Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Raket Pilihan

Saatnya Memaafkan Diri Sendiri, Fajar/Rian!

17 Maret 2019   12:40 Diperbarui: 20 Maret 2019   09:42 411
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Akhir pekan menjadi periode tepat untuk melakukan kontemplasi. Sebuah perenungan. Hari bebas dari rutinitas pekerjaan akan membuat kita mendapatkan waktu berkualitas untuk melakukan perenungan perihal apa saja yang telah kita lakukan selama sepekan kemarin.

Bila ada yang sudah benar, sesuai target dan sukses, kita tinggal menumbuhkan motivasi untuk semakin memperbesar peluang sukses. Bila ada yang keliru, salah dan belum sesuai target, kita perlu memaafkan diri sendiri untuk tidak terpuruk dengan kesalahan yang sudah berlalu.

Bukankah kita memang manusia yang tidak lepas dari kemungkinan berbuat salah. Terpenting adalah mau memaafkan kesalahan diri sendiri untuk kemudian jalan terus. Istilahnya anak sekarang, "move on".

Perihal pentingnya "move on" ini, saya menemukan salah satu kutipan berenergi yang ditulis Steve Maraboli di dalam dbukunya "Life, the Truth, and Being Free". Maraboli menulis begini "It is important that we forgive ourselves for making mistakes. We need to learn from our errors and move on".

Bila diterjemahkan dalam bahasa kita, terjemahannya kurang lebih begini:"memaafkan diri sendiri karena berbuat kesalahan itu penting. Kita perlu belajar dari kesalahan-kesalahan kita dan jalan terus".

Saya tertarik dengan kutipan dari Steve Maraboli tersebut setelah mengetahui  kabar terbaru dari perjuangan ganda putra Indonesia, Fajar Alfian dan Muhammad Rian Ardianto serta ganda campuran Rinov Rivaldy dan Pitha Mentari di turnamen BWF Swiss Open 2019. Dini hari tadi, keduanya berhasil lolos ke babak final. Ini final pertama mereka di tahun 2019 ini.

Lalu, apa kaitan kutipan Steve Maraboli dan keberhasilan Fajar/Rian serta Pitha/Mentari lolos ke final?

Sampean pasti ingat kejadian menyesakkan pada Sabtu pekan lalu. Ketika Fajar/Rian tampil bagus di All England Open 2019. Keduanya bersemangat, berteriak dan merayakan kegembiraan bermain di turnamen bulutangkis tertua di dunia itu. Namun, semuanya itu mendadak lenyap ketika mereka gagal ke final setelah dikalahkan ganda Malaysia, Aaron Chia/Soh Wooi Yik di semifinal.

Kekalahan menyesakkan. Sebab, Fajar/Rian sebenarnya dominan di game pertama 21-12. Namun, di game kedua, mereka membuang peluang menang straight game. Mereka kalah di adu setting point, 20-22. Dan di game penentuan, Fajar/Rian kembali kalah tipis, 19-21. Ironisnya, poin untuk lawan di angka kritis, justru 'diberikan gratis' karena service yang nyangkut di net.

Merujuk pada beberapa foto di media sosial yang menampilkan wajah Fajar/Rian seusai laga semifinal tersebut, mudah menyimpulkan bahwa keduanya sangat terpukul. Kecewa, menyesali kekalahan bahkan mata mereka seolah berembun. Tentunya bukan ekspresi bahagia.

Namun, mereka harus paham bahwa kekalahan dan kesalahan menyesakkan seperti itu bisa dialami siapa saja. Seperti kata  Maraboli, terpenting adalah kerelaan untuk memaafkan diri sendiri lantas belajar dari kesalahan yang telah dilakukan.

Nah, sepekan setelah All England, Fajar/Rian mendapatkan kesempatan untuk move on dari "trauma semifinal". Tadi malam pukul 22.00 waktu Swiss atau pukul 04.00 waktu Indonesia, keduanya tampil di semifinal Swiss Open. Hasilnya, mereka berhasil melewati bayangan pahit kalah di semifinal.  

Fajar/Rian yang menjadi unggulan 4, berhasil lolos ke final setelah mengalahkan ganda putra Inggris unggulan 6, Marcus Ellis/Chris Langridge dua game langsung, 21-16, 21-19. Fajar/Rian tengah on fire. Sejak putaran pertama hingga semifinal, mereka selalu menang dua game langsung alias belum pernah kehilangan (kalah) satu game pun.

Di final yang digelar Minggu (17/3) malam nanti, Fajar/Rian akan menghadapi ganda Taiwan yang menjadi unggulan 8, Lee Yang/Wang Chi-lin. Ganda Taiwan yang mengalahkan ganda senior Indoneisa, Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan di perempat final ini lolos ke final setelah menaklukkan ganda Korea, Kim Gi-jung/Lee Yong-dae lewat rubber game 22-20, 13-21, 22-20.

Setelah melewati semifinal, Fajar/Rian tentunya tidak mau berhenti. Tanggung bila sudah di final tetapi tidak juara. Dan andai gelar Swiss Open 2019 bisa diraih, semoga itu benar-benar menjadi pelipur lara dari kenangan pahit di All England 2019. Tidak boleh lagi ada perpanjangan penyesalan. Cukuplah kesalahan itu dijadikan pengingat untuk jadi lebih baik. 

Momentum Rinov/Pitha "naik kelas"

Tidak hanya Fajar/Rian yang menemukan momentum move on di Swiss Open 2019. Pasangan muda ganda campuran Indonesia, Rinov Rivaldy dan Pitha Mentari juga mendapatkan kesempatan untuk melupakan kekecewaan di All England.

Pasangan yang baru berumur 19 tahun ini berhasil lolos ke babak final setelah mengalahkan ganda campuran kejutan asal Taiwan, Lu Ching Yao/Lee Chia Hsin lewat rubber game 21-13, 19-21, 21-9. Sebelumnya, ganda Taiwan yang mengawali penampilan dari babak kualifikasi ini tampil mengejutkan dengan mengalahkan beberapa unggulan. Namun, kejutan mereka terhenti oleh Rinov/Pitha.

Di babak final, Rinov/Pitha yang menjadi unggulan 8, akan menghadapi ganda Denmark, Mathias Bay-Smidt/Rikke Soby Hansen. Pasangan Denmark tersebut melaju ke final setelah mengalahkan ganda Tiongkok unggulan 5, Lu Kai/Chen Lu lewat rubber game ketat 20-22, 21-19, 23-21. Tahun ini, ganda Denmark tersebut meraih gelar Swedia Open 2019.

Ini kali ketiga di Swiss Open, Rinov/Pitha bertemu pemain Eropa. Sebelumnya, mereka mengalahkan ganda Rep.Ceko, Jakub Bitman/Alzbeta Basova di putaran pertama dan menyingkirkan unggulan 2 asal Inggris Marcus Ellis/Lauren Smith di perempat final, keduanya lewat rubber game.

Keberhasilan mengalahkan pemain Eropa tersebut menjadi bukti, juara dunia junior 2017 ini mampu move on dari kekalahan pahit di All England. Pekan lalu, mereka langsung tersingkir di putaran pertama setelah dikalahkan ganda Jerman, Mark Lamsfuss/isabel Herrtrich lewat rubber game. Padahal, mereka sempat menang 24-22 di game pertama, tetapi di game kedua kalah 21-23. Lantas, takluk 17-21 di game penentuan.

Dan, seperti Fajar/Rian, bila sudah tampil di final, tentunya belum lengkap bila tidak sekalian juara. Bila tahun lalu mereka berhasil meraih gelar di Indonesia Masters Super 100, kini saatnya "naik kelas" untuk menjadi juara di turnamen BWF yang lebih tinggi levelnya. Bila juata di Swiss Open Super 300, itu akan menjadi pencapaian pertama mereka di kelas Super 300.

Indonesia sejatinya berpeluang menempatkan tiga wakil di final Swiss Open 2019. Sayangnya, tunggal putra Indonesia, Anthony Sinisuka Ginting yang tampil pertama, gagal lolos ke final. Ginting kalah straight game, 9-21, 17-21 dari pemain Tiongkok yang menjadi unggulan 1, Shi Yuqi.

Dikutip dari badmintonindonesia.org, Ginting menyebut dirinya terpeleset di game pertama ketika hendak mengambil shuttlecocl yang agak jauh. Dia langsung meminta untuk disemprot oleh dokter. Itu rupanya memengaruhi penampilannya sehingga perolehan poinnya tertinggal jauh dari Shi Yuqi. "Sakit sih, tapi masih bisa ditahan, saya pikir juga sudah tanggung ke semifinal. Pelatih sempat bilang, kalau sakit jangan dipaksakan, nanti jadi lebih parah," ujar Ginting dikutip dari badmintonindonesia.org.

Kekalahan ini memperpanjang rekor buruk Ginting (22 tahun) ketika bertemu Shi Yuqi. Sebelumnya, dalam lima kali pertemuan dengan pemain berusia 23 tahun tersebut, Ginting selalu kalah. Dia selalu kesulitan ketika menghadapi juara All England 2018 tersebut. Kini, rekor kekalahan Ginting dari Shi Yuqi nya menjadi 0-6.

Toh, Ginting juga bisa menjadikan kekalahan di semifinal Swiss Open 2019 ini menjadi pembelajaran. Anggap saja kali ini belum rezekinya. Mungkin di lain waktu dan di lain tempat, dia bisa mengalahka Shi Yuqi.

Pada akhirnya, malam nanti, kita akan menunggu kabar baik dari Kota Basel di Swiss. Sebab, laga final nanti tidak ditayangkan langsung oleh televisi. Boleh jadi, menunggu kali ini tidak seheboh ketika menunggu hasil undian babak perempat final Liga Champions Jumat malam kemarin. Namun, rasanya hasil menunggu ini akan lebih membanggakan bila Indonesia bisa membawa pulang dua gelar dari Basel. Semoga. Salam bulutangkis.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Raket Selengkapnya
Lihat Raket Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun