Berbuka dengan yang manis, anjuran atau iklan?
Jika saya mengandaikan ada dua ruang, ruang A dan ruang B untuk diisi oleh sampean (Anda) yang pro dan kontra dalam menyikapi pertanyaan itu, sampean pilih yang mana. Apakah masuk ke ruangan A yang menyatakan berbuka dengan yang manis ini merupakan anjuran. Ataukan sampean masuk ke ruangan B yang berarti menganggap itu hanyalah tagline iklan.
Tetapi memang, terlepas dari pro kontra, ungkapan "Berbukalah dengan yang Manis" ini memang jadi kalimat hits ketika Ramadan. Ia selalu hadir menjadi ungkapan yang paling sering disebut ketika jelang berbuka puasa.Â
Malah, ungkapan ini menjadi sumber 'kreativitas' bagi warganet. Ada banyak gambar meme menggelitik yang beredar di internet dan menjadi versi lucu dari ungkapan ini.Â
Ambil contoh narasi meme yang berbunyi "Berbukalah dengan yang setia, karena yang manis belum tentu setia". Atau juga kalimat "berbukalah dengan keluarga, karena yang manis dan sayang belum tentu mau diajak berkeluarga".
Satu lagi, ada juga kalimat begini "selamat berbuka puasa, awali dengan air putih tawar, bukan yang manis-manis, karena manis di awal akhirnya selalu pahit eeea. Kalau mau lebih banyak lagi kalimat menggelitik seperti itu, monggo masuk ke mesin pencarian dan tinggal menulis "berbukalah dengan yang manis".
Ungkapan "Berbuka dengan yang Manis" Bukan Hadist
Sebenarnya, bagaimana ceritanya kalimat "Berbukalah dengan yang Manis" ini awalnya bisa muncul dan lantas populer. Malah, ada yang menganggap ungkapan tersebut merupakan hadits Rasulullah (?).Â
Dikutip dari laman muslimah.or.id, ternyata dalam kitab hadits maupun kitab fiqih, tidak ada hadits yang terang-terangan berbunyi "Berbukalah dengan yang manis" ataupun yang mendekati makna itu. Namun, beberapa orang malah menganggap ungkapan ini sebagai hadits.
Hadits yang ada adalah tuntunan mengenai apa yang dimakan oleh Rasulullah ketika beliau berbuka. Yakni hadits riwayat Abu Daud 2356 yang dishahihkan Al Albani dalam Sahih Sunan Abi Daud. Bunyinya: "biasanya Rasulullah SAW berbuka puasa dengan ruthab sebelum sholat (maghrib). Jika tidak ada ruthab (kurma muda) maka dengan tamr (kurma matang), jika tidak ada tmr maka beliau meneguk beberapa teguk air".
Lantas, sebagian ulama dari hadits ini meng-qiyas-kan kurma dengan makanan yang manis-manis. Ada yang berpendapat, dianjurkan berbuka dengan kurma atau jika tidak ada maka dengan air, karena yang manis-manis itu menguatkan tubuh dan air itu membersihkan tubuh. Meski pendapat ini juga dikritisi.