kulitnya dijadikan cemoohan suporter. Ataupun sisi pribadi dan keluarganya dilecehkan pemain lawan. Â