Atau juga pesan yang ini: "Only true champions come out and show their worth after defeat- and I expect us to do that".Â
Bahwa, tim juara sejati itu bukan hanya mereka yang tidak pernah kalah. Tapi, mereka yang memperlihatkan respons cepat setelah mengalami kekalahan. Respons cepat untuk mengubah kekalahan menjadi serial kemenangan.
Bahkan, Sir Alex juga mengajarkan perihal legowo mengakui kehebatan lawan. Dia pernah berujar begini: "Sometimes in football you have to hold your hand up and say, yeah, they're better than us". Meski, wejangan ini merupakan turunan dari paragraf yang di atas.
Enam tahun selepas pensiunnya Sir Alex, United seolah sudah melupakan wejangan-wejangan dari "mantan terindah" mereka.Â
Mereka mungkin belum lupa narasinya. Tapi, mereka jelas sudah lupa atau bahkan tidak tahu lagi bagaimana cara menerapkannya di lapangan.
United kini "berwajah dua", seperti cerita Superman
Faktanya, penampilan Manchester United (MU) di era kepelatihan Ole Gunnar Solskjaer di Premier League musim 2019/20 ini, sama sekali tidak mencerminkan wujud implementasi dari wejangan agung Sir Alex tersebut.
Bila dibuat pengandaian, menengok penampilan United di Liga Inggris musim 2019/20 ini, kita seperti melihat gambaran super hero rekaan DC Comics, Superman, ketika berhadapan dengan musuh-musuhnya. Kenapa Superman?
Kita tahu, Superman digambarkan sebagai superhero paling kuat dibandingkan rekan-rekannya di Justice League yang juga kuat.Â
Ketika menghadapi villain yang sama-sama punya kekuatan super, Superman akan menjadi pembeda. Dia sangat sulit dikalahkan. Super.
Namun, ketika menghadapi penjahat biasa dengan akal jenius dan licik seperti Lex Luthor, dia justru acap kali kewalahan.Â