Life is so ironic. Hidup itu terkadang penuh dengan ironi. Lebih tepatnya, ada banyak orang yang malah gemar menjalani hidupnya dengan ironi. Apa maksudnya?
Bila merujuk pada makna di Kamus Besar Bahasan Indonesia (KBBI), ada banyak pengertian dari ironi. Kata ironi bisa dimaknai sebagai kejadian atau situasi yang bertentangan dengan yang diharapkan atau yang seharusnya terjadi. Makna lainnya, ketidaksesuaian antara suasana yang diketengahkan dan kenyataan yang mendasarinya.
Misalnya, ketika kita melihat ada tetangga, kawan, orang lain yang sedang berbahagia karena menikahkan anaknya atau usahanya sukses, seharusnya kita ikut berbahagia. Sebaliknya, bila ada orang lain yang tertimpa kesedihan semisal karena usahanya bangkrut atau rumahnya kemalingan, maka spontan kita juga akan ikut merasakan kesedihan. Ikut bersimpati. Bahkan berempati.
Namun, dalam kehidupan sekarang, contoh itu bak sebuah "teori lawas" yang kini tidak lagi relevan. Nyatanya, ada orang yang malah merasakan kesusahan bila melihat orang lain sukses. Sebaliknya, malah merasa senang ketika melihat orang lain susah. Ironi.
Tentang ironi ini, contoh kasus paling gampang adalah apa yang terjadi pada Liverpool. Tim Inggris ini adalah gambaran nyata, ketika ada tim dan pendukungnya tengah berbahagia, di situlah ada yang merasa susah dan tidak suka.
Ketika kini Liverpool sedang tampil bagus-bagusnya dan berpeluang besar meraih trofi Premier League pertamanya sejak tahun 1990, suara-suara sumbang bermunculan. Ada yang seperti ingin sekali melihat Liverpool terpeleset. Mereka menunggu kabar itu. Lantas bersuka ria bila benar tim itu dalam situasi susah.
Tengah pekan lalu, ketika Liverpool akan menghadapi Leicester City di laga boxing day (26/12), beberapa media internasional memuat ulasan preview menarik. Termasuk media-media di sini. Nah, salah satu preview tersebut, diposting pengamat top sepak bola, Anton Sanjoyo di akun Facebooknya.Â
Judul berita preview tersebut tidak biasa: "4 Tanda Liverpool Bakal Kalah Lawan Leicester". Saya tidak tertarik menyebut nama medianya. Saya lebih tertarik dengan cara media itu--tepatnya wartawannya--dalam mengemas tulisan itu.
Entah, apakah judul tulisan itu sekadar jurus ala "click bait" agar pembaca tertarik membaca. Ataukah karena memang penulisnya fans klub lain yang tidak suka Liverpool sehingga membuat tulisan "mendoakan" kejatuhan Liverpool. Tulisan yang berpihak/tidak berpihak. Bahasa jurnalistiknya, tulisan subyektif.
Sebab, mereka yang benar-benar "berdiri di tengah-tengah", pastinya tidak akan tutup mata dengan performa Liverpool yang sedang bagus. Sehingga, penulis tidak akan sembarangan membuat angle tulisan. Termasuk alasan pemainnya kelelahan juga bukan opini valid karena sebelumnya, Leicester juga memainkan laga tiga kali dalam seminggu.
Singkat cerita, yang terjadi, Liverpool malah menang 4-0 di markas Leicester. Setidaknya, prediksi berita preview itu ternyata "tidak sepenuhnya salah". Minimal, angka 4 nya masih tepat.