Berkumpul dengan kawan yang memiliki ketertarikan di bidang yang sama itu menyenangkan. Karena sama-sama cinta dengan bidang tersebut, obrolan terasa sedap. Tidak hambar. Kita bisa mengobrol banyak hal sembari berbagi pengalaman.
Pengalaman sedap seperti itulah yang saya alami ketika berkumpul dengan beberapa kawan yang suka menulis. Lebih tepatnya sekelompok kawan kerja yang bekerja di dunia penulisan. Saking sedapnya, rapat yang oleh banyak orang terlanjur dikonotasikan serius, justru menjadi momen menyenangkan.
Sebab, kami tidak hanya berbicara serius tentang pekerjaan. Bukan hanya berbincang tentang tenggat waktu alias deadline, tentang bertemu dan mewawancara narasumber. Tetapi juga saling bertanya, saling berbagi wawasan dan saling memotivasi. Apalagi ada beberapa kawan baru yang bergabung.
Oleh kawan baru tersebut, saya mendapat pertanyaan begini: "Mas, bagaimana sih caranya mengajari cara menulis yang benar kepada mereka yang ingin bisa menulis?".Â
Pertanyaan itu mudah, tetapi rumit. Mudah karena jawabanya ya tinggal diajari saja cara menulis yang benar. Tetapi menjadi rumit bila jawaban pertama itu disambungkan dengan kalimat "apakah pengajaran cara menulis itu bisa membuat orang mau menulis".Â
Sebab, buat apa kita mengajari orang tentang segala macam teknik dan teori menulis, sementara orang yang diajari sejatinya tidak tergerak untuk mengawali menulis. Malah mungkin khawatir untuk menulis karena kekhawatiran yang dibuat-dibuat sendiri.
Ya, buat apa kita berbagi ilmu menulis sementara orang yang menerima ilmu tersebut sekadar diterima, tanpa ada tindak lanjut. Bukankah ilmu itu bukan hanya untuk disimpan?
Tentu saja, ilmu dan cara menulis yang benar itu penting untuk dikuasai oleh mereka yang ingin belajar menulis. Sebab, sudah seharusnya, seorang penulis "patuh pada aturan menulis".
Setelah menulis dengan benar, lantas mencoba belajar ilmu menulis dengan baik agar pesan yang ingin disampaikan kepada pembaca, bisa lebih mudah diterima. Bahkan, tulisannya mungkin bisa menginspirasi, menginformasi atau menjadi hiburan bagi yang membaca. Namun, bila hanya menguasai teorinya tanpa pernah mau mencoba menggunakan teori tersebut, apalah artinya. Â
Saya jadi teringat pengalaman ketika diundang kawan yang menjadi dosen di sebuah perguruan tinggi negeri di Surabaya beberapa waktu lalu, untuk menjadi narasumber dalam pelatihan menulis di kampusnya.
Oleh kawan saya tersebut, saya dipesani untuk berbicara tentang bagaimana membuat tulisan yang benar, baik dan menarik. Sebab, di akhir pelatihan, para pesertanya diwajibkan untuk menghasilkan tulisan yang dimuat di media.