Mohon tunggu...
Hadi Santoso
Hadi Santoso Mohon Tunggu... Penulis - Penulis. Jurnalis.

Pernah sewindu bekerja di 'pabrik koran'. The Headliners Kompasiana 2019, 2020, dan 2021. Nominee 'Best in Specific Interest' Kompasianival 2018. Saya bisa dihubungi di email : omahdarjo@gmail.com.

Selanjutnya

Tutup

Bola Artikel Utama

Real Madrid yang Kini "Akrab" dengan Kekalahan

7 Januari 2019   17:38 Diperbarui: 7 Januari 2019   21:44 1312
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sampean yang doyan nonton film produksi Hollywood, utamanya yang mengagumi kemampuan peran Will Smith, pastinya tidak asing dengan film berjudul "The Pursuit of Happyness". Film biographical drama yang merupakan adaptasi dari kisah entrepreneur Chris Gardner yang diperankan Smith ini mulai tayang di bioskop pada 2006 silam.

Sebuah film yang menginspirasi tentang tentang kesukesan yang tidak diprediksi, kelihatannya sukses mudah diraih, tetapi nyatanya selalu menjauh. Tentang hidup yang sulit ditebak. Awalnya baik-baik saja, lantas jatuh bangun dan bergelimang nestapa. Sampai akhirnya berhasil.

Singkat cerita, Chris Gardner (30 tahun) hidup di apartemen kecil bersama anak mereka, Christopher (5 tahun). Awalnya kehidupan mereka baik-baik saja. Hingga kemudian, Chris yang salesman, menghabiskan seluruh tabungan keluarga untuk membeli franchise untuk menjual scanner tulang (Bone Density Scanner) portable.

Awalnya, dia berpikir dengan menjual scanner yang menghasilkan gambar lebih baik dari X-ray ini, hidupnya akan berubah jadi lebih baik. Dia berusaha menjual alat scan itu dari rumah sakit satu ke rumah sakit lainnya. Dia punya target menjual minimal dua alat scan itu per bulan untuk mencukupi kebutuhan keluarganya. Tetapi, kebanyakan dokter yang ditemui Chris beranggapan harganya terlalu mahal.

Melompat cerita, keluarga kecil ini mulai terpecah ketika mereka tak mampu membayar sewa rumah dan tagihan menumpuk. Istri Chris, Linda lantas pergi meninggalkannya. Kemalangan hidup pun ia alami bertubi-tubi. Kehabisan uang, menjadi tunawisma, tidur di tempat-tempat umum.

Namun, kemiskinan dan menjadi tunawisma itulah yang membuat Chis lantas termotivasi untuk memiliki pekerjaan layak. Hingga, setelah magang di sebuah perusahaan pialang dan menjadi peserta terbaik, ia diterima bekerja di sana.

Dan, di akhir cerita film yang membuat Smith masuk nominasi Academy Award dan juga Golden Globe untuk kategor aktor terbaik ini, Chris lantas punya perusahaan pialang sendiri. Usaha kerasnya akhirnya berbuah sukses.

Lalu, apa kaitannya kisah Pursuit of Happyness itu dengan situasi yang dialami Real Madrid saat ini?

Meski mungkin tidak memiliki plot cerita yang sama persis, tetapi jalan hidup Chris Gardner tersebut agak mirip dengan apa yang dialami Real Madrid di musim 2018/19 ini.

Kita tahu, musim lalu, Real Madrid baik-baik saja. Bahkan sangat baik dengan trofi Liga Champions di tangan. Menyambut musim ini, seperti Chris Gardner yang pede jualannya akan berhasil, Real Madrid sempat kelewat yakin bahwa mereka memiliki tim jaminan sukses sekalipun ditinggal Cristiano Ronaldo.

Jadilah Madrid 'melawan kebiasaan' mereka di bursa transfer. Madrid tidak membeli pemain-pemain bintang seperti musim-musim sebelumnya. Sekadar membeli beberapa pemain "kurang terkenal". Yang terjadi, sukses ternyata tidak bisa diprediksi.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Bola Selengkapnya
Lihat Bola Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun