Kejutan adalah hal yang biasa terjadi di panggung olahraga. Tanpa kejutan, olahraga boleh jadi akan berjalan sangat membosankan. Kejutan-lah yang telah menyelamatkan olahraga dari kebosanan karena semua urusan seolah-olah selesai dengan data statistik.
Namun, betapapun kejutan itu bisa terjadi sewaktu-waktu, kekalahan ganda putra Indonesia, Marcus Gideon/Kevin Sanjaya di putaran pertama All England Open 2019, Rabu (6/3/2019) tadi malam, rasanya sulit diterima. Marcus/Kevin kalah rubber game (tiga gim) 19-21, 22-20, 17-21 dari ganda Tiongkok, Liu Cheng/Zhang Nan dalam waktu 1 jam 7 menit.
Ya, kekalahan Marcus/Kevin itu tidak terduga. Sebab, Marcus/Kevin sejatinya lebih diunggulkan untuk bisa lolos ke putaran II. Mereka merupakan juara bertahan All England dalam edisi dua tahun terakhir dan mendominasi sektor ganda putra dalam dua tahun terakhir.
Apalagi, secara head to head, mereka dominan dalam pertemuan melawan Zhang Nan/Liu Cheng. Dalam enam kali pertemuan, Marcus/Kevin menang lima (5) kali dan hanya kalah sekali.
Bahkan, kekalahan Marcus/Kevin terjadi pada Oktober 2017 silam di final Denmark Open 2017. Setelah itu, Marcus/Kevin lebih banyak memenangi pertemuan melawan mereka. Salah satunya di World Superseries Finals pada Desember 2017.
Memang, Zhang Nan dan Liu Cheng merupakan ganda juara dunia 2017. Namun, tren penampilan mereka sejatinya tengah menurun. Faktanya, selama tahun 2018, mereka tidak pernah juara. Bahkan, Zhang/Liu tak pernah sekalipun mampu tampil di final. Gelar Denmark Open 2017 merupakan raihan terakhir Zhang Nan/Liu Cheng.
Nama besar pasangan ganda putra paling senior Tiongkok (Zhang Nan/29 tahun dan Li Cheng/27 tahun) semakin tertutupi dengan kemunculan dua rising star ganda putra Tiongkok, He Jiting/Tan Qiang dan Han Chengkai/Zhou Haodong. Ganda putra berusia 21 tahun-an ini langsung melejit di tahun 2018 lalu.
Lalu, mengapa Marcus/Kevin bisa kalah?
Penampilan Marcus Gideon/Kevin Sanjaya tadi malam memang tidak seperti biasanya. Mereka kurang agresif. Sebaliknya, mereka sering berada di bawah tekanan Zhang/Liu dan kalah tipis 19-21 di game pertama.
Di awal game kedua, ada insiden yang tidak biasa terjadi. Marcus/Kevin langsung mendapatkan kartu merah di awal babak kedua. Umpire (wasit) menghadiahi Marcus/Kevin kartu merah karena menganggap mereka terlambat masuk ke lapangan setelah rehat 20 detik. Imbasnya, ganda putra andalan Indonesia ini kehilangan satu poin alias lawan mendapatkan satu "poin gratis".
Toh, meski diawali insiden kartu merah, Marcus/Kevin mampu memenangi game kedua tersebut dengan skor 22-20. Namun, di game penentuan, ganda putra ranking 1 dunia ini hampir selalu tertinggal dalam perolehan poin. Utamanya ketika angka di atas 10. Liu Cheng/Zhang Nan akhirnya mampu memenangi game ketiga dengan skor 21-17.
Dikutip dari badminton Indonesia, Kevin menyebut permainan ganda Tiongkok tersebut sejatinya tidak berbeda dari pertemuan-pertemuan mereka sebelumnya. Kevin lebih menyoroti penampilan mereka sendiri.Â
"Lawan, nggak ada perubahan terlalu banyak, kurang lebih permainan mereka sama seperti itu. Masih banyak yang perlu ditingkatkan dari kami," kata Kevin.
Marcus juga lebih memilih instropeksi diri. Dia enggan menjadikan kartu merah di awal babak kedua sebagai kambing hitam dari kekalahan mereka meski sempat mempertanyakan keputusan umpire tersebut karena merasa masuk ke lapangan bersamaan.Â
Bapak satu anak ini mengaku persiapan mereka untuk tampil di All England kurang optimal. "Hari ini saya tampil kurang baik, lawan lebih siap dari kami. Persiapan memang kurang," tambah Marcus.
Tetapi memang, kekalahan Marcus/Kevin ini menjadi gambaran betapa persaingan di bulutangkis era kekinian, sangat ketat. Semua pemain di semua sektor, kini bisa saling mengalahkan.Â
Sejatinya, tidak ada pemain yang kualitasnya berbeda jauh dibandingkan pemain lainnya. Lah wong Marcus/Kevin yang sejatinya mendominasi sektor ganda putra, ternyata juga bisa jadi "korban" kekalahan babak awal.
Penyebabnya, dibandingkan periode sedekade lalu, jumlah turnamen dengan "brand" BWF World Tour kini jauh lebih padat. Dari mulai level Super 100 hingga Super 1000. Belum termasuk World Championsip alias Kejuaraan Dunia dan Kejuaraan Asia. Juga kejuaraan beregu.
Nah, banyaknya turnamen itu membuat pemain satu dengan lainnya bisa saling mengetahui kelebihan dan kekurangan lawan. Belum lagi bantuan rekaman video yang membuat pemain bisa mengamati detail kebiasaan pergerakan lawan.
Situasi itu membuat kemampuan teknik pemain, kini bukan lagi hal dominan yang bisa menentukan kemenangan. Sebab, kelebihan teknik itu bak "buku terbuka" yang bisa dibaca oleh semua lawan sehingga bisa dipelajari cara mengatasinya.
Kini, yang paling menentukan adalah kesiapan pemain di lapangan. Siap fisik, siap capek, dan juga siap mental dalam menghadapi situasi apapun yang bisa merusak konsentrasi selama pertandingan.Â
Kesiapan yang didukung kemampuan teknik, itulah yang menjadi kunci kemenangan. Marcus/Kevin pun mengakui bila mereka kalah siap dari Liu Cheng/Zhang Nan sehingga akhirnya pulang cepat dari All England.
Gagal Raih Hat-trick Gelar di All England, Harus Segera Move On
Marcus Gideon/Kevin Sanjaya sejatinya datang ke All England Open 2019 dengan ekspektasi tinggi. Mereka merupakan unggulan 1. Mereka diharapkan bisa meraih gelar ketiga beruntun (hat-trick) di All England setelah menjadi juara beruntun di tahun 2017 dan 2018.
Kalaupun pada akhirnya gagal mempertahankan gelar, rasanya sedikit saja yang memprediksi Marcus/Kevin akan langsung tumbang di putaran I turnamen bulutangkis paling tua di dunia ini. Sebab, dalam dua tahun terakhir, pasangan berjuluk Minions ini hampir tidak pernah langsung tersingkir di putaran I turnamen BWF World Tour.
Toh, kekalahan di putaran pertama All England Open 2019 tidak perlu diratapi berkepanjangan. Namun, kekalahan ini harus menjadi evaluasi bagi pelatih di PBSI, terutama Marcus/Kevin. Utamanya mencari "jurus jitu" saat menghadapi ganda putra asal Tiongkok yang selama ini menjadi "batu sandungan" bagi Marcus/Kevin.
Ya, ganda putra Tiongkok selama ini bak seperti punya motivasi ekstra kala menghadapi Marcus/Kevin. Faktanya, lima kekalahan terakhir Marcus/Kevin diperoleh ketika menghadapi ganda putra Tiongok.
Selain Liu Cheng/Zhang Nan, sebelumnya di tahun 2018 lalu, Marcus/Kevin juga pernah kalah dari Li Junhui/Liu Yuchen di BWF World Tour Finals, Han Chengkai/Zhou Haodong (dua kali) salah satunya di final French Open dan juga He Jiting/Tan Qiang di perempat final Malaysia Open 2018. Â
Fakta tersebut menyisakan "pekerjaan rumah" bagi tim pelatih untuk terus mengoptimalkan potensi Marcus/Kevin dan membenahi apa yang kurang. Sebab, di tahun ini, Marcus/Kevin akan tampil di beberapa turnamen penting. Salah satunya di World Badminton Championship alias Kejuaraan Dunia 2019. Apalagi, tahun depan ada Olimpiade 2020.
Marcus/Kevin tidak sendirian tersingkir. Di sektor ganda putra, ada tiga pasangan Indonesia yang juga langsung out. Dua pasangan lainnya yakni Berry Angriawan/Hardianto dan Wahyu Nayaka/Ade Yusuf. Kabar bagusnya, pasangan Fajar Alfian/Muhammad Rian Ardianto dan Hendra Setiawan/Mohammad Ahsan lolos ke putaran II.
Semoga Marcus/Kevin bisa segera move on dari kekalahan tak terduga ini. Karena memang, kekalahan itu sejatinya hal biasa terjadi di lapangan bulutangkis. Terpenting, bagaimana mereka merespons kekalahan ini untuk tampil lebih bagus di turnamen berikutnya. Salam bulutangkis.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H