Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Pep Guardiola yang "Menabur Angin" Lalu "Menuai Badai"

11 November 2019   17:32 Diperbarui: 12 November 2019   16:09 1642
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Pep Guardiola (kanan), kecewa dengan keputusan pengadil pertandingan. Dia merasa Manchester City seharusnya mendapatkan dua penalti saat kalah 1-3 dari Liverpool di Anfield pada pekan ke-12 Liga Inggris, Senin (11/11) dini hari tadi/Foto: The Times.co,uk

Ada peribahasa lawas yang berbunyi "siapa menabur angin, akan menuai badai". Maknanya kurang lebih, bahwa siapa yang (mengawali) berbuat, dia pula yang terkena akibatnya.

Bunyi peribahasa yang juga menjadi judul sebuah buku karya Soegiarso Soeroyo pada tahun 1988 silam itu yang agaknya dirasakan manajer (pelatih) top Liga Inggris, Josep "pep" Guardiola i Sala akhir pekan kemarin.

Ya, kekalahan Manchester City 1-3 dari Liverpool di Anfield pada pekan ke-12 Liga Inggris musim 2019/20 pada Senin (11/11) waktu Indonesia, bila dikaitkan, ada kaitannya dengan peribahasa tersebut.

Utamanya bila merujuk pada beberapa momen 'debatable' yang terjadi selama pertandingan. Serta, apa yang diucapkan Guardiola sebelum pertandingan tersebut.

Sekira sepekan sebelum pertandingan dini hari tadi, Guardiola memang sempat mengeluarkan 'kalimat pedas' yang sukses memanaskan situasi jelang laga di Anfield itu. 

Menyoal kemenangan Liverpool 2-1 atas Aston Villa (3/11) di mana gol penentu Liverpool dicetak Sadio Mane di menit ke-94, Guardiola yang kala itu membawa timnya juga menang 2-1 atas Crystal Palace, menyindir Mane acapkali melakukan diving. Istilah di sepak bola merujuk aksi tipu-tipu demi mendapatkan penalti.

Dia bilang begini: "sometimes he is diving.Sometimes he has talent to score incredible goals in the last minute. He's a talent".

Kalimat tersebut sebenarnya mengandung pujian. Namun, media lebih fokus pada tudingan Guardiola yang menyebut Mane sebagai diver. Ucapan pelatih berusia 48 tahun itu lantas "digoreng" oleh media Inggris sedemikian rupa. 

Jangan salah, untuk urusan 'menggosip', media di Inggris sana juga doyan mengemasnya jadi berita rame. Media seperti The Sun maupun Daily Mail merupakan salah dua contoh. Judul-judul beritanya acapkali bombastis. 

Malah ada warganet Inggris yang lantas membandingkan, bila Mane disebut diver, bagaimana dengan pemain City, Raheem Sterling yang acapkali diving. "If mane is a diver, sterling is a profesional swimmer," begitu komentar salah satu netizen Inggris.

Ucapan Guardiola itupun langsung direspon sewot oleh pelatih Liverpool, Juergen Klopp. Orang Jerman ini mempertanyakan bagaimana bisa Guardiola yang baru saja memimpin timnya selesai bertanding, menyebut Mane melakukan diving. Padahal, gol Mane ke gawang Villa, jelas gol murni. 

Yang jelas, tudingan Guardiola itu tentu saja tidak hanya menyerang Liverpool. Dia tidak hanya melancarkan 'perang mental' dengan Klopp dan anak asuhnya. Namun, ucapan panas itu jelas juga menyindir wasit.

Guardiola merasa timnya harusnya mendapatkan dua penalti
Orang Spanyol yang telah tiga tahun melatih di Inggris ini secara tidak langsung seolah mengingatkan pengadil yang akan memimpin laga Liverpool vs City di Anfield. Bahwa, mereka harus benar-benar jeli dalam memberikan keputusan. Lebih tepatnya, agar keputusan yang diambil tidak menguntungkan tuan rumah.

Namun, Guardiola pastinya tidak mengira. Bahwa ucapannya itu ternyata seperti menabur angin. Di Anfield, dia ternyata 'menuai badai'. Ada beberapa keputusan dari wasit Michael Oliver yang memimpin laga di Anfield, yang mengundang perdebatan. Dan, sial bagi Guardiola, keputusan wasit yang baru berusia 34 tahun itu, kali ini merugikan timnya.

Di laga tersebut, tensi pertandingan langsung memanas di menit kelima. Berawal dari buangan bola bek City yang tidak sempurna, bola malah mengarah ke Fabinho. Dari luar kotak penalti, gelandang Liverpool asal Brasil itu melepaskan tendangan keras yang membuat gawang City jebol. Liverpool unggul 1-0.

Nah, yang membuat pemain-pemain City meradang, mereka menilai gol itu tidak seharusnya terjadi bila semenit sebelumnya, wasit memutuskan Trent Alex Arnold, hand ball di kotak penalti sendiri. Mereka berpikir City seharusnya mendapat penalti sebelum gol Fabinho itu. Pemain-pemain City lantas mengerubungi wasit. Protes. Namun, itu tidak mengubah keputusan.

Dikutip dari Daily Mail, Video Assistant Referee (VAR) meninjau kembali insiden itu. Hasilnya, VAR menganggap  full back kanan terbaik Liga Inggris musim lalu ini tidak melakukan hand ball.

"VAR reviewed the incident and deemed that the youngster had not committed a handball as Liverpool took an early lead," tulis Daily Mail.

Di menit ke-13, Liverpool mencetak gol kedua. Kali ini lewat sundulan Mohamed Salah usai meneruskan umpan crossing Andy Robertson. Pemain City merespons adem ayem gol ini. Wasit juga tidak melakukan re-chek lewat VAR.

Toh, seusai laga, muncul postingan beberapa akun media sosial yang menyebut Salah dalam posisi off side. Meski, buktinya sekadar foto via aplikasi gawai. Hasil peninjauan ulang VAR, Salah dalam posisi on side. Posisinya masih di belakang kaki bek City, John Stones.  Perdebatan itu sejatinya hanya soal sudut pandang. Intinya, Sebab, keputusan mengesahkan gol Salah itu benar. Tidak salah.

Di awal babak kedua, Liverpool unggul 3-0 lewat gol Sadio Mane di menit ke-51. Kembali lewat sundulan usai meneruskan crossing Jordan Henderson. Manchester City lantas memperkecil skor di menit ke-78 lewat sepakan keras Bernardo Silva ke pojok gawang.

Nah, di 10 menit terakhir, laga kembali berlangsung panas. Lagi-lagi Alexander-Arnold jadi sorotan. Di menit ke-82, bola kembali bergerak liar ke tangannya. Namun, wasit Michael Oliver tidak memutuskan penalti.

Keputusan mengabaikan penalti untuk City ini lantas direspons emosional oleh Guardiola. Dia melabrak official keempat, Mike Dean di tepi lapangan. Guardiola juga mengacungkan dua jarinya. Seperti memberi pesan bahwa timnya seharusnya mendapatkan dua penalti di pertandingan tersebut.

Ketika wasit meniup pelit akhir, tensi belum mereda. Guardiola lantas memasuki lapangan. Menghampiri Michael Oliver. Menyalaminya sembari berujar "thank you, thank you so much". 

Dari wajahnya yang gusar, jelas ucapan itu merupakan satire bernada sarkasme. Guardiola mengekspresikan rasa kesal, marah, dan kecewanya atas kepemimpinan wasit melalui ucapan terima kasih.

Meski kepada Sky Sports seusai pertandingan, Guardiola menolak bila dirinya dianggap bersikap sarkastik kepada wasit dan ofisial pertandingan. "Oh tidak. Saya memberi mereka selamat. Itu bentuk kesopanan" ujarnya. 

Bagaimana reaksi Juergen Klopp?

Dikutip dari liverpoolfc.com, Klopp menyebut belum melihat tayangan ulang situasi handball sebelum Fabinho mencetak gol pertama.

"Saya belum bisa bicara tentang itu. Meski yang saya dengar, handball itu dari Bernardo Silva. Saya tidak tahu. Tapi yang jelas, saya bisa membayangkan itu situasi yang membuat Pep tidak senang," ujar Klopp.

Tentu saja, dalam situasi seperti ini, membandingkan pandangan Guardiola dan Klopp perihal pertandingan tersebut, akan berseberangan. Sebab, mereka tentunya membela kepentingan timnya masing-masing.

Pandangan netral disampaikan mantan pelatih Chelsea dan Manchester United, Jose Mourinho. Kemarin, Mourinho tampil sebagai pundit (komentator analis) di Sky Sports bersama mantan kapten Man.City, Vincent Kompany. 

Dalam wawancara yang dikutip beberapa media Inggris, Mourinho menyatakan kecewa dengan VAR. Menurutnya, VAR tidak konsisten. "Itu membingungkan saya. Di satu pekan, tidak penalti dan pekan depan bisa penalti," ujarnya.

Meski begitu, Mourinho memuji strategi Liverpool yang menonjolkan serangan balik di pertandingan itu. Menurutnya, dalam situasi counter attack, dengan memiliki pemain seperti Salah dan Mane, Liverpool sangat kuat.

Dia juga menyebut Manchester City kurang mampu bertahan dengan baik di pertandingan tersebut. "Tapi City tak perlu menangisi insiden dan hasil ini. Mereka hanya perlu memperbaiki aspek yang kurang karena mereka masih bisa lebih baik," ujar Mourinho dikutip dari mirror.co.uk.

Pertanda Liverpool juara?
Kemenangan atas City menjadi penegas bahwa Anfield musim ini bak menjadi "ladang memanen poin" bagi Liverpool. The Reds selalu menang bila tampil di Anfield. Tentunya itu bakal menjadi bekal penting bagi mereka bila ingin meraih juara Liga Inggris untuk kali pertama sejak tahun 1990.

Lalu, bagaimana efek dari kemenangan di Anfield dini hari tadi ? Mungkinkah penantian panjang Liverpool untuk menjuarai Liga Inggris, bakal berakhir di musim 2019/20 ini?

Bila merujuk pada penampilan Liverpool dalam 12 laga awal Liga Inggris musim ini, tanda-tanda Liverpool bakal juara, memang sudah samar-samar terlihat.

Ada cukup banyak tandanya. Mari kita tulis satu persatu. Dari mulai Liverpool yang belum terkalahkan dalam 12 laga (menang 11 kali dan imbang sekali). Lalu, memimpin klasemen dengan keunggulan 8 poin dari tim peringkat 2 (Leicester City) dan tim peringkat 3 Chelsea, serta unggul 9 poin dari Manchester City. 

Kemudian, mampu come back di beberapa pertandingan dengan mengubah kemungkinan hasil draw atau bahkan nyaris kalah menjadi kemenangan. Terbaru, Liverpool dinaungi 'keberuntungan' di pertandingan besar yang memunculkan momen-momen yang bisa diperdebatkan. 

Meski begitu, 'garis finish' Liga Inggris masih jauh. Masih ada 16 pertandingan lagi. Bila ingin juara, Liverpool wajib tampil konsisten. Plus, memperbaiki kekurangan yang masih ada. Apa kekurangan Liverpool?

Gawang Liverpool kini hampir selalu bisa dijebol. Meski kiper utama, Alisson Becker sudah tampil, sangat sulit bagi Liverpool untuk meraih clean sheet. Faktanya, merujuk pada data Soccerway, Liverpool tidak pernah clean sheet dalam 9 pertandingan terakhir di semua ajang.

Memang, selama Liverpool bisa mencetak gol lebih banyak, kemasukan gol tidak terlalu masalah. Toh, mereka masih menang. Namun, bagaimana bila kebetulan lini serang macet? Ini yang menjadi PR bagi Klopp. Sembari menunggu pulihnya "big" Joel Matip dari cedera, kesehatian Virgil van Dijk dan Dejan Lovren wajib terus dimatangkan.

Andai lini belakang solid, lini tengah mampu menjadi penyaring serangan lawan dan membantu serangan, plus lini depan terus rajin mencetak gol, maka silahkan menyambut "juara baru" di Premier League. 

Ya, meski pernah juara 18 kali, tetapi Liverpool belum pernah juara Liga Inggris sejak era Premier League dimulai tahun 1992, menggantikan Liga Inggris versi Old Division. Yakin Liverpool bisa juara Liga Inggris musim ini? Salam.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun