Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Kurma Pilihan

Fiksi Ramadan | Pelukan untuk Bapak di Hari Fitri

23 Mei 2019   23:24 Diperbarui: 25 Mei 2019   20:45 46
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

"Bapak mana Bu," ujar Hanif begitu sampai rumah.

"Bapakmu malam ini tidak pulang Leh, ada pekerjaan ke luar kota selama seminggu," ujar sang Ibu.

Ada perasaan kecewa menyeruak di dadanya. Dia lantas menghujani ibunya dengan pertanyaan. "Ibu kenapa selama ini nggak pernah cerita ke aku kalau bapak dulunya pemain sepak bola terkenal? Kenapa bapak juga nggak pernah mau cerita? Kenapa juga aku nggak boleh ikut klub bola?

Ibunya yang tengah menonton tayangan dangdut di layar televisi, awalnya tidak merepons. Namun, ketika Hanif terus mengulang pertanyaannya itu sembari merengek, dia lantas menaruh remote TV yang dipegangnya.

"Itu masa lalu Leh, nggak usah dibahas lagi," sahutnya.

Karena Hanif terus merengek, bahkan sifat cengengnya mulai muncul, sang ibu pun akhirnya mau bercerita. Cerita tentang kisah suaminya yang dulu merupakan pemain terkenal di klub sepak bola di kota mereka yang pernah tampil di kompetisi teratas di Indonesia. Karier suaminya pernah menanjak. Gajinya besar. Bahkan, sempat dikabarkan akan masuk tim nasional.

Namun, suatu ketika, dalam sebuah pertandingan keras, suaminya mengalami cedera parah. Cedera itu membuat dia lama tidak bisa bermain. Apesnya, pihak klub malah lepas tangan dengan tidak mau membiayai pengobatannya. 

Alhasil, uang hasil tabungan dari bermain bola selama inipun, habis dipakai untuk pengobatan ke sana kemari. Bapaknya Hanif sempat lama tidak bisa berjalan normal, imbas cedera itu. Ke mana-mana berjalan dengan bantuan tongkat. Setelah beberapa tahun, bapaknya Hanif akhirnya sembuh. Namun, dia tidak mau lagi bersentuhan dengan sepak bola. Semua kenangan dengan sepak bola dia hilangkan.

"Bapakmu khawatir bila nasib buruk yang menimpanya di sepak bola, kelak terjadi pada kamu. Karena itu, dia enggan membelikanmu sepatu bola. Bukannya tidak sayang, tapi karena saking sayangnya. Dia tidak mau anaknya celaka seperti dirinya," ujar Ibu Hanif.

Mendengar cerita itu, Hanif terdiam. Dia lantas buru-buru mencium tangan ibunya, sembari melangkah ke kamar tidurnya. Di kamar, tatapannya menerawang ke langit-langit. Dia merasa bersalah kepada bapaknya. Dia merasa telah menjadi anak yang kurang bersyukur.

Dia jadi ingat dengan salah satu kutipan mantan pemain sepak bola top, Zinedine Zidane yang pernah dibacanya di koran di warung kopi Cak Dayat. Bunyinya "pernah suatu saat aku menangis karena tidak punya sepatu untuk bermain bola, tapi lain hari aku melihat orang yang tidak punya kaki, aku pun sadar betapa beruntungnya aku".

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kurma Selengkapnya
Lihat Kurma Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun