Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Juma'yatin, Tuhan Memang Punya Rencana "Menitipkan" Saya Kepadanya

19 Juni 2019   14:30 Diperbarui: 19 Juni 2019   14:53 278
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Tuhan punya rencana ketika 'menitipkan' saya pada seorang ibu/Foto Ilustrasi: Unair News - Universitas Airlangga

Namanya Juma'yatin. Singkat. Seperti umumnya nama-nama perempuan sepantaran di desanya. Namun, perempuan berusia 57 tahun ini punya kisah hidup panjang yang bisa menjadi inspirasi dan motivasi bagi banyak orang. Terlebih bagi saya.

Meski tidak terlahir dari rahimnya, tetapi saya yang yatim piatu sejak kecil ini tumbuh besar dengan elusan sayang dan pengajaran darinya. Dia mengasuh saya sejak berumur dua tahun.

Saya sengaja tidak pernah menanyakan riwayat saya kepadanya karena khawatir akan melukai perasaannya. Saya sudah bisa menyimpulkan ketika dulu mendapat santunan yatim piatu dari desa. Karenanya, saya lebih suka memanggilnya "ibu".

Selama kurang lebih 27 tahun dibesarkan dan tinggal bersama sampai saya menikah, saya paham betapa dia potret perempuan desa yang "langka". Masa lalunya bekerja dari pabrik ke pabrik setelah putus sekolah karena keterbatasan biaya, membuatnya tumbuh jadi perempuan mandiri dan pekerja keras. Dia paling tidak mau merepotkan orang lain . Karakter ini yang kemudian ditanamkan kepada saya.

Tumbuh di keluarga sederhana yang terbatas materinya, tidak membuatnya jadi orang pelit. Justru, dia senang berbagi. Jiwa sosialnya tinggi. Dulu setiap hendak berangkat sholat Jumat, dia memanggil saya lantas berujar singkat: "Iki Leh, nitip gawe kotak amal masjid yo". 

Di bulan Ramadan seperti ini, ketika orang desa rajin mengumpulkan duit untuk memperbagus rumah atau membeli aneka jajanan menyambut Lebaran, dia malah mengelurkan duit demi menyiapkan takjil untuk anak-anak yang tadaruz Alquran di mushola dekat rumah.

Seringkali, dia membeli pisang dari pasar, lalu membuatkan pisang goreng. "Supoyo arek-arek tambah seneng ngaji ne," ucapnya. 

Saya tumbuh besar dengan nasihat dan contoh kebaikannya/Foto pribadi
Saya tumbuh besar dengan nasihat dan contoh kebaikannya/Foto pribadi
Dia bukan orang berlimpah duit. Namun, untuk urusan bersedekah dan berbagi, dia tidak perhitungan. Saya beruntung tumbuh besar melihat langsung segala kebaikannya, juga nasihat-nasihatnya.

Salah satu nasihatnya yang paling saya kenang: "Leh, kita tidak perlu menunggu jadi kaya untuk bisa bersedekah dan berbagi kebahagiaan dengan orang lain. Justru, karena rajin bersedekah dan memberi, kita bisa menjadi kaya. Minimal kita akan kaya hati karena menjadi orang yang pandai bersyukur ".

Dulu, di awal-awal saya bekerja, setiap kali jelang Lebaran, dia selalu mengingatkan agar jangan lupa memberikan santunan kepada anak yatim piatu dan fakir miskin di desa dengan menyisihkan sebagian penghasilan.

"Saat kecil, kamu sering mendapat santunan di bulan Ramadan seperti ini, sekarang giliran kamu yang memberi. Tangan di atas itu lebih baik dari tangan di bawah," ujarnya.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun