Sampean (Anda) yang ingin menyaksikan gambaran hidup yang naik turun seperti halnya pedal sepeda yang dipancal pengendaranya, sampean bisa menemukannya di lapangan sepak bola. Di sepak bola, sulit menemukan sukses yang abadi.
Justru yang ada, tim yang kemarin hebat luar biasa seolah tidak akan tersentuh kalah, mendadak bisa berubah menjadi tim pesakitan. Tidak percaya? Tengok apa yang dialami klub juara bertahan Liga Inggris, Manchester City.
Rasanya baru pekan lalu membaca tulisan dan artikel berseliweran yang mengabarkan kehebatan Manchester City. Tim asuhan Pep Guardiola ini dipuja-puji tidak ada lawan di Liga Inggris. City dianggap standarnya sudah di atas beberapa tim Premier League. Bahkan, Liverpool yang di awal musim juga tampil hebat, dianggap tidak beruntung karena City tampil lebih dari hebat.
Betapa tidak, City yang pada Mei lalu merayakan gelar juara, mengawali Liga Inggris musim 2018/19 dengan keren. Usai mengalahkan tuan rumah Arsenal 0-2 di laga perdana lantas pesta setengah lusin gol ke gawang Huddersfield Town di laga kedua, City lantas melewati 15 pertandingan beruntun tanpa pernah kalah. Mereka menang 13 kali dan hanya imbang dua kali.
Dan, dalam 13 kemenangan tersebut, City beberapa kali memperlhatkan betapa digdayanya mereka. Diantaranya kemenangan 5-0 atas tuan rumah Cardiff City (22/9), 5-0 atas Burnley (20/10), 1-0 atas tuan rumah Tottenham (30/10), 6-1 atas Southampton (4/11) juga kemenangan meyakinkan 3-1 di laga derby atas Manchester United pada 11 November lalu. City pun memimpin klasemen dengan nyaman.
Namun, petaka mulai menghampiri City pada pekan ke-16 ketika mereka bertamu ke markas Chelsea pada 9 Desember 2018 lalu. City takluk 0-2 dari Chelsea di London. Kemenangan itu tidak hanya menghidupkan persaingan di Liga Inggris menjadi lebih hidup. Lebih dari itu, Chelsea dengan filosofi permainan "Sarri Ball" nya seperti menunjukkan bagaimana cara mengatasi timnya Guardiola. Kekalahan tersebut membuat City digeser Liverpool turun ke posisi dua. Â
Memang, Sergio Aguero dkk bisa segera move on dari kekalahan tersebut. Tiga laga di tiga kompetisi berbeda, dilalui dengan kemenangan. Menang 2-1 atas Hoffenheim di laga terakhir fase grup Liga Champions yang membuat mereka lolos ke babak 16 besar sebagai juara grup. Lalu kemenangan 3-1 atas Everton di pekan ke-17, lalu menang adu penalti atas Leicester City usai bermain 1-1 di ajang Piala Liga.
Tetapi, kejadian tak terduga kemudian terjadi pada 22 Desember lalu. Ya, akhir pekan kemarin, sulit dinalar ketika City yang bermain di kandang sendiri, kalah dari Crystal Palace, tim yang tengah berjuang menjauh dari zona degradasi. Manchester Biru kalah 2-3 dari Palace. Kekalahan tersebut memperlihatkan betapa rapuhnya pertahanan City ketika menghadapi serbuan umpan crossing maupun set pieces bola mati serta kurang sigap dalam mengatasi situasi bola liar.
Kekalahan tersebut membuat Manchester City tertinggal empat poin dari Liverpool yang di saat hampir bersamaan menang 2-0 atas tuan rumah Wolverhampton.
Dan, tadi malam, di laga boxing day yang digelar sehari setelah perayaan natal, City yang berharap move on, malah mengalami back to back losses. Bertamu ke Leicester City, Manchester City yang sempat unggul lebih dulu, akhirnya kalah 2-1. Lagi-lagi, City kesulitan menetralisir umpan crossing. Gol penyama Leicester bermula dari crossing Jamie Vardy yang dituntaskan sundulan mark Albrighton.
"Pertandingan ini seperti mengulang kejadian saat melawan Palace. kami memulai pertandingan dengan baik, mencetak gol dan kemasukan gol ketika lawan baru pertama masuk ke kotak penalti kami. Lawan tidak menciptakan banyak peluang tetapi mereka bisa menghukum kami setiap mendapat peluang," ujar pep Guardiola dikutip dari mancity.com