Dalam tulisannya berjudul "Saya yang Bukan Siapa-siapa, Kompasianival 2016 dan 2019", Kompasianer senior, Mas Susy Heryawan, berkisah perihal dirinya yang tidak menduga bakal meraih apresiasi "akun dengan pembaca terbanyak" di Kompasianival tahun ini.
Menurutnya, kisah di Kompasianival tahun ini, bak sebuah deja vu dari kisah tiga tahun lalu ketika dirinya terpilih sebagai pemenang untuk kategori "Best Opinion". Kata dia, sebuah 'kemenangan' tak terduga. Â
Dalam tulisan itu, Mas Susy berharap bisa terus konsisten menulis di tengah perasaan malas, kadang jenuh, ataupun susah menemukan tema unik yang bisa menjadi penyemangat pembaca. Mas Susy seperti menjawab tulisan saya sebelumnya lewatu tulisan ini perihal sindrom nominee dan pemenang yang menghilang setelah menerima penghargaan Kompasinival.
Salah satu bagian paling saya suka dari tulisan ini adalah dua kalimat penutupnya. Bunyinya begini: "Selamat kepada para pemenang Kompasianival 2019, apapun kategorinya, dan semoga masih tetap melanjutkan berdinamika, kadang bercanda, dan berantem juga di Kompasiana. Bagi yang belum mendapatkan award, bukan berarti tidak baik atau tidak bagus. Belum waktunya saja".
Kalimat ini menarik. Utamanya kalimat terakhir. Lho, bukankah itu kalimat normatif yang hampir selalu diucapkan para juri lomba untuk memberikan 'penghiburan' bagi peserta lomba yang belum menang?
Benar. Umumnya memang seperti itu. Bulan lalu, ketika ditunjuk menjadi juri lomba blog Kelompok Informasi Masyarakat (KIM) di Surabaya, dalam sambutan usai menginformasik pemenang, saya juga menyampaikan kalimat seperti itu.
Bahwa, menang atau kalah, itu sejatinya soal waktu yang tepat. Bagi yang menang, itu karena mereka bisa menghasilkan karya terbaiknya di waktu yang tepat. Bagi yang belum menang, hanya perlu terus berproses sampai waktu yang tepat untuk menang. Intinya, memotivasi bagi yang belum menang agar terus menulis.
Menjaga motivasi agar terus berkarya setelah merasakan kegagalan itu tidak mudah. Tetap menulis setelah 'dinyatakan kalah', bukan semudah mengirim pesan broadcast di WhatsApp. Hanya orang-orang 'tidak baperan' yang bisa melakukannya.
Pelajaran dari Leonardo Di Caprio
Nah, salah satu contoh orang tidak baperan itu adalah aktor top Hollywood, Leonardo Wilhelm DiCaprio. Aktor keren ini pernah merasakan serangkaian kegagalan di ajang Academy Award atau yang ngetop dengan sebutan Oscar.
Bila di luar sana, ada istilah third time lucky untuk menyebut keberuntungan pada upaya ketiga, DiCaprio malah pernah empat kali selalu 'kalah' di ajang Oscar. Penantian panjang DiCaprio memenangi Piala Oscar, baru kesampaian pada kesempatan kelimanya.