Timnas Indonesia U-16 kini tinggal berjarak 90 menit (plus beberapa menit) untuk bisa tampil di turnamen yang paling diidamkan, Piala Dunia U-17 2019.Â
Syaratnya, Timnas U-16 harus bisa mengalahkan Timnas U-16 Australia di perempat final Piala AFC U-16 2018 yang digelar di Bukit Jalil National Stadium, Kuala Lumpur, Malaysia Senin (1/10/2018).
Ya, kemenangan atas Australia tidak hanya bermakna Timnas U-16 bisa menggenggam 'tiket' tampil di semifinal Piala AFC U-16 2018. Empat tim semifinalis juga berhak lolos ke Piala Dunia U-17 yang akan digelar di Peru, Amerika Selatan pada Oktober tahun depan.Â
Kemarin, Jepang dan Tajikistan lebih dulu memastikan lolos ke semifinal. Jepang mengalahkan Oman 2-1 dan Tajikistan menang adu penalti 4-2 (1-1) atas Korea Utara. Hari ini, selain laga Indonesia melawan Australia, juga ada Korsel yang bertemu India.
Mungkinkah Indonesia bisa lolos ke semiifinal dan menjadi satu-satunya negara Asia Tenggara yang lolos ke semifinal dan juga ke Piala Dunia U-17 tahun depan?
Untuk mengalahkan Australia yang pemain-pemainnya memiliki postur lebih tinggi, Indonesia bisa meniru apa yang dilakukan Korea Selatan. Di pertandingan pertama fase grup D pada 22 September 2018 lalu, Korea Selatan mampu menang 3-0 atas negeri Kanguru tersebut.Â
Korsel menampilkan permainan bola-bola pendek cepat yang membuat Australia kesulitan. Gol-gol Korsel diawali lewat skema rapi, utamanya serangan dari sayap.
Nah, bukankah Timnas U-16 memiliki gaya main seperti itu. Indonesia memiliki beberapa pemain sayap yang memiliki kecepatan dan dribble bagus seperti Mochammad Supriadi juga Amanar Abdullah.Â
Lini tengah Timnas U-16 yang diisi Bryilian Aldama, Andre Oktaviansyah dan David Maulana, juga piawai memainkan umpan-umpan pendek cepat. Plus kecepatan Amiruddin Bagus Kahfi di lini depan.
Ya, sejatinya Timnas U-16 tidak perlu minder dengan Australia. Malah, Indonesia lolos ke perempat final sebagai juara Grup C, sementara Australia "hanya" peringkat kedua Grup D.Hanya saja, David Maulana dan kawan-kawan harus mampu bermain lepas. Mereka harus bisa bermain seperti halnya anak-anak berusia 16 tahun yang mengutamakan kesenangan bermain tanpa terbebani pikiran macam-macam.
Keharusan untuk bisa bermain lepas ini menjadi penting. Sebab, di dua pertandingan terakhir fase grup, beberapa pemain U-16 mendapatkan kritikan dari warganet di media sosial. Terutama penyerang Bagus Kahfi yang kerapkali menjadi sasaran kritik.
Seusai Indonesia bermain 1-1 melawan Vietnam dan 0-0 di laga melawan India, di beberapa akun media sosial yang menampilkan informasi perjuangan timnas di Piala AFC U-16, Bagus disorot netizen (yang katanya mahabenar) karena dinilai egois dan bermain individualis dengan terus "menggoreng" bola dan tidak mengoper ke kawan yang berada di posisi lebih menguntungkan. Â
Kritikan itu rupanya membuat Bagus ikut terbawa suasana. Dia jadi "baper". Di akun Instagram nya dua hari lalu, penyerang yang mengidolakan Bambang Pamungkas ini menulis postingan begini "bangkit dari segala keterpurukan dan jangan mau kalah dengan keadaan. Never give up".
Postingan Bagus di akun Instagramnya itu mendapatkan respons 58.451 like dan 2435 komentar dari warganet. Ada yang menyemangati seperti rekan setimnya, Brylian Aldama yang menulis kalimat "Semangat, jadikan hujatan, kritikan sebagai motivasi" dan juga beberapa warganet lainnya.
Ada juga yang menulis "Baru segitu bro, santai aja, orang besar kalo salah pasti banyak yang kritik. Itu tanda bahwa loe itu banyak yang merhatiin. Lemesin aja. Buktikan di lapangan loe lebih hebat kalo berjuang buat tim".
Namun, tidak sedikit yang menuliskan harapan yang dibungkus kritikan.Â
Ada warganet yang menulis begini, "Woey besok maen jangan egois. Lu mau main ke Pildun kan? Ya harus bagi-bagi, jangan egois. Ada teman kosong umpan. Jangan sendirian digocek. Sepak bola permainan tim, bukan bulutangkis yang mainnya sendiri".Â
Astaga, ini komentarnya sudah selevel pelatih.Â
Kritikan warganet di media sosial itu tidak hanya dianggap angin lalu oleh pelatih Timnas U-16, Fakhri Husaini. Pelatih yang merupakan playmaker Timnas di era 90 an ini sampai harus memberi pesan khusus kepada Bagus dkk jelang melawan Australia.
Fakhri mengimbau kepada anak asuhnya untuk tetap fokus ke pertandingan dan tidak terbuai dengan kritikan di media sosial.Â
"Para pemain harus fokus, tak perlu memikirkan komentar di media sosial. Kalau mau mendengar kritik, ya kritik dan saran itu harusnya dari saya, karena saya ini adalah pelatih mereka," ujar Fakhri seperti dikutip dari BolaSport.com.
Ah, sepak bola di era media sosial memang sangat berbeda dengan era nya Fakhri bermain dulu. Di zaman dulu, ketika suporter menonton timnas bermain, ketika ada peluang yang gagal menjadi gol, paling mereka hanya melampiaskan suka dan kecewa ataupun memaki sang pemain dengan berteriak di depan layar televisi.
Kala itu, yang bisa menyampaikan kritikan hanyalah wartawan lewat tulisan mereka di media cetak. Itupun bahasa kalimat dalam beritanya sudah disaring sedemikian rupa melalui rapat redaksi sebelum naik cetak.
Kini, kritikan, hujatan segala macam itu bisa disampaikan langsung suporter ke pemain melalui media sosial. Kalaupun tidak ke akun pribadi pemain yang bersangkutan, mereka bisa menulis kritikan di akun media sosial yang memberitakan U-16 sembari me-mention akun pemain bersangkutan.
Menghadapi era seperti ini, pemain memang harus lebih bersikap santai dan tidak boleh baperan. Sebab, baperan malah bisa memperburuk situasi.Â
Lha wong yang mengkritik itu lho tidak semuanya mengerti betapa susahnya bermain bola. Apalagi lepas dari kawalan pemain lawan sembari membawa bola. Bahkan bermain sepak bola di lapangan saja mungkin belum pernah. Mungkin dipikirnya sekadar menendang bola saja.
Tetapi memang, yang namanya penonton itu lebih enak. Lha wong tinggal sekadar nonton. Bahkan, ada penonton yang terkadang merasa lebih hebat dari pemain yang dipujanya.Â
Jangankan Bagus Kahfi yang 'masih hijau', pemain top dunia sekelas Cristiano Ronaldo ataupun Lionel Messi pun sering dikata-katain di media sosial oleh haters masing-masing.. Â
Tentu saja, dukungan penuh dari rakyat Indonesia merupakan senjata ampuh bagi Timnas U-16 untuk bisa melangkah jauh di turnamen ini. Dalam hal dukungan, suporter Indonesia itu tidak ada duanya.Â
Tengok saja di negara manapun, ketika Timnas U-16 nya bermain, rasanya akan sepi dukungan. Sementara di Indonesia, ketika U-16 main, nauansanya seperti Timnas senior. Itu yang terlihat ketika Timnas U-16 jadi juara Piala AFF 2018 di Sidoarjo beberapa waktu lalu.
Dan memang, tipikal suporter Indonesia sejatinya "benci tapi sayang". Meski kecewa sekalipun, mereka sejatinya berharap yang terbaik untuk timnasnya.Â
Walaupun mengkritik, bahkan ditulis dengan bahasa kasar sekalipun yang mengarah pada mem-bully, sejatinya mereka itu sayang dengan Timnas U-16. Harapan mereka hanya satu, Timnas U-16 bisa lolos ke Piala Dunia U-17. Syukur-syukur bila bisa menjuarai turnamen ini.
Namun, suporter juga harus mulai belajar menghargai perjuangan pemain di lapangan. Harus diingat, menghujat itu justru bukan cara benar dalam mendukung pemain.
Tentu saja kritikan itu perlu. Namun, toh ada pelatih yang pastinya akan mengevaluasi penampilan mereka di lapangan. Kalaupun gatal dan tergoda mengkritik di media sosial, mari belajar menyampaikannya dengan kalimat yang sopan dan memotivasi.
Akhirnya, selamat berjuang Timnas U-16. Bermainlah dengan "kesenangan" dan tanpa beban. Insya Allah kalian bisa menang. Salam.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H